Menlu AS: Korut Harus Kembali ke Meja Perundingan!
A
A
A
NEW YORK - Sekretaris Negara atau Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Rex Tillerson mengulangi komentar yang dia buat sebelumnya bahwa Korea Utara (Korut) harus diberi jalan ke meja perundingan. Langkah diplomasi Tillerson ini terkesan bertentangan dengan sikap Presiden Donald Trump yang kerap mengisyaratkan opsi militer.
”Kebijakan Presiden tentang Korea Utara cukup jelas, dan sama sekali tidak perbedaan mencolok antara kebijakan presiden dan pengejaran kebijakan tersebut,” katanya usai rapat di Dewan Keamanan PBB, hari Jumat waktu New York.
“Dan presiden, saya kira, sangat jelas bahwa kita akan memimpin kampanye tekanan ini, kita akan menyatukan masyarakat internasional, dan kita akan terus menekan sebanyak yang kita bisa,” ujar Tillerson, seperti dikutip Reuters, Sabtu (16/12/2017).
Pada hari Selasa lalu, Tillerson mengatakan bahwa dia akan terbuka untuk berunding dengan Korea Utara kapan pun. Gedung Putih kemudian mengklarifikasi bahwa belum waktu yang tepat untuk berunding dengan rezim Pyongyang.
”Korea Utara harus kembali ke meja perundingan!,” kata Tillerson kepada para menteri luar negeri anggota DK PBB. ”Kampanye tekanan harus dan akan berlanjut sampai denuklirisasi tercapai, sementara itu, kita tetap menjaga agar saluran komunikasi tetap terbuka.”
Tillerson mencatat bahwa Presiden Trump telah menelepon Presiden China Xi dan memintanya untuk memotong pasokan minyak ke Korea Utara.
”Itu dimaksudkan untuk mengarah pada pembicaraan diplomatik,” katanya. ”Sementara itu, presiden sangat jelas: Secara militer, kita akan siap jika ada yang tidak beres. Dan militer kita siap.”
Komentar Tillerson muncul setelah Duta Besar Korea Utara PBB, Ja Song Nam, menegaskan bahwa Korut akan menjadi negara nuklir paling kuat di dunia.
Menurutnya, uji coba senjata nuklir negaranya pada bulan lalu adalah “peristiwa bulan November yang hebat". “(Korut) negara yang bertanggung jawab atas nuklir dan negara yang mencintai perdamaian,” ujarnya.
Dia menyebut forum pertemuan PBB merupakan rancangan Washington. ”Pertemuan PBB tidak lain adalah tindakan putus asa yang direncanakan oleh AS karena takut akan kekuatan republik kami yang luar biasa,” katanya.
”Kebijakan Presiden tentang Korea Utara cukup jelas, dan sama sekali tidak perbedaan mencolok antara kebijakan presiden dan pengejaran kebijakan tersebut,” katanya usai rapat di Dewan Keamanan PBB, hari Jumat waktu New York.
“Dan presiden, saya kira, sangat jelas bahwa kita akan memimpin kampanye tekanan ini, kita akan menyatukan masyarakat internasional, dan kita akan terus menekan sebanyak yang kita bisa,” ujar Tillerson, seperti dikutip Reuters, Sabtu (16/12/2017).
Pada hari Selasa lalu, Tillerson mengatakan bahwa dia akan terbuka untuk berunding dengan Korea Utara kapan pun. Gedung Putih kemudian mengklarifikasi bahwa belum waktu yang tepat untuk berunding dengan rezim Pyongyang.
”Korea Utara harus kembali ke meja perundingan!,” kata Tillerson kepada para menteri luar negeri anggota DK PBB. ”Kampanye tekanan harus dan akan berlanjut sampai denuklirisasi tercapai, sementara itu, kita tetap menjaga agar saluran komunikasi tetap terbuka.”
Tillerson mencatat bahwa Presiden Trump telah menelepon Presiden China Xi dan memintanya untuk memotong pasokan minyak ke Korea Utara.
”Itu dimaksudkan untuk mengarah pada pembicaraan diplomatik,” katanya. ”Sementara itu, presiden sangat jelas: Secara militer, kita akan siap jika ada yang tidak beres. Dan militer kita siap.”
Komentar Tillerson muncul setelah Duta Besar Korea Utara PBB, Ja Song Nam, menegaskan bahwa Korut akan menjadi negara nuklir paling kuat di dunia.
Menurutnya, uji coba senjata nuklir negaranya pada bulan lalu adalah “peristiwa bulan November yang hebat". “(Korut) negara yang bertanggung jawab atas nuklir dan negara yang mencintai perdamaian,” ujarnya.
Dia menyebut forum pertemuan PBB merupakan rancangan Washington. ”Pertemuan PBB tidak lain adalah tindakan putus asa yang direncanakan oleh AS karena takut akan kekuatan republik kami yang luar biasa,” katanya.
(mas)