Setelah Setengah Abad, Raja Maroko Kembali Kunjungi Indonesia
A
A
A
RABAT - Pemimpin Maroko, Raja Mohammed VI dipastikan akan melakukan kunjungan ke Indonesia pada bulan depan. Ini akan menjadi kunjungan pertama Raja Maroko ke Indonesia dalam kurun waktu 50 tahun terakhir.
Kepastian akan adanya kunjungan ini didapat saat terjadi pertemuan antara Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia A.M. Fachir dengan Menteri Luar Negeri Maroko, Nasser Bourita di ibukota Maroko, Rabat.
Menurut keterangan pers Kementerian Luar Negeri Indonesia yang diterima Sindonews pada Minggu (5/11), Raja Mohammed VI akan berkunjung ke Indonesia untuk memenuhi undangan Presiden Indonesia Joko Widodo, untuk berbicara dalam acara Bali Democracy Forum (BDF) X, yang akan berlangsung pada awal Desember mendatang.
“Rencana kunjungan tersebut akan menjadi bersejarah karena merupakan kali pertamanya kunjungan Raja Maroko ke Indonesia,”kata Bourita. Dia lalu mengharapkan kedua negara menyiapkan rencana kunjungan tersebut agar dapat menghasilkan deliverables yang konkret.
Sementara itu, Fachir dalam kesempatan itu menuturkan pentingnya bagi negara-negara muslim untuk berbagi pengalaman dalam mengelola demokrasi yg bersifat home-grown dan berdasarkan nilai Islam yang luhur. Karenanya, Fachirmendorong kehadiran Raja Maroko pada BDF X sebagai momentum untuk menggaungkan kesuksesan Raja dalam mengelola aspirasi rakyat dan memajukan demokrasi di Maroko.
"Indonesia mengundang Maroko sebagai salah satu negara yang mampu menunjukkan keharmonisan dalam Islam dan Demokrasi," ungkap mantan Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi itu.
Dalam pertemuan tersebut, keduanya juga turut membahas mengenai perkembangan hubungan bilateral antara kedua negara. Fachir menyampaikan Indonesia dan Maroko memiliki hubungan yang baik, dan hubungan harmonis tersebut perlu diterjemahkan dalam kerja sama dan kesepakatan di berbagai bidang, yang berorientasi kepada kebutuhan rakyat kedua negara.
"Beberapa bidang yang perlu mendapat penekanan antara lain kerja sama keamanan, perdagangan, serta keagamaan," ungkapnya.
Khusus di bidang ekonomi, Fachir dan Bourita sepakat untuk mendorong perundingan Preferential Trade Agreement untuk meningkatkan nilai perdagangan kedua negara. Sejauh ini teridentifikasi salah satu kendala perdagangan disebabkan tarif bea masuk impor yang tinggi. Tercatat total nilai perdagangan tahun 2016 sebesar USD 157 juta, dengan surplus bagi Indonesia sejumlah USD 33 juta.
Kepastian akan adanya kunjungan ini didapat saat terjadi pertemuan antara Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia A.M. Fachir dengan Menteri Luar Negeri Maroko, Nasser Bourita di ibukota Maroko, Rabat.
Menurut keterangan pers Kementerian Luar Negeri Indonesia yang diterima Sindonews pada Minggu (5/11), Raja Mohammed VI akan berkunjung ke Indonesia untuk memenuhi undangan Presiden Indonesia Joko Widodo, untuk berbicara dalam acara Bali Democracy Forum (BDF) X, yang akan berlangsung pada awal Desember mendatang.
“Rencana kunjungan tersebut akan menjadi bersejarah karena merupakan kali pertamanya kunjungan Raja Maroko ke Indonesia,”kata Bourita. Dia lalu mengharapkan kedua negara menyiapkan rencana kunjungan tersebut agar dapat menghasilkan deliverables yang konkret.
Sementara itu, Fachir dalam kesempatan itu menuturkan pentingnya bagi negara-negara muslim untuk berbagi pengalaman dalam mengelola demokrasi yg bersifat home-grown dan berdasarkan nilai Islam yang luhur. Karenanya, Fachirmendorong kehadiran Raja Maroko pada BDF X sebagai momentum untuk menggaungkan kesuksesan Raja dalam mengelola aspirasi rakyat dan memajukan demokrasi di Maroko.
"Indonesia mengundang Maroko sebagai salah satu negara yang mampu menunjukkan keharmonisan dalam Islam dan Demokrasi," ungkap mantan Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi itu.
Dalam pertemuan tersebut, keduanya juga turut membahas mengenai perkembangan hubungan bilateral antara kedua negara. Fachir menyampaikan Indonesia dan Maroko memiliki hubungan yang baik, dan hubungan harmonis tersebut perlu diterjemahkan dalam kerja sama dan kesepakatan di berbagai bidang, yang berorientasi kepada kebutuhan rakyat kedua negara.
"Beberapa bidang yang perlu mendapat penekanan antara lain kerja sama keamanan, perdagangan, serta keagamaan," ungkapnya.
Khusus di bidang ekonomi, Fachir dan Bourita sepakat untuk mendorong perundingan Preferential Trade Agreement untuk meningkatkan nilai perdagangan kedua negara. Sejauh ini teridentifikasi salah satu kendala perdagangan disebabkan tarif bea masuk impor yang tinggi. Tercatat total nilai perdagangan tahun 2016 sebesar USD 157 juta, dengan surplus bagi Indonesia sejumlah USD 33 juta.
(esn)