WHO Beri Lampu Hijau Penggunaan Ganja untuk Pengobatan
A
A
A
JENEWA - Senyawa non-psikoaktif yang ditemukan dalam ganja medis telah diberi lampu hijau untuk digunakan dalam perawatan terapeutik. Hal itu tertuang dalam tinjauan organisasi kesehatan dunia, WHO.
WHO, yang memberikan panduan kepada negara-negara anggota PBB, mengatakan bukti terbaru menunjukkan cannabidiol (CBD) memberikan bantuan potensial untuk beberapa penyakit.
Marijuana atau ganja sebagai pengobatan yang layak untuk menghilangkan rasa sakit dan kondisi serius seperti epilepsi, penyakit Alzheimer dan Parkinson adalah topik yang terus berlanjut untuk diperdebatkan.
Pabrik ganja saat ini digolongkan sebagai obat kelas 1, zat yang dianggap memiliki potensi penyalahgunaan tinggi, dalam Konvensi Tunggal PBB tentang Narkotika 1961.
Namun dalam sebuah laporan pada hari Rabu, WHO menyatakan bahwa CBD, satu dari 113 cannabinoids yang ditemukan di pabrik ganja, tidak membawa risiko kesehatan dan tidak mungkin disalahgunakan.
CBD tidak memberikan 'rasa fly' seperti Tetrahydrocannabinol (THC), yang ditemukan di ganja rekreasi. Oleh karena itu WHO menyatakan CBD juga tidak mungkin menciptakan ketergantungan dan seharusnya bukan obat adiktif untuk peraturan pemerintah.
"Bukti baru-baru ini dari penelitian hewan dan manusia menunjukkan bahwa penggunaannya dapat memiliki nilai terapeutik untuk kejang karena epilepsi dan kondisi terkait," laporan tersebut menyatakan.
"Bukti saat ini juga menunjukkan bahwa cannabidiol tidak mungkin disalahgunakan atau menciptakan ketergantungan seperti cannabinoids lainnya (seperti Tetra Hydro Cannabinol, misalnya)," sambung laporan itu seperti dikutip dari Russia Today, Jumat (15/12/2017).
Tinjauan informasi CBD yang lebih lengkap akan berlangsung pada bulan Mei 2018.
Komite Ahli untuk Meninjau Ketergantungan Obat juga merekomendasikan agar carfentanil, opioid dikatakan 10.000 kali lebih kuat daripada morfin, dimasukkan ke dalam Obat Kelas I dan IV konvensi PBB mengenai obat-obatan terlarang.
Obat ini telah digunakan oleh para profesional veteriner untuk menenangkan hewan seperti gajah. Namun, WHO melaporkan kasus di mana opioid dicampur dengan heroin atau digunakan sebagai pengganti.
"Carfentanil dapat menghasilkan efek mematikan pada dosis sangat kecil yang setara dengan beberapa butiran garam, dan memiliki potensi penggunaan sebagai senjata kimia. Dengan demikian dapat sangat beracun dan telah dikaitkan dengan ratusan kematian dan intoksikasi, terutama di Amerika Utara," laporan WHO menambahkan.
WHO, yang memberikan panduan kepada negara-negara anggota PBB, mengatakan bukti terbaru menunjukkan cannabidiol (CBD) memberikan bantuan potensial untuk beberapa penyakit.
Marijuana atau ganja sebagai pengobatan yang layak untuk menghilangkan rasa sakit dan kondisi serius seperti epilepsi, penyakit Alzheimer dan Parkinson adalah topik yang terus berlanjut untuk diperdebatkan.
Pabrik ganja saat ini digolongkan sebagai obat kelas 1, zat yang dianggap memiliki potensi penyalahgunaan tinggi, dalam Konvensi Tunggal PBB tentang Narkotika 1961.
Namun dalam sebuah laporan pada hari Rabu, WHO menyatakan bahwa CBD, satu dari 113 cannabinoids yang ditemukan di pabrik ganja, tidak membawa risiko kesehatan dan tidak mungkin disalahgunakan.
CBD tidak memberikan 'rasa fly' seperti Tetrahydrocannabinol (THC), yang ditemukan di ganja rekreasi. Oleh karena itu WHO menyatakan CBD juga tidak mungkin menciptakan ketergantungan dan seharusnya bukan obat adiktif untuk peraturan pemerintah.
"Bukti baru-baru ini dari penelitian hewan dan manusia menunjukkan bahwa penggunaannya dapat memiliki nilai terapeutik untuk kejang karena epilepsi dan kondisi terkait," laporan tersebut menyatakan.
"Bukti saat ini juga menunjukkan bahwa cannabidiol tidak mungkin disalahgunakan atau menciptakan ketergantungan seperti cannabinoids lainnya (seperti Tetra Hydro Cannabinol, misalnya)," sambung laporan itu seperti dikutip dari Russia Today, Jumat (15/12/2017).
Tinjauan informasi CBD yang lebih lengkap akan berlangsung pada bulan Mei 2018.
Komite Ahli untuk Meninjau Ketergantungan Obat juga merekomendasikan agar carfentanil, opioid dikatakan 10.000 kali lebih kuat daripada morfin, dimasukkan ke dalam Obat Kelas I dan IV konvensi PBB mengenai obat-obatan terlarang.
Obat ini telah digunakan oleh para profesional veteriner untuk menenangkan hewan seperti gajah. Namun, WHO melaporkan kasus di mana opioid dicampur dengan heroin atau digunakan sebagai pengganti.
"Carfentanil dapat menghasilkan efek mematikan pada dosis sangat kecil yang setara dengan beberapa butiran garam, dan memiliki potensi penggunaan sebagai senjata kimia. Dengan demikian dapat sangat beracun dan telah dikaitkan dengan ratusan kematian dan intoksikasi, terutama di Amerika Utara," laporan WHO menambahkan.
(ian)