Tak Terkendali, Lab Luar Angkasa China Akan Jatuh pada Maret

Minggu, 07 Januari 2018 - 08:26 WIB
Tak Terkendali, Lab...
Tak Terkendali, Lab Luar Angkasa China Akan Jatuh pada Maret
A A A
HONG KONG - Kapabilitas luar angkasa China tercoreng. Stasiun ruang angkasa Tiangong-1 yang disebut sebagai simbol ambisi China untuk menjadi adidaya ruang angkasa dilaporkan hilang kendali dan akan jatuh ke Bumi pada akhir Maret.

Muncul kekhawatiran serpihan satelitnya bisa mengancam keselamatan manusia di Bumi. Lab berbobot 8,5 ton itu yang diluncurkan pada 2011 lalu sempat mengorbit di jalur orbit Bumi rendah, yakni 362 km dari permukaan Bumi. Tiangong-1 sempat akan diturunkan pada 2013, tetapi tidak jadi tanpa ada alasan jelas.

Sejauh ini belum ada penjelasan resmi dari Pemerintah China mengapa Tiang on g-1 bisa jatuh. Dugaan sementara karena kehabisan bahan bakar. Ketidakberesan Tiangong-1 awalnya sempat diketahui pelacak satelit amatir pada 2016 lalu. Beberapa bulan kemudian pemerintah mengonfirmasi satelitnya tersebut tidak bisa dikendalikan dan menyatakan akan menjatuhkannya pada akhir 2017.

Namun faktanya Tiangong-1 malah jatuh tak terkendali. Ahli astropsikis dari Harvard-Smithsonian Center, Jonathan McDowell, menilai insiden ini mencoreng ambisi China.

“Mereka akan merasa malu. Bahaya nyata terhadap manusia kecil. Namun dalam praktik internasional, objek besar seharusnya tidak jatuh dari langit dengan kondisi seperti ini,” ujar McDowell seperti dikutip CNN.

Saat jatuh sebagian stasiun ruang angkasa itu akan terbakar ketika memasuki atmosfer Bumi. Beberapa bagian diprediksi akan jatuh dan tenggelam ke dalam samudra. Namun McDowell khawatir serpihan yang lain akan jatuh di area padat penduduk sehingga me rusak bangunan. Hal ini belum pernah terjadi sejak 60 tahun silam.

Meski China memperkirakan Tiangong-1 akan terjatuh ke Bumi pada akhir Maret, cuaca di angkasa yang sulit diprediksi membuat di mana dan kapan lab itu akan terjatuh sulit dipastikan. McDowell menduga waktu paling cepat ialah pada akhir Februari dan sebagian ahli menduga lab itu akan jatuh di Inggris dan Kanada.

Meski masyarakat internasional waspada, sebagian besar orang tidak akan mampu menyadari kejatuhan Tiangong-1. “Satelit peringatan misil rahasia akan melihat suar besar dalam mode infra merah saat stasiun itu terbakar. Tapi informasi itu biasanya tidak akan disampaikan kepada masyarakat luas,” kata McDowell.

Joan Johnson-Freese, profesor Sekolah Perang Laut AS dan mantan Kepala Urusan Keamanan Nasional, memprediksi dalam skenario terburuk, serpihan itu menghantam area padat penduduk. Warga yang menyelidikinya akan terpapar sisa bahan bakar hydrazine yang beracun.

Zat hydrazine jika ter hirup dalam jangka pendek bisa menyebabkan batuk-batuk, iritasi pada tenggorkan dan paru-paru serta kejang-kejang. “China tentu berharap peristiwa ini tidak terjadi. Tapi pe ristiwa ini tidak akan mengancam rencana penerbangan ruang angkasa mereka,” katanya. Taingong-1 memiliki panjang 12 meter.

Penerusnya Tiangong-2 menyusul ke ruang angkasa pada 2016. Keduanya memegang peranan vital dalam menyukseskan stasiun permanen ruang angkasa seberat 20 ton yang akan diluncurkan China pada 2022. Misi besarnya ialah mengirimkan manusia ke bulan dan rover ke Mars. Tiangong-1 terakhir kali disinggahi astronot pada 2013.

“Awalnya Tiangong-1 akan dipulangkan ke Bumi, lebih tepatnya ke samudra. Namun merekacemasTiangong-2ti dak akan sukses masuk ke da lam orbit. Jadi mereka me mutuskan membiarkan Tiangong-1 di ruang angkasa sebagai back-up,” ungkap McDowell.

Namun China menegaskan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Mei, Taingong-1 berhenti berfungsi pada 16 Maret. Seorang profesor dari Universitas Central Florida, Roger Handberg, menduga Taingong-1 kehabisan bahan bakar. Enam bulan setelah Tiangong-1 offline, Taingong-2 masuk orbit.

Misi ruang angkasa China sejauh ini tidak pernah mengakibatkan insiden mematikan seperti peristiwa Challenger dan Columbia yang menewaskan 14 astronot AS. Pada 2007, China pernah menembak jatuh satu satelit cuaca hingga berkeping-keping dan membuat Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS) bermanuver.

Dalam traktat internasional, China dapat mengambil serpihan Tiangong-1 yang jatuh ke daratan dan bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi. Kongres AS pada 2011 menolak kontak bilateral dengan tim program ruang angkasa China atas alasan keamanan nasional.

Tapi program roket China tetap melaju pesat. Serpihan roket, satelit, atau stasiun ruang angkasa biasa terjatuh ke Bumi. Pada tahun lalu, 5 objek seberat 3 ton juga meleleh saat memasuki atmosfer. Stasiun ruang angkasa terbaru yang jatuh ke Bumi ialah stasiun ruang angkasa Mir milik Rusia pada 2001.

Sebagi an serpihan menembus atmosfer dan jatuh ke laut. Stasiun ruang angkasa pertama AS Skylab juga jatuh ke Bumi secara tidak terkendali pada 1979. Saat itu beberapa serpihan jatuh di area jarang penduduk di Australia. Meski tidak ada kerusakan, AS di denda USD400 karena nyampah. Lebih dari 5.400 metrik ton material ruang angkasa jatuh ke Bumi dalam 50 tahun terakhir. (Muh Shamil)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0860 seconds (0.1#10.140)