Filipina Larang Kirim Pekerja ke Kuwait
A
A
A
MANILA - Filipina memasuki babak baru ketegangan dengan Kuwait setelah melarang pengiriman tenaga kerja setelah banyak insiden kekerasan dan pelecehan seksual terhadap buruh migran.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengirimkan protes keras kepada Pemerintah Kuwait. Dia melarang total mengirimkan pekerja Filipina ke negara Teluk tersebut.
Langkah itu setelah laporan pada Jumat (9/2) lalu tentang penemuan pembantu rumah tangga (PRT) asal Filipina Joanna Demafelis, yang dinyatakan hilang setahun lalu. Demafelis dilaporkan mengalami penyiksaan sebelum dibunuh.
“Filipina bukan budak bagi siapapun, di manapun, dan kapanpun. Setiap luka fisik tanpa dasar hukum itu juga menjadi luka personal saya sebagai kepala Republik ini,” ujar Duterte sebagai bentuk penegasan. Beberapa pekan sebelum penemuan jenazah Demafelis, pekerja migran Filipina lainnya juga ditemukan tewas di Kuwait dan telah dibawa kembali ke Filipina.
Duterte memang sangat vokal dalam isu kekerasan seksual dan pembunuhan terhadap warga Filipina di Timur Tengah. Dia pernah mengancam akan melarang warganya bekerja di luar negeri. Dia juga menuding majikan kerap memperkosa pekerja Filipina dan memaksa buruh migran bekerja selama 21 jam sehari, dan menyiksa mereka. “Apakah ada sesuatu yang salah dengan budayamu (Kuwait)? Apakah ada yang salah dengan nilai-nilaimu (Kuwait),” katanya.
Kementerian Luar Negeri Filipina menyatakan telah merepatriasi sekitar 10.000 warga Filipina dari Kuwait. Itu dikarenakan ada program amnesti yang dilaksanakan bersama dengan Pemerintah Kuwait. “Pemerintah akan menanggung biaya penerbangan dan pinalti karena pelanggaran visa,” ujar Sarah Arriola, wakil menteri luar negeri Filipina urusan pekerja migran.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Kuwait Sheikh Sabah al-Khalid al-Sabah mengecam langkah gegabah Duterte. “Kita terkejut dan kita mengutuk pernyataan Presiden Filipina. Kita masih berhubungan dengan para pejabat Filipina pada tataran tertinggi untuk menjelaskan kondisi pekerja di Kuwait,” kata Sabah dilansir Reuters.
Sabah mengungkapkan ketegangan hubungan antara Filipina dan Kuwait tidak mengganggu hubungan kedua negara. “170.000 warga Filipina tinggal nyaman di Kuwait. Tapi, ada insiden yang tidak menguntungkan. Kita akan menyerahkan hasil penyelidikan ke otoritas Filipina,” ujarnya.
Bukan Larangan, Tapi Butuh Aturan
Kemarahan Duterte dianggap sangat wajar sebagai pemimpin yang mempedulikan dan memperhatikan rakyatnya. “Presiden seharusnya marah. Kita semua juga marah. Kita harus menuntut pihak yang bertanggungjawab agar tercipta keadilan bagi korban dan keluarganya,” kata Direktur Eksekutif Center for Migrant Advocay Ellena Sana dilansir Deutsche Welle.
Namun demikian, menurut Sana, langkah Duterte untuk melarang semua Filipina agar tidak boleh bekerja di Kuwait reaksi spontan. “Berdasarkan pengalaman kita, larangan itu tidak akan berjalan efektif,” ungkapnya.
Itu dibuktikan ketika Filipina melarang penempatan buruh migrant di Libanon, Libya, dan Iran saat musim perang. Apa yang terjadi? Sana mengungkapkan banyak pekerja asal Filipina yang masih bekerja di sana. “Buruh migran pergi ke sana karena ada pekerjaan di sana,” ujarnya.
Filipina merupakan salah pengekspor buruh migran terbesar di dunia. Diperkirakan sekitar 10 juta warga Filipina tinggal di luar negeri sebagai buruh migrant atau migrant. Sebagian besar buruh migran asal Filipina memilih bekerja di Timur Tengah sebagai pembantu rumah tangga atau di sektor domestik.
