Muslimah India Jadi Imam Salat Jumat Bikin Heboh

Minggu, 28 Januari 2018 - 22:40 WIB
Muslimah India Jadi Imam Salat Jumat Bikin Heboh
Muslimah India Jadi Imam Salat Jumat Bikin Heboh
A A A
KERALA - Seorang muslimah di India bernama Jamida K, 34, memicu kehebohan komunitas muslim setempat setelah menjadi imam salat Jumat untuk pertama kalinya di Malappuram, Kerala. Aksinya telah memicu kecaman, terutama dari kaum fundamentalis yang menuduhnya menentang Islam.

”Saya menerima telepon dari komite masjid yang mengatakan bahwa saya telah menentang Islam. Di media sosial juga ada orang yang berbicara menentang saya, dengan mengklaim bahwa saya mencoba menghancurkan agama dan jalannya,” kata Jamida kepada TNM.

Dengan mengambil pandangan praktis mengenai masalah ini, dia bertanya; ”Tapi apakah akan berubah di masyarakat begitu mudah?”.

Pada hari Jumat lalu, Jamida, yang merupakan sekretaris umum Quran Sunnat Society (Masyarakat Quran Sunnah), memimpin salat yang diadakan di kantor Komite Sentral komunitas itu di Wandoor di Distrik Malappuram.

Jamida mengaku takut hidupnya terancam karena tindakannya dianggap menentang aturan, di mana wanita dilarang menjadi imam salat bagi jamaaah laki-laki.

”Quran Sunnat Society telah terlibat dalam beberapa gerakan termasuk yang menentang praktik talaq tiga yang primitif dan tidak adil. Saya telah menghadapi ancaman kematian di masa lalu karena memimpin kampanye tersebut dan saya yakin, langkah saya ini telah mengecewakan orang yang berkedudukan tinggi dan kuat. Mungkin mereka ingin menghapus saya dari muka bumi, tapi saya siap untuk itu,” ujar Jamida.

Jamida menunjukkan bahwa Alquran telah ditafsirkan untuk kenyamanan pria sehingga kaum pria bisa memegang senar kekuasaan dan mendiskriminasi wanita. Namun, kata Jamida, tidak ada teks suci yang melarang seorang wanita menjadi imam.

”Alquran tidak diskriminatif terhadap wanita, gagasan yang diajukan dalam teks adalah kesetaraan jender dan bukan diskriminasi. Sudahkah Anda melihat wanita memegang posisi di sebuah masjid? Tidak,” ujarnya, yang dilansir Minggu (28/1/2018).

“Selama bertahun-tahun, orang-orang yang memegang kekuasaan memperlakukan kita seperti itu dan membuat kita tetap bertahan sehingga bisa terus memerintah kita. Inilah mengapa para pengkhotbah Islam dalam debat televisi mengutuk apa yang saya lakukan, namun tidak dapat membuktikan bahwa tindakan saya bertentangan dengan Alquran. Justru karena memang tidak,” jelas Jamida.

Salat Jumat yang dia pimpin tidak diadakan di masjid, tapi di kantor masyarakat. Ketika ditanya tentang hal ini, Jamida berujar, "Seseorang tidak perlu pergi ke institusi keagamaan untuk berdoa. Mengapa kita harus memiliki tempat yang berdedikasi untuk melaksanakan doa kita? Akan memakan waktu lama sebelum wanita akan mulai memimpin salat di masjid, tapi hari itu akan tiba.”

Bagi Jamida, cendekiawan Amerika Serikat (AS) Amina Wadud, yang merupakan wanita Muslim pertama di dunia yang memimpin salat Jumat, adalah sumber inspirasi.

”Ketika saya menyimaknya, saya menyadari jenis perjuangan yang dia lakukan untuk melakukan apa yang dia lakukan. Hak voting untuk wanita di Amerika tidak diberikan pada suatu hari yang indah. Demikian pula, saya percaya bahwa setiap gerakan, setiap revolusi akan memakan waktu. Perubahan pasti akan datang, tapi itu hanya akan datang secara bertahap,” kata Jamida.

Jamaah salat Jumat yang diimami Jamida adalah jamaah campuran yang terdiri dari sekitar 50 pria dan wanita di kantor komite tersebut.

Quran Sunnat Society dibentuk oleh Chekannur Moulavi, seorang cendekiawan Muslim progresif yang hilang pada tahun 1993. Dia diyakini telah dibunuh oleh komunitas ortodoks.

Kelompok itu baru-baru ini meminta pelarangan buku Fath-ul-Mueen karya Sheik Sainuddin Makhum, yang tinggal di Ponnani pada abad ke-16. Menurut kelompok tersebut, buku yang menyebar di universitas-universitas di sejumlah negara Arab dan institusi keagamaan di India, telah berperan dalam menghasut pemuda Muslim untuk melakukan terorisme.

”Kami mengikuti Alquran. Ini membahas manusia sebagai pria dan wanita, dan tidak membedakan keduanya. Baik pria maupun wanita memiliki peran yang sama dalam agama,” ujar Jamida.

Dia mengatakan bahwa kelompoknya telah menantang praktik keagamaan yang didomainasi laki-laki. ”Kami akan melanjutkan praktik wanita memimpin salat saat memenuhi kenyamanan kami,” imbuh dia.

Sementara itu, sekretaris jenderal kelompok Yuvajana Sangham di India, Abdul Hameed Faizi Ambalakkadavy, mengatakan perempuan dapat memimpin salar untuk para perempuan, namun tidak ada tradisi bagi perempuan bertindak sebagai imam untuk kaum pria.

”Perempuan dilarang berbaur seperti itu untuk mencegah kemungkinan terjadi sesuatu yang salah di antara mereka,” ujarnya.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5018 seconds (0.1#10.140)