Bentrok dengan Militer Rwanda, 6 Tentara Kongo Tewas
A
A
A
GOMA - Seorang perwira militer senior mengatakan enam tentara Kongo tewas dalam sebuah bentrokan dengan pasukan Rwanda. Insiden ini berisiko menimbulkan ketegangan antara dua negara bertetangga dengan sejarah panjang hubungan yang bermasalah.
Hubungan keduanya kerap bersitegang karena permasalahan sisi batas perbatasan. Ini pula yang memicu bentrokan di mana masing-masing menuduh pihak lain telah melanggar perbatasan. Mereka telah meminta ICGLR, badan yang mewakili pemerintah daerah, untuk mengunjungi lokasi bentrokan Selasa untuk diselidiki.
Jenderal Bruno Mandevu, seorang komandan operasional di Republik Demokratik Kongo timur, mengatakan enam tentara tewas dalam insiden tersebut, naik dari jumlah sebelumnya yang dikatakan mencapai lima orang. Enam tentara lainnya terluka, dua di antaranya serius, katanya.
"Awalnya, kami pikir mereka (penyerang) adalah kelompok bersenjata, terutama M23. Berkat alat teknologi kami, terutama GPS, tentara Kongo kami menemukan lokasi tersebut dan musuh melarikan diri ke Rwanda," kata Mandevu dalam sebuah konferensi pers seperti dilansir dari Reuters, Sabtu (17/2/2018).
Juru bicara militer Rwanda tidak segera memberikan komentar mengenai kemungkinan korban yang jatuh dipihaknya dalam bentrokan tersebut.
M23 adalah satu dari serangkaian kelompok pemberontak Kongo yang oleh penyelidik PBB menyalahkan Rwanda karena mendukung dua perang besar di Kongo dari tahun 1996-2003 di mana tentara Rwanda menyerang wilayah Kongo.
Rwanda telah membantah mendukung pemberontak di Kongo.
M23 dikalahkan oleh pasukan Kongo dan misi penjaga perdamaian PBB pada tahun 2013 dan ratusan pejuang kelompok tersebut melarikan diri ke Rwanda dan Uganda.
Menulis ke ICGLR pada hari Rabu, tentara Rwanda mengatakan bahwa pasukan Kongo melanggar batas wilayah dan kemudian menyerang posisi defensif mereka.
Mandevu mengatakan bahwa pertempuran tersebut terjadi di dalam Taman Nasional Virunga Kongo. Dia mengatakan bahwa hal itu dimulai sekitar pukul 8 pagi (0600 GMT) pada hari Selasa dan berakhir enam jam kemudian setelah kepala tentara Kongo dan Rwanda mengumumkan sebuah gencatan senjata.
Milisi dan serangan pemberontak terus meningkat di Kongo, terutama di daerah perbatasan timur yang bergolak.
Lebih dari 4,4 juta orang telah mengungsi ke seluruh negara Afrika Tengah yang luas di tengah kekerasan yang merajalela. Kondisi diperparah oleh krisis politik yang dipicu oleh penolakan Presiden Joseph Kabila untuk mengundurkan diri pada akhir mandatnya pada tahun 2016.
Hubungan keduanya kerap bersitegang karena permasalahan sisi batas perbatasan. Ini pula yang memicu bentrokan di mana masing-masing menuduh pihak lain telah melanggar perbatasan. Mereka telah meminta ICGLR, badan yang mewakili pemerintah daerah, untuk mengunjungi lokasi bentrokan Selasa untuk diselidiki.
Jenderal Bruno Mandevu, seorang komandan operasional di Republik Demokratik Kongo timur, mengatakan enam tentara tewas dalam insiden tersebut, naik dari jumlah sebelumnya yang dikatakan mencapai lima orang. Enam tentara lainnya terluka, dua di antaranya serius, katanya.
"Awalnya, kami pikir mereka (penyerang) adalah kelompok bersenjata, terutama M23. Berkat alat teknologi kami, terutama GPS, tentara Kongo kami menemukan lokasi tersebut dan musuh melarikan diri ke Rwanda," kata Mandevu dalam sebuah konferensi pers seperti dilansir dari Reuters, Sabtu (17/2/2018).
Juru bicara militer Rwanda tidak segera memberikan komentar mengenai kemungkinan korban yang jatuh dipihaknya dalam bentrokan tersebut.
M23 adalah satu dari serangkaian kelompok pemberontak Kongo yang oleh penyelidik PBB menyalahkan Rwanda karena mendukung dua perang besar di Kongo dari tahun 1996-2003 di mana tentara Rwanda menyerang wilayah Kongo.
Rwanda telah membantah mendukung pemberontak di Kongo.
M23 dikalahkan oleh pasukan Kongo dan misi penjaga perdamaian PBB pada tahun 2013 dan ratusan pejuang kelompok tersebut melarikan diri ke Rwanda dan Uganda.
Menulis ke ICGLR pada hari Rabu, tentara Rwanda mengatakan bahwa pasukan Kongo melanggar batas wilayah dan kemudian menyerang posisi defensif mereka.
Mandevu mengatakan bahwa pertempuran tersebut terjadi di dalam Taman Nasional Virunga Kongo. Dia mengatakan bahwa hal itu dimulai sekitar pukul 8 pagi (0600 GMT) pada hari Selasa dan berakhir enam jam kemudian setelah kepala tentara Kongo dan Rwanda mengumumkan sebuah gencatan senjata.
Milisi dan serangan pemberontak terus meningkat di Kongo, terutama di daerah perbatasan timur yang bergolak.
Lebih dari 4,4 juta orang telah mengungsi ke seluruh negara Afrika Tengah yang luas di tengah kekerasan yang merajalela. Kondisi diperparah oleh krisis politik yang dipicu oleh penolakan Presiden Joseph Kabila untuk mengundurkan diri pada akhir mandatnya pada tahun 2016.
(ian)