Eks Mata-mata Pembom Korean Air: Korut Gunakan Olimpiade sebagai Senjata

Rabu, 24 Januari 2018 - 06:56 WIB
Eks Mata-mata Pembom...
Eks Mata-mata Pembom Korean Air: Korut Gunakan Olimpiade sebagai Senjata
A A A
SEOUL - Kim Hyon-hui, mantan mata-mata Pyongyang yang meledakkan pesawat Korean Air 858 pada tahun 1987 meragunkan niat baik rezim Kim Jong-un untuk mengirim atletnya ke Olimpiade Musim Dingin di PyeongChang, Korea Selatan. Perempuan yang telah menewaskan ratusan orang ini menyebut Korea Utara (Korut) menggunakan Olimpiade sebagai senjata.

Kim Hyon-hui mengaku bahwa dia pernah ingin menyabot Olimpiade Musim Panas Seoul 1988. Selama jadi mata-mata Korut di era Kim Jong-il—ayah Kim Jong-un—perempuan itu mengklaim dicuci otaknya sehingga mempertaruhkan nyawa demi menjalankan misi keluarga penguasa Korut.

Menurut Kim Hyun-hui, rezim Pyongyang berusaha menjauhkan Korea Selatan dari sekutunya, Amerika Serikat (AS), dan akhirnya menyatukan kembali Semenanjung Korea di bawah pemerintahan Komunis.

”Korea Utara menggunakan Olimpiade sebagai senjata,” kata Kim Hyon-hui. ”(Rezim) ini mencoba melepaskan diri dari sanksi dengan cara bergandengan tangan dengan Korea Selatan, mencoba membebaskan diri dari isolasi internasional,” ujarnya, seperti dikutip NBC News, Rabu (24/1/2018).

Menurutnya, tim gabungan Olimpiade Korea sebagai aksi publisitas untuk Kim Jong-un.

Sejak menjabat pada bulan Mei tahun lalu, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in telah memperjelas tekadnya untuk melakukan pendekatan dengan Korea Utara, sebuah cara yang bertentangan dengan pemerintah Presiden Donald Trump.

Kim Hyun-hui adalah seorang mahasiswi berusia 19 tahun di Ibu Kota Korea Utara, Pyongyang, saat dia dipilih sebagai mata-mata rezim Kim Jong-il.

Dia berlatih bertahun-tahun sebelum misi pertamanya pada tahun 1987, yakni membawa bom ke sebuah pesawat penumpang Korea Selatan dan meledakkannya. Tujuannya adalah untuk meyakinkan dunia bahwa Korea Selatan terlalu berbahaya bagi negara-negara lain untuk mengirim atlet Olimpiade selanjutnya.

Saat berusia 25 tahun, Kim Hyun-hui pada 29 November 1987 menaiki pesawat Korean Air 858 di Baghdad. Dia memasukkan bomnya ke tempat pembuangan di atas pesawat Boeing tersebut, dan duduk di barisan bangku ke tujuh di samping ayahnya, yang juga seorang agen intelijen Korea Utara.

Dia dan ayahnya turun di Abu Dhabi sebelum pesawat berlanjut ke Seoul. Pesawat itu tidak pernah berhasil sampai ke Seoul karena meledak di Laut Andaman. Sebanyak 104 penumpang dan 11 kru pesawat tewas. Kebanyakan korban adalah warga Korea Selatan.

”Saya dicuci otak, sehingga menyerahkan hidup saya untuk menjalankan misi yang diperintahkan oleh keluarga Kim Jong-il adalah sebuah kehormatan. Jadi, saya mengambil misi tersebut untuk mengatakan bahwa pemboman tersebut akan membawa revolusi di Korea dan akan berkontribusi pada penyatuan kembali Korea,” katanya.

Kim Hyon-hui mengaku tidak ragu saat menjalankan misi pemboman tersebut.”Saat saya naik pesawat, saya berpikir, 'Ini adalah kondisi musuh’,” ujarnya menceritakan pengalamannya di masa lalu.

”Tapi kemudian, menempatkan bom itu, saya merasa gugup, cemas, takut tertangkap. Saya sempat berpikir sejenak bahwa semua orang di pesawat ini akan mati, tapi saya takut bahkan memiliki perasaan seperti itu. Saya tidak seharusnya memiliki perasaan seperti itu. Saya dilatih hanya untuk menerima perintah seperti robot. Saya mencoba menyingkirkan perasaan itu dengan berpikir bahwa demi penyatuan kembali (Korea), orang-orang ini harus dikorbankan.”
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1113 seconds (0.1#10.140)