Komisioner HAM PBB: Ekstrimisme Rasuki Politik Indonesia

Rabu, 07 Februari 2018 - 16:03 WIB
Komisioner HAM PBB: Ekstrimisme Rasuki Politik Indonesia
Komisioner HAM PBB: Ekstrimisme Rasuki Politik Indonesia
A A A
JAKARTA - Komisioner Tinggi HAM PBB, Zeid Ra'ad al-Hussein menyatakan bahwa saat ini sosok yang memiliki pandangan ekstrimisme telah merangsek masuk dalam dunia politik Indonesia dan mulai menerapkan pandangan mereka dalam peraturan di Indonesia. Dia secara gamblang menyebut, salah satu buktinya adalah adanya rencana perubahan dalam KUHP Indonesia, yang menurutnya merugikan kaum-kaum minoritas dan terpinggirkan.

"Saya sangat prihatin dengan diskusi mengenai revisi KUHP. Diskusi ini tidak sejalan dengan berbagai jenis intoleransi yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia yang telah berlangsung disini," kata Zeid.

Pandangan ekstrimis yang dimainkan di arena politik sangat mengkhawatirkan, disertai dengan semakin meningkatnya hasutan terhadap diskriminasi, kebencian atau kekerasan di berbagai wilayah di negara ini, termasuk di Aceh," sambungnya saat menggelar jumpa pers di kantor perwakilan PBB, Jakarta, Rabu (7/2/2018).

Indonesia saat ini tengah menikmati keuntungan dan demokrasi, Zeid pun mendesak masyarakat Indonesia untuk maju dan bukan malah mundur dalam hal HAM dan menolak upaya untuk mengizinkan bentuk diskriminasi baru dalam undang-undang. Menurutnya amandemen yang diusulkan akan menyebabkan kriminalisasi terhadap sebagian besar masyarakat miskin dan terpinggirkan, yang pada dasarnya sudah rentan terhadap diskrimnasi.

Zeid kemudian menyinggug mengenai komunitas LGBTI di Indonesia, yang menurutnya akan sangat terdampak pada perubahan amandemen ini.

"Retorika kebencian terhadap komunitas ini sering dimanfaatkan untuk tujuan politik yang sinis dan hanya akan memperdalam penderitaan mereka serta menciptakan perpecahan yang tidak perlu," ujarnya.

"Selain itu, jika peraturan KUHP diubah dengan beberapa ketentuan yang lebih diskriminatif, hal itu akan sangat menghambat usaha pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dan bertentangan dengan kewajiban HAM internasional," ungkapnya.

"Saya juga telah menyatakan keprihatinan saya kepada pemerintah tentang penerapan undang-undang penistaan agama yang tidak jelas, yang telah digunakan untuk menghukum anggota kelompok agama atau agama minoritas. Jika kita mengharapkan untuk tidak didiskriminasikan berdasarkan kepercayaan warna kulit, ras, atau kelompok, jika masyrakat Muslim mengharapkan orang lain untuk melawan Islamophobia, kita juga harus siap untuk mengakhiri diskriminasi di negara sendiri," tuturnya.

Dia menambahkan, Islamophobia adalah sesuatu yang sangat salah. Diskriminasi atas keyakinan dan warna kulit juga salah dan diskriminasi atas orientasi seksual atau status lainnya juga salah.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6241 seconds (0.1#10.140)