Duterte Hargai Rp5 Juta Per Kepala Pemberontak Komunis
A
A
A
MANILA - Kelompok hak asasi manusia dan aktivis lokal menuduh Presiden Filipina Rodrigo Duterte menghasut militer untuk melakukan kejahatan perang setelah dia menawarkan hadiah USD384 (Rp5,2 juta) untuk setiap kepala pemberontak komunis yang terbunuh.
Carlos H Conde dari Human Rights Watch dalam sebuah pernyataan kepada Al Jazeera mengatakan bahwa Duterte telah mendorong pelanggaran konvensi mengenai konflik bersenjata.
”Pernyataan Duterte menormalkan gagasan bahwa pasukan keamanan pemerintah dapat melakukan apa yang mereka inginkan untuk mengalahkan musuh mereka, termasuk melakukan eksekusi secara singkat,” kata Conde, yang dilansir Jumat (16/2/2018).
Hadiah itu dilontarkan Duterte pekan lalu. Duterte mengatakan bahwa dia akan melatih penduduk lokal untuk menjadi pejuang paramiliter dan membayar mereka 20.000 peso (USD384) untuk setiap pemberontak komunis yang mereka bunuh di komunitas mereka di pulau selatan Mindanao.
”Anda menginginkan uang? Saya akan memberi Anda uang,” katanya. ”Saya akan memberikan 20.000 peso per kepala,” ujarnya.
Sebelumnya, Duterte juga dikecam karena melontarkan komentar kontroversial yang dianggap menghina kaum perempuan. Komentar yang dimaksud adalah perintah Duterte kepada militer untuk menembak pemberontak komunis wanita di alat kelaminnya, untuk membuat pemberontak wanita itu “tidak berguna”.
“Alih-alih mempromosikan langkah-langkah untuk memastikan mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran, termasuk pemberontak komunis, dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan hukum internasional, Duterte mendorong pasukannya untuk melakukan kejahatan perang dengan tawaran atas karyanya,” kata Conde.
Rachel Chhoa-Howard dari Amnesty International juga mengecam kebijakan terbaru Duterte sebagai hal mengerikan dan tidak manusiawi.
”Dengan memberikan harga pada nyawa manusia, Presiden Duterte sekali lagi mengungkapkan kebencian terhadap kebijakan pemerintahannya,” kata Chhoa-Howard dalam sebuah pernyataan kepada Al Jazeera.
”Ini mendorong pembunuhan daripada menangkap pemberontak, yang jelas melanggar hak untuk hidup.”
Carlos H Conde dari Human Rights Watch dalam sebuah pernyataan kepada Al Jazeera mengatakan bahwa Duterte telah mendorong pelanggaran konvensi mengenai konflik bersenjata.
”Pernyataan Duterte menormalkan gagasan bahwa pasukan keamanan pemerintah dapat melakukan apa yang mereka inginkan untuk mengalahkan musuh mereka, termasuk melakukan eksekusi secara singkat,” kata Conde, yang dilansir Jumat (16/2/2018).
Hadiah itu dilontarkan Duterte pekan lalu. Duterte mengatakan bahwa dia akan melatih penduduk lokal untuk menjadi pejuang paramiliter dan membayar mereka 20.000 peso (USD384) untuk setiap pemberontak komunis yang mereka bunuh di komunitas mereka di pulau selatan Mindanao.
”Anda menginginkan uang? Saya akan memberi Anda uang,” katanya. ”Saya akan memberikan 20.000 peso per kepala,” ujarnya.
Sebelumnya, Duterte juga dikecam karena melontarkan komentar kontroversial yang dianggap menghina kaum perempuan. Komentar yang dimaksud adalah perintah Duterte kepada militer untuk menembak pemberontak komunis wanita di alat kelaminnya, untuk membuat pemberontak wanita itu “tidak berguna”.
“Alih-alih mempromosikan langkah-langkah untuk memastikan mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran, termasuk pemberontak komunis, dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan hukum internasional, Duterte mendorong pasukannya untuk melakukan kejahatan perang dengan tawaran atas karyanya,” kata Conde.
Rachel Chhoa-Howard dari Amnesty International juga mengecam kebijakan terbaru Duterte sebagai hal mengerikan dan tidak manusiawi.
”Dengan memberikan harga pada nyawa manusia, Presiden Duterte sekali lagi mengungkapkan kebencian terhadap kebijakan pemerintahannya,” kata Chhoa-Howard dalam sebuah pernyataan kepada Al Jazeera.
”Ini mendorong pembunuhan daripada menangkap pemberontak, yang jelas melanggar hak untuk hidup.”
(mas)