Dugaan Rohingya Dibantai Secara Sistematis Menguat
A
A
A
YANGON - Sedikitnya lima kuburan massal kembali ditemukan di Myanmar. Hal itu menjadi bukti baru ada kasus pembantaian sistematis terhadap suku Rohingnya oleh aparat militer dinegara bagian Rakhine, Myanmar.
Keberadaan kuburan massal ter sebut diungkap wartawan Associated Press setelah melakukan investigasi dan mewawan carai puluhan pengungsi Ro hingnya di Bangladesh. Sejumlah pengungsi bahkan menunjukkan video pascapenyerangan dalam ponsel mereka.
Seperti dilansir Yahoo! News, puluhan pengungsi Rohingnya yang hijrah ke Bangladesh sejak akhir 2016 menjadi saksi hidup kebenaran keberadaan kuburan massal itu. Mereka bahkan meyakini sebagian dari kuburan massal yang ada di Myanmar belum terungkap. Sebelumnya Pemerintah Myanmar hanya mengakui satu kuburan massal yang ada di Myanmar.
Mereka menyebut di da lam kuburan massal yang terletak di perkampungan Inn Din itu terdapat 10 jasad ”teroris”. Namun, penduduk yang berhasil menyelamatkan diri meng ungkapkan aparat militer me nyerang warga sipil. Seorang pengungsi bahkan menyaksikan, anak-anak dan warga lansia dibakar hidup-hidup.
Tragedi itu menjadi sepenggal kisah dari serangan pada Agustus 2017. Saat itu lebih dari 200 tentara menyerbu perkampungan Rohingnya dan menyiramkan zat asam ke wajah dan tangan korban sehingga tubuhnya tidak dapat diidentifikasi. Selain itu, beberapa tentara juga menggali kuburan massal dengan sekop.
”Saya melihat mayat-mayat bertumpukan. Saya merasa sangat pilu dan sedih melihatnya,” ujar korban selamat Noor Kadir yang kini berada di penampungan pengungsi di Bangladesh. Kadir merupakan satu dari ribuan Rohingnya yang melarikan diri dari Myanmar.
Para pengungsi Rohingnya menolak pulang kenegara asalnya karena khawatir akan di bantai atau diperkosa meski Myanmar sedang menekan kesepakatan repatriasi dengan Bangladesh. Myanmar menganggap Rohingnya sebagai imigran pendatang dan tidak memberikan kewarganegaraan. Hal itu dikukuhkan dalam konstitusi.
Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi yang juga peraih Nobel Perdamaian (1991) menyatakan tidak ada pelanggaran hak asasi manusia (HAM), kekerasan, dan ketimpangan terhadap Rohingnya di Rakhine. Namun, organisasi HAM seperti Amnesty International dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meragukan klaim tersebut. (Muh Shamil)
Keberadaan kuburan massal ter sebut diungkap wartawan Associated Press setelah melakukan investigasi dan mewawan carai puluhan pengungsi Ro hingnya di Bangladesh. Sejumlah pengungsi bahkan menunjukkan video pascapenyerangan dalam ponsel mereka.
Seperti dilansir Yahoo! News, puluhan pengungsi Rohingnya yang hijrah ke Bangladesh sejak akhir 2016 menjadi saksi hidup kebenaran keberadaan kuburan massal itu. Mereka bahkan meyakini sebagian dari kuburan massal yang ada di Myanmar belum terungkap. Sebelumnya Pemerintah Myanmar hanya mengakui satu kuburan massal yang ada di Myanmar.
Mereka menyebut di da lam kuburan massal yang terletak di perkampungan Inn Din itu terdapat 10 jasad ”teroris”. Namun, penduduk yang berhasil menyelamatkan diri meng ungkapkan aparat militer me nyerang warga sipil. Seorang pengungsi bahkan menyaksikan, anak-anak dan warga lansia dibakar hidup-hidup.
Tragedi itu menjadi sepenggal kisah dari serangan pada Agustus 2017. Saat itu lebih dari 200 tentara menyerbu perkampungan Rohingnya dan menyiramkan zat asam ke wajah dan tangan korban sehingga tubuhnya tidak dapat diidentifikasi. Selain itu, beberapa tentara juga menggali kuburan massal dengan sekop.
”Saya melihat mayat-mayat bertumpukan. Saya merasa sangat pilu dan sedih melihatnya,” ujar korban selamat Noor Kadir yang kini berada di penampungan pengungsi di Bangladesh. Kadir merupakan satu dari ribuan Rohingnya yang melarikan diri dari Myanmar.
Para pengungsi Rohingnya menolak pulang kenegara asalnya karena khawatir akan di bantai atau diperkosa meski Myanmar sedang menekan kesepakatan repatriasi dengan Bangladesh. Myanmar menganggap Rohingnya sebagai imigran pendatang dan tidak memberikan kewarganegaraan. Hal itu dikukuhkan dalam konstitusi.
Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi yang juga peraih Nobel Perdamaian (1991) menyatakan tidak ada pelanggaran hak asasi manusia (HAM), kekerasan, dan ketimpangan terhadap Rohingnya di Rakhine. Namun, organisasi HAM seperti Amnesty International dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meragukan klaim tersebut. (Muh Shamil)
(nfl)