Beri Dukungan, Macron Prancis Berkunjung ke Arab Saudi
A
A
A
RIYADH - Presiden Prancis Emmanuel Macron menggelar kunjungan mendadak ke Arab Saudi di tengah peningkatan ketegangan antara Riyadh dan Iran terkait konflik Libanon dan Yaman. Dia juga secara khusus bertemu dengan Putra Mahkota Saudi Pangeran Mohammed bin Salman.
Macron yang terbang dari lawatan di Uni Emirat Arab (UEA) awalnya menolak mendiskusikan serangkaian penangkapan ratusan orang, termasuk puluhan pangeran dan mantan pejabat, serta pengusaha. Namun, dia menegaskan kunjungannya tersebut untuk bekerja sama dengan Saudi agar mewujudkan stabilitas kawasan.
Pangeran Mohammed dan Macron menggelar percakapan tatap muka dengan beberapa fokus isu regional. “Mereka berdiskusi tentang Yaman dan Lebanon. Keduanya fokus untuk menjaga stabilitas di kawasan,” kata Macron setelah pertemuan tersebut dilansir Reuters.
Sebelumnya, Libanon menuding Riyadh menahan Perdana Menteri (PM) Saad al-Hariri dan memintanya untuk mengundurkan diri. Namun, Saudi membantah kalau Hariri menjalani tahanan rumah. Hariri sendiri juga mengungkapkan dirinya tidak dibatasi pergerakannya selama di Saudi.
Prancis memiliki kedekatan dengan Libanon yang merupakan bekas jajahannya. Hariri sendiri memiliki rumah di Prancis serta pernah tinggal di Prancis selama beberapa tahun. Macron sebelumnya mengungkapkan telah menghubungi Hariri secara informal, tapi tidak ada permintaan suaka.
“Macron dan Pangeran Mohammed juga membahas situasi di Libanon menyusul mengundurkan diri PM Hariri,” demikian keterangan kantor Presiden Prancis. “Presiden Macron menegaskan kepentingan Prancis untuk menjamin stabilitas, keamanan, kedaulatan, dan integritas Libanon,” ucapnya.
Dalam beberapa tahun terakhir Prancis memang menjalin hubungan erat dengan negara-negara Arab. Selain itu, Macron juga ingin menjalin kedekatan dengan Iran. Pada saat yang bersamaan, Pangeran Mohammed juga mendekatkan diri dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Di Yaman, koalisi militer pimpinan Saudi memerangi kelompok Houthi yang didukung penuh Teheran. Saudi sudah menutup segala akses baik udara, laut, dan darat untuk menghindari pasokan senjata dari Iran. Padahal, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan aksi Saudi itu bisa memicu kelaparan terbesar di Yaman.
Tentang Iran, Macron berulang kali mengungkapkan ini tetap mempertahankan kesepakatan nuklir 2015, di mana Trump menolak kesepakatan tersebut. Macron mengungkapkan sangat memberikan perhatian, khusus kepada program misil Iran. Apalagi, tembakan misil dari Yaman dan dicegat Saudi memicu kemungkinan prospek keterlibatan Iran dalam serangan tersebut.
“Perlunya perhatian tentang Iran. Ada negosiasi yang kita butuhkan untuk membahas misil balistik Iran,” ujar Macron. “Seperti apa yang dilakukan pada 2015, dibutuhkan pula untuk membuka akses aktivitas balistik milik Iran. Jika sanksi dibutuhkan, proses negosiasi harus dilaksanakan,” paparnya.
Iran membantah menyediakan misil balistik ke pemberontak Houthi di Yaman. Teheran menegaskan bahwa program misilnya murni untuk defensif dan tidak dikaitkan dengan kesepakatan nuklir. “Kita membutuhkan dialog yang jujur,” tandasnya.
Sementara dari Beirut, Presiden Libanon Michel Aoun mengatakan kepada utusan Saudi agar mengembalikan Saad al-Hariri ke Libanon secepatnya. Otoritas Libanon sangat percaya kalau Hariri di tahan di Saudi. Namun, Riyadh menegaskan bahwa Hariri yang dikenal sebagai sekutu Saudi merupakan orang bebas dan bisa melakukan apa pun.
Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengungkapkan stabilitas Libanon menjadi perhatian utamanya. Namun, dia tidak percaya kalau Riyadh menangkap Hariri. “Sejauh yang kita tahun, kita pikir Hariri sangat bebas bergerak. Yang terpenting, dia membuat pilihannya sendiri,” ucapnya.