Pengiriman uang warga Filipina di luar negeri ke Manila bisa mencapai 10% dari pendapatan domestik bruto negara tersebut. (Andika Hendra)
Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengirimkan protes keras kepada Pemerintah Kuwait. Dia melarang total mengirimkan pekerja Filipina ke negara Teluk tersebut.
Langkah itu setelah laporan pada Jumat (9/2) lalu tentang penemuan pembantu rumah tangga (PRT) asal Filipina Joanna Demafelis, yang dinyatakan hilang setahun lalu. Demafelis dilaporkan mengalami penyiksaan sebelum dibunuh.
“Filipina bukan budak bagi siapapun, di manapun, dan kapanpun. Setiap luka fisik tanpa dasar hukum itu juga menjadi luka personal saya sebagai kepala Republik ini,” ujar Duterte sebagai bentuk penegasan. Beberapa pekan sebelum penemuan jenazah Demafelis, pekerja migran Filipina lainnya juga ditemukan tewas di Kuwait dan telah dibawa kembali ke Filipina.
Duterte memang sangat vokal dalam isu kekerasan seksual dan pembunuhan terhadap warga Filipina di Timur Tengah. Dia pernah mengancam akan melarang warganya bekerja di luar negeri. Dia juga menuding majikan kerap memperkosa pekerja Filipina dan memaksa buruh migran bekerja selama 21 jam sehari, dan menyiksa mereka. “Apakah ada sesuatu yang salah dengan budayamu (Kuwait)? Apakah ada yang salah dengan nilai-nilaimu (Kuwait),” katanya.
Kementerian Luar Negeri Filipina menyatakan telah merepatriasi sekitar 10.000 warga Filipina dari Kuwait. Itu dikarenakan ada program amnesti yang dilaksanakan bersama dengan Pemerintah Kuwait. “Pemerintah akan menanggung biaya penerbangan dan pinalti karena pelanggaran visa,” ujar Sarah Arriola, wakil menteri luar negeri Filipina urusan pekerja migran.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Kuwait Sheikh Sabah al-Khalid al-Sabah mengecam langkah gegabah Duterte. “Kita terkejut dan kita mengutuk pernyataan Presiden Filipina. Kita masih berhubungan dengan para pejabat Filipina pada tataran tertinggi untuk menjelaskan kondisi pekerja di Kuwait,” kata Sabah dilansir Reuters.
Sabah mengungkapkan ketegangan hubungan antara Filipina dan Kuwait tidak mengganggu hubungan kedua negara. “170.000 warga Filipina tinggal nyaman di Kuwait. Tapi, ada insiden yang tidak menguntungkan. Kita akan menyerahkan hasil penyelidikan ke otoritas Filipina,” ujarnya.
Bukan Larangan, Tapi Butuh Aturan
Kemarahan Duterte dianggap sangat wajar sebagai pemimpin yang mempedulikan dan memperhatikan rakyatnya. “Presiden seharusnya marah. Kita semua juga marah. Kita harus menuntut pihak yang bertanggungjawab agar tercipta keadilan bagi korban dan keluarganya,” kata Direktur Eksekutif Center for Migrant Advocay Ellena Sana dilansir Deutsche Welle.
Namun demikian, menurut Sana, langkah Duterte untuk melarang semua Filipina agar tidak boleh bekerja di Kuwait reaksi spontan. “Berdasarkan pengalaman kita, larangan itu tidak akan berjalan efektif,” ungkapnya.
Itu dibuktikan ketika Filipina melarang penempatan buruh migrant di Libanon, Libya, dan Iran saat musim perang. Apa yang terjadi? Sana mengungkapkan banyak pekerja asal Filipina yang masih bekerja di sana. “Buruh migran pergi ke sana karena ada pekerjaan di sana,” ujarnya.
Filipina merupakan salah pengekspor buruh migran terbesar di dunia. Diperkirakan sekitar 10 juta warga Filipina tinggal di luar negeri sebagai buruh migrant atau migrant. Sebagian besar buruh migran asal Filipina memilih bekerja di Timur Tengah sebagai pembantu rumah tangga atau di sektor domestik.
Pengiriman uang warga Filipina di luar negeri ke Manila bisa mencapai 10% dari pendapatan domestik bruto negara tersebut. (Andika Hendra)
(nfl)