Pemerkosaan Massal Wanita Rohingya Dilakukan Secara Sistematis

Senin, 25 September 2017 - 10:57 WIB
Pemerkosaan Massal Wanita...
Pemerkosaan Massal Wanita Rohingya Dilakukan Secara Sistematis
A A A
COX’S BAZAR - Para dokter Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan para pengungsi perempuan Rohingya menjadi korban pemerkosaan massal yang dilakukan tentara Myanmar. Pemerkosaan ini dilakukan secara sistematis yang bertujuan mengusir warga etnis Rohingya.

Reuters berbicara dengan delapan pekerja kesehatan di Cox’s Bazar, Bangladesh, yang merawat lebih dari 25 perempuan korban pemerkosaan sejak Agustus lalu. Mereka mengungkapkan para korban pemerkosaan juga menceritakan kalau tentara Myanmar bertindak kejam memerkosa para perempuan Rohingya.

Kemudian,para dokter di klinik yang dikelola Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) di Leda, Bangladesh, juga merawat ratusan perempuan Rohingya korban pemerkosaan. "Tentara Myanmar sepertinya melakukan tindakan agresif terhadap terhadap perempuan," ujar Niranta Kumar, koordinator kesehatan klinik di Leda, Bangladesh.

Para dokter di Leda menunjukkan dokumen medis kepada Reuters tentang seorang perempuan berusia 20 tahun yang diperkosa tentara di Myanmar. Perempuan itu dirawat sejak 10 September lalu. "Tentara menarik rambutnya dan menggunakan senapan untuk memukulnya sebelum akhirnya diperkosa," demikian bunyi laporan medis tersebut.

Dokter juga menemukan banyak luka di bagian organ intim korban pemerkosaan. "Itu menunjukkan kalau perempuan Rohingya dipaksa dan diperlakukan tidak manusiawi," ujar petugas medis IOM Tasnuba Nourin.

Kemudian, lima perempuan pengungsi Rohingya yang baru datang juga melaporkan diri sebagai korban pemerkosaan. Mereka mengalami luka fisik yang dialami banyak korban lainnya.

Di klinik milik Pemerintah Bangladesh yang didukung lembaga PBB di Ukhia juga merawat 19 perempuan korban pemerkosaan. "Bukti pemerkosaan adalah luka gigitan, luka di organ intim, dan pengakuan pengungsi," ujar Misbah Uddin Ahmed, dokter yang bertugas di klinik. Dia menuding kalau pelaku pemerkosaan adalah tentara Myanmar.

Sementara itu, Myanmar membantah tudingan tersebut. Mereka menganggap tuduhan tersebut sebagai upaya untuk memojokkan upaya. Juru bicara pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi mengungkapkan, otoritas akan menginvestigasi tuduhan tersebut. "Korban pemerkosaan seharusnya datang ke kita," ucapnya. Dia akan menjamin keamanan para korban. "Kita akan menyelidiki dan kita akan bertindak," janjinya. (Baca Juga: Myanmar: Wanita Rohingya yang Diperkosa Tentara Harusnya Laporan kepada Kami)

Suu Kyi sendiri tidak berkomentar mengenai sejumlah tuduhan pemerkosaan yang dilakukan prajurit terhadap perempuan Rohingya. Kekerasan seksual menjadi ancaman perempuan Rohingya menyusul kekerasan yang berlangsung sejak 25 Agustus lalu. Itu juga menjadi penyebab warga Rohingya memilih untuk mengungsi untuk menghindari tindakan keji tersebut.

Sementara itu, kepala badan pengungsi PBB Filippo Grandi mengaku terkejut dengan "kekerasan yang mengerikan" terhadap pengungsi Rohingya. Dia mengungkapkan penderitaan pengungsi semakih parah ketika kebutuhan hidup mereka juga tidak terpenuhi.

"Saya begitu terkejut dengan ketakutan yang dialami para pengungsi," ungkap Grandi, Ketua Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi. Dia menemui pengungsi di kamp pengungsi Kutapalong, Bangladesh. "Orang tua terbunuh, keluarga terpisah, banyak korban terluka, trauma perempuan yang diperkosa," ungkap Grandi. Dia mengungkapkan banyak cerita kekerasan yang telah terjadi. "Butuh waktu lama untuk menyembuhkan luka dibandingkan memenuhi kebutuhan hidup mereka," ujarnya.

Banyaknya jumlah pengungsi menyebabkan ratusan ribu pengungsi Rohingya harus tinggal di kamp pengungsian yang sangat memprihatinkan. Lembaga kemanusiaan juga harus berjuang keras untuk memberikan bantuan makanan dan membangun tenda pengungsian. Para pekerja kesehatan juga harus mencegah penyebaran penyakit.

Pejabat senior PBB memperkirakan dibutuhkan dana senilai USD200 juta untuk para pengungsi Rohongya selama enam bulan ke depan. Para pekerja kemanusiaan mengkhawatirkan krisis kemanusiaan yang lebih parah akan terjadi di Rakhine. Pasalnya, Myanmar membatasi akses kemanusiaan ke wilayah konflik tersebut.

Rohingya merupakan etnis minoritas di Myanmar yang tidak mendapatkan status kewarganegaraan. Ketegangan yang terjadi selama beberapa dekade menyebabkan mereka semakin terpinggirkan. Konflik kekerasan yang semakin parah menyebabkan mereka memilih mengungsi ke wilayah perbatasan Bangladesh.

Pemimpin nasional Myanmar Aung San Suu Kyi dikritik dunia internasional