Rusia dan China Desak Pembekuan Konfrontasi di Semenanjung Korea
A
A
A
MOSKOW - Pemerintah Rusia dan China mendesak pembekuan konfrontasi dan latihan perang di Semenanjung Korea. Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan, solusi militer untuk krisis Korea akan menimbulkan konsekuensi bencana.
Dalam konferensi pers tahunan, Senin (15/1/2018), Menlu Rusia ini membicarakan peta jalan (road map) rancangan Moskow-Beijing untuk sebuah resolusi mengenai krisis di Semenanjung Korea.
Kedua negara, kata Lavrov, meminta semua pihak untuk “menenangkan diri” dan membekukan semua aktivitas militer, termasuk tes rudal Korea Utara dan latihan perang AS, Korea Selatan dan Jepang di wilayah tersebut.
”Saya telah menyebutkan bahwa AS hampir secara terbuka berbicara tentang keniscayaan solusi militer, walaupun semua orang memahami konsekuensi bencana dari pertaruhan ini,” kata Lavrov, seperti dikutip Russia Today.
Ketika moratorium bilateral yang diserukan itu mulai berlaku, Rusia akan siap untuk secara aktif mendukung kontak langsung di antara semua pihak. Menurutnya, pertama-tama yang akan dibantu adalah dialog bilateral antara Pyongyang dan Washington.
Baca Juga: Militer AS Diam-diam Mempersiapkan Perang dengan Korut
Sementara itu, media AS; New York Times melaporkan bahwa Pentagon diam-diam mempersiapkan diri menghadapi perang dengan Korut yang mereka harapkan tidak akan pernah terjadi.
Di Fort Bragg di North Carolina bulan lalu, pasukan gabungan dari 48 helikopter Apache dan helikopter kargo Chinook berangkat dalam sebuah latihan militer. Latihan itu juga mencakup latihan tembakan artileri untuk menyerang target.
Dua hari kemudian, di langit Nevada, 119 tentara dari Divisi Lintas Udara ke-82 Angkatan Udara menerjunkan pasukan dengan pesawat kargo C-17 yang berada di bawah kegelapan dalam sebuah latihan yang mensimulasikan serbuan musuh.
Bulan depan, di pos-pos militer di seluruh AS, lebih dari 1.000 tentara cadangan akan mempraktikkan bagaimana mendirikan pusat-pusat mobilisasi yang memindahkan pasukan militer ke luar negeri dengan tergesa-gesa.
Tak hanya itu, mulai bulan depan di mana Olimpiade Musim Dingin digelar di Kota Pyeongchang, Korea Selatan, Pentagon berencana untuk mengirim lebih banyak pasukan Operasi Khusus ke Semenanjung Korea.
Rencana itu, menurut beberapa pejabat, sebagai sebuah langkah awal menuju formasi sebuah gugus tugas yang berbasis di Korea.
Strategi itu mirip dengan yang diterapkan AS saat sedang bertempur di Irak dan Suriah. Namun, beberapa pejabat lain mengatakan bahwa rencana tersebut sangat terkait dengan upaya kontraterorisme.
Di dunia militer Amerika—di mana perencanaan kontinjensi adalah “doktrin” tertanam di jiwa setiap petugas—gerakan tersebut seolah-olah merupakan bagian dari pelatihan standard Departemen Pertahanan dan rotasi pasukan. Tapi, ruang lingkup dan waktu latihan menunjukkan fokus baru untuk membuat militer AS bersiap menghadapi konflik dengan Korea Utara.
Dalam konferensi pers tahunan, Senin (15/1/2018), Menlu Rusia ini membicarakan peta jalan (road map) rancangan Moskow-Beijing untuk sebuah resolusi mengenai krisis di Semenanjung Korea.
Kedua negara, kata Lavrov, meminta semua pihak untuk “menenangkan diri” dan membekukan semua aktivitas militer, termasuk tes rudal Korea Utara dan latihan perang AS, Korea Selatan dan Jepang di wilayah tersebut.
”Saya telah menyebutkan bahwa AS hampir secara terbuka berbicara tentang keniscayaan solusi militer, walaupun semua orang memahami konsekuensi bencana dari pertaruhan ini,” kata Lavrov, seperti dikutip Russia Today.
Ketika moratorium bilateral yang diserukan itu mulai berlaku, Rusia akan siap untuk secara aktif mendukung kontak langsung di antara semua pihak. Menurutnya, pertama-tama yang akan dibantu adalah dialog bilateral antara Pyongyang dan Washington.
Baca Juga: Militer AS Diam-diam Mempersiapkan Perang dengan Korut
Sementara itu, media AS; New York Times melaporkan bahwa Pentagon diam-diam mempersiapkan diri menghadapi perang dengan Korut yang mereka harapkan tidak akan pernah terjadi.
Di Fort Bragg di North Carolina bulan lalu, pasukan gabungan dari 48 helikopter Apache dan helikopter kargo Chinook berangkat dalam sebuah latihan militer. Latihan itu juga mencakup latihan tembakan artileri untuk menyerang target.
Dua hari kemudian, di langit Nevada, 119 tentara dari Divisi Lintas Udara ke-82 Angkatan Udara menerjunkan pasukan dengan pesawat kargo C-17 yang berada di bawah kegelapan dalam sebuah latihan yang mensimulasikan serbuan musuh.
Bulan depan, di pos-pos militer di seluruh AS, lebih dari 1.000 tentara cadangan akan mempraktikkan bagaimana mendirikan pusat-pusat mobilisasi yang memindahkan pasukan militer ke luar negeri dengan tergesa-gesa.
Tak hanya itu, mulai bulan depan di mana Olimpiade Musim Dingin digelar di Kota Pyeongchang, Korea Selatan, Pentagon berencana untuk mengirim lebih banyak pasukan Operasi Khusus ke Semenanjung Korea.
Rencana itu, menurut beberapa pejabat, sebagai sebuah langkah awal menuju formasi sebuah gugus tugas yang berbasis di Korea.
Strategi itu mirip dengan yang diterapkan AS saat sedang bertempur di Irak dan Suriah. Namun, beberapa pejabat lain mengatakan bahwa rencana tersebut sangat terkait dengan upaya kontraterorisme.
Di dunia militer Amerika—di mana perencanaan kontinjensi adalah “doktrin” tertanam di jiwa setiap petugas—gerakan tersebut seolah-olah merupakan bagian dari pelatihan standard Departemen Pertahanan dan rotasi pasukan. Tapi, ruang lingkup dan waktu latihan menunjukkan fokus baru untuk membuat militer AS bersiap menghadapi konflik dengan Korea Utara.
(mas)