Senator Demokrat Kenalkan RUU Pencegah Trump Mengebom Nuklir Korut
A
A
A
WASHINGTON - Para senator Partai Demokrat Amerika Serikat (AS) resmi memperkenalkan rancangan undang-undang (RUU) yang berfungsi untuk mencegah Presiden Donald Trump meluncurkan serangan bom nuklir terhadap Korea Utara (Korut). RUU diperkenalkan hari Selasa, menjelang lawatan Trump ke Asia.
Produk konstitusi itu nantinya tak hanya mencegah presiden AS meluncurkan serangan, tapi juga mencegah pengeluaran dana untuk perang, tanpa persetujuan Kongres. Kendati demikian, persetujuan seperti itu tidak berlaku jika Korea Utara yang pertama kali menyerang Amerika Serikat.
CIA sudah memperingatkan bahwa rezim Kim Jong-un yang berkuasa di Korea Utara hanya butuh beberapa bulan lagi untuk mengembangkan kemampuannya guna menyerang daratan AS dengan senjata nuklir. Tapi, pemerintah Trump berjanji untuk mencegahnya.
”Saya khawatir bahwa antusiasme presiden tidak akan diperiksa oleh para penasihat di sekitarnya,” kata Senator Partai Demokrat, Chris Murphy, sponsor utama RUU tersebut kepada wartawan dalam sebuah konferensi telepon, yang dilansir Reuters, Rabu (1/11/2017).
Beberapa politisi Partai Republik juga menyatakan keprihatinannya terhadap retorika Trump. Namun, tidak ada yang mensponsori RUU tersebut. Ada tujuh senator Demokrat yang mendukung rancangan konstitusi itu. Senator lain dari kubu independen, Bernie Sanders, juga mendukung.
Partai Republik saat ini menguasai mayoritas di Senat dan Kongres AS. Namun, tidak ada indikasi bahwa pemimpin kongres mengizinkan pemungutan suara untuk meloloskan RUU itu. Langkah serupa pernah diusulkan awal tahun ini, tapi gagal.
”Saya memiliki keyakinan bahwa jika ini sampai pada pemungutan suara di lantai Senat, itu akan menang,” kata Murphy.
Para anggota parlemen juga telah mencoba untuk mengambil kembali kontrol yang lebih besar atas kebijakan luar negeri dari Gedung Putih.
Kongres pernah mengeluarkan sebuah undang-undang pada bulan Juli yang melarang presiden Trump mencabut sanksi terhadap Rusia tanpa persetujuan dari pembuat undang-undang. UU tersebut sukses membuat Presiden Trump tak berdaya. Padahal dia sejak awal ingin membangun hubungan baik dengan Moskow.
Dalam sidang Senat pada Senin lalu, Menteri Luar Negeri Rex Tillerson dan Menteri Pertahanan James Mattis mengatakan bahwa Trump tidak memiliki wewenang untuk menggunakan kekuatan untuk melawan Korea Utara tanpa ada ancaman yang akan segera terjadi. Hanya saja, kedua menteri itu tidak mendefinisikan ancaman apa yang dimaksud.
Produk konstitusi itu nantinya tak hanya mencegah presiden AS meluncurkan serangan, tapi juga mencegah pengeluaran dana untuk perang, tanpa persetujuan Kongres. Kendati demikian, persetujuan seperti itu tidak berlaku jika Korea Utara yang pertama kali menyerang Amerika Serikat.
CIA sudah memperingatkan bahwa rezim Kim Jong-un yang berkuasa di Korea Utara hanya butuh beberapa bulan lagi untuk mengembangkan kemampuannya guna menyerang daratan AS dengan senjata nuklir. Tapi, pemerintah Trump berjanji untuk mencegahnya.
”Saya khawatir bahwa antusiasme presiden tidak akan diperiksa oleh para penasihat di sekitarnya,” kata Senator Partai Demokrat, Chris Murphy, sponsor utama RUU tersebut kepada wartawan dalam sebuah konferensi telepon, yang dilansir Reuters, Rabu (1/11/2017).
Beberapa politisi Partai Republik juga menyatakan keprihatinannya terhadap retorika Trump. Namun, tidak ada yang mensponsori RUU tersebut. Ada tujuh senator Demokrat yang mendukung rancangan konstitusi itu. Senator lain dari kubu independen, Bernie Sanders, juga mendukung.
Partai Republik saat ini menguasai mayoritas di Senat dan Kongres AS. Namun, tidak ada indikasi bahwa pemimpin kongres mengizinkan pemungutan suara untuk meloloskan RUU itu. Langkah serupa pernah diusulkan awal tahun ini, tapi gagal.
”Saya memiliki keyakinan bahwa jika ini sampai pada pemungutan suara di lantai Senat, itu akan menang,” kata Murphy.
Para anggota parlemen juga telah mencoba untuk mengambil kembali kontrol yang lebih besar atas kebijakan luar negeri dari Gedung Putih.
Kongres pernah mengeluarkan sebuah undang-undang pada bulan Juli yang melarang presiden Trump mencabut sanksi terhadap Rusia tanpa persetujuan dari pembuat undang-undang. UU tersebut sukses membuat Presiden Trump tak berdaya. Padahal dia sejak awal ingin membangun hubungan baik dengan Moskow.
Dalam sidang Senat pada Senin lalu, Menteri Luar Negeri Rex Tillerson dan Menteri Pertahanan James Mattis mengatakan bahwa Trump tidak memiliki wewenang untuk menggunakan kekuatan untuk melawan Korea Utara tanpa ada ancaman yang akan segera terjadi. Hanya saja, kedua menteri itu tidak mendefinisikan ancaman apa yang dimaksud.
(mas)