Biksu Budha Serbu Tempat Penampungan Pengungsi PBB untuk Rohingya
A
A
A
KOLOMBO - Sejumlah biksu Budha menyerbu sebuah tempat perlindungan Muslim Rohingya di Sri Lanka yang dioperasionalkan oleh PBB. Mereka menuntut agar para pengungsi dikirim kembali ke Myanmar di mana mereka telah melarikan diri dari aksi kekerasan militer.
Para pengikut filosofi Budha, yang menyerukan pencarian kedamaian dan cinta itu, memimpin aksi demonstrasi yang diikuti puluhan orang di sebuah rumah Mount Lavinia, di pinggiran Ibu Kota Kolombo.
"Polisi menahan sekitar 30 orang Muslim Rohingya - termasuk 16 anak - untuk keamanan mereka sendiri karena ada rencana untuk memindahkan kelompok tersebut ke lokasi lain," kata beberapa pejabat seperti dikutip dari laman Independent, Jumat (29/9/2017).
Gerakan Nasional Sinhala yang keras telah turun ke jalan untuk mendukung rekan-rekan Budha mereka di Myanmar, di mana agama tersebut merupakan agama mayoritas.
Para aktivis membawa spanduk, dengan satu dalam bahasa Inggris yang berbunyi: "Semua teroris bukan Muslim tapi kebanyakan teroris adalah Muslim."
Sebuah video klip di Facebook juga menunjukkan bahwa para pemrotes meneriakkan bahwa orang-orang Rohingya adalah "teroris yang membunuh umat Budha" di Myanmar.
Lebih dari 400 ribu Muslim Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine. Aksi kekerasan militer meletus di wilayah itu setelah serangan gerilyawan oleh kelompok minoritas terhadap pasukan keamanan.
Pecahnya kekerasan di Rohingya terjadi setelah puluhan tahun mengalami penganiayaan dari orang-orang di Myanmar. Mereka tidak diizinkan untuk bergerak bebas dan ditolak kewarganegaraannya. Namun pihak berwenang mengklaim mereka penduduk asli negara tetangga Bangladesh yang secara ilegal menetap di Birma.
Lebih dari 1.000 orang tewas di tengah eksodus massal Rohingya dari negara bagian Rakhine, kata badan bantuan, melarikan diri dari militer yang dilaporkan membakar mereka dari desa mereka.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Zeid Ra'ad Al Hussein menggambarkannya sebagai "contoh teks book tentang pembersihan etnis".
Pejabat di Myanmar mengatakan bahwa lebih dari 100 orang terbunuh setelah kelompok gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) menyerang pos terdepan polisi di daerah yang dilanda konflik tersebut.
Analis internasional telah meminta badan luar seperti PBB untuk menemukan solusi atas krisis tersebut.
Para pengikut filosofi Budha, yang menyerukan pencarian kedamaian dan cinta itu, memimpin aksi demonstrasi yang diikuti puluhan orang di sebuah rumah Mount Lavinia, di pinggiran Ibu Kota Kolombo.
"Polisi menahan sekitar 30 orang Muslim Rohingya - termasuk 16 anak - untuk keamanan mereka sendiri karena ada rencana untuk memindahkan kelompok tersebut ke lokasi lain," kata beberapa pejabat seperti dikutip dari laman Independent, Jumat (29/9/2017).
Gerakan Nasional Sinhala yang keras telah turun ke jalan untuk mendukung rekan-rekan Budha mereka di Myanmar, di mana agama tersebut merupakan agama mayoritas.
Para aktivis membawa spanduk, dengan satu dalam bahasa Inggris yang berbunyi: "Semua teroris bukan Muslim tapi kebanyakan teroris adalah Muslim."
Sebuah video klip di Facebook juga menunjukkan bahwa para pemrotes meneriakkan bahwa orang-orang Rohingya adalah "teroris yang membunuh umat Budha" di Myanmar.
Lebih dari 400 ribu Muslim Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine. Aksi kekerasan militer meletus di wilayah itu setelah serangan gerilyawan oleh kelompok minoritas terhadap pasukan keamanan.
Pecahnya kekerasan di Rohingya terjadi setelah puluhan tahun mengalami penganiayaan dari orang-orang di Myanmar. Mereka tidak diizinkan untuk bergerak bebas dan ditolak kewarganegaraannya. Namun pihak berwenang mengklaim mereka penduduk asli negara tetangga Bangladesh yang secara ilegal menetap di Birma.
Lebih dari 1.000 orang tewas di tengah eksodus massal Rohingya dari negara bagian Rakhine, kata badan bantuan, melarikan diri dari militer yang dilaporkan membakar mereka dari desa mereka.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Zeid Ra'ad Al Hussein menggambarkannya sebagai "contoh teks book tentang pembersihan etnis".
Pejabat di Myanmar mengatakan bahwa lebih dari 100 orang terbunuh setelah kelompok gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) menyerang pos terdepan polisi di daerah yang dilanda konflik tersebut.
Analis internasional telah meminta badan luar seperti PBB untuk menemukan solusi atas krisis tersebut.
(ian)