Hal senada juga diungkapkan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Jerman. Mereka menyatakan tidak ada bukti kalau Hariri ditahan di Saudi. Berlin percaya kalau PM Libanon yang mengundurkan diri pekan lalu itu mendapatkan kebebasan bergerak. (Andika Hendra M).
Macron yang terbang dari lawatan di Uni Emirat Arab (UEA) awalnya menolak mendiskusikan serangkaian penangkapan ratusan orang, termasuk puluhan pangeran dan mantan pejabat, serta pengusaha. Namun, dia menegaskan kunjungannya tersebut untuk bekerja sama dengan Saudi agar mewujudkan stabilitas kawasan.
Pangeran Mohammed dan Macron menggelar percakapan tatap muka dengan beberapa fokus isu regional. “Mereka berdiskusi tentang Yaman dan Lebanon. Keduanya fokus untuk menjaga stabilitas di kawasan,” kata Macron setelah pertemuan tersebut dilansir Reuters.
Sebelumnya, Libanon menuding Riyadh menahan Perdana Menteri (PM) Saad al-Hariri dan memintanya untuk mengundurkan diri. Namun, Saudi membantah kalau Hariri menjalani tahanan rumah. Hariri sendiri juga mengungkapkan dirinya tidak dibatasi pergerakannya selama di Saudi.
Prancis memiliki kedekatan dengan Libanon yang merupakan bekas jajahannya. Hariri sendiri memiliki rumah di Prancis serta pernah tinggal di Prancis selama beberapa tahun. Macron sebelumnya mengungkapkan telah menghubungi Hariri secara informal, tapi tidak ada permintaan suaka.
“Macron dan Pangeran Mohammed juga membahas situasi di Libanon menyusul mengundurkan diri PM Hariri,” demikian keterangan kantor Presiden Prancis. “Presiden Macron menegaskan kepentingan Prancis untuk menjamin stabilitas, keamanan, kedaulatan, dan integritas Libanon,” ucapnya.
Dalam beberapa tahun terakhir Prancis memang menjalin hubungan erat dengan negara-negara Arab. Selain itu, Macron juga ingin menjalin kedekatan dengan Iran. Pada saat yang bersamaan, Pangeran Mohammed juga mendekatkan diri dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Di Yaman, koalisi militer pimpinan Saudi memerangi kelompok Houthi yang didukung penuh Teheran. Saudi sudah menutup segala akses baik udara, laut, dan darat untuk menghindari pasokan senjata dari Iran. Padahal, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan aksi Saudi itu bisa memicu kelaparan terbesar di Yaman.
Tentang Iran, Macron berulang kali mengungkapkan ini tetap mempertahankan kesepakatan nuklir 2015, di mana Trump menolak kesepakatan tersebut. Macron mengungkapkan sangat memberikan perhatian, khusus kepada program misil Iran. Apalagi, tembakan misil dari Yaman dan dicegat Saudi memicu kemungkinan prospek keterlibatan Iran dalam serangan tersebut.
“Perlunya perhatian tentang Iran. Ada negosiasi yang kita butuhkan untuk membahas misil balistik Iran,” ujar Macron. “Seperti apa yang dilakukan pada 2015, dibutuhkan pula untuk membuka akses aktivitas balistik milik Iran. Jika sanksi dibutuhkan, proses negosiasi harus dilaksanakan,” paparnya.
Iran membantah menyediakan misil balistik ke pemberontak Houthi di Yaman. Teheran menegaskan bahwa program misilnya murni untuk defensif dan tidak dikaitkan dengan kesepakatan nuklir. “Kita membutuhkan dialog yang jujur,” tandasnya.
Sementara dari Beirut, Presiden Libanon Michel Aoun mengatakan kepada utusan Saudi agar mengembalikan Saad al-Hariri ke Libanon secepatnya. Otoritas Libanon sangat percaya kalau Hariri di tahan di Saudi. Namun, Riyadh menegaskan bahwa Hariri yang dikenal sebagai sekutu Saudi merupakan orang bebas dan bisa melakukan apa pun.
Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengungkapkan stabilitas Libanon menjadi perhatian utamanya. Namun, dia tidak percaya kalau Riyadh menangkap Hariri. “Sejauh yang kita tahun, kita pikir Hariri sangat bebas bergerak. Yang terpenting, dia membuat pilihannya sendiri,” ucapnya.
Hal senada juga diungkapkan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Jerman. Mereka menyatakan tidak ada bukti kalau Hariri ditahan di Saudi. Berlin percaya kalau PM Libanon yang mengundurkan diri pekan lalu itu mendapatkan kebebasan bergerak. (Andika Hendra M).
(nfl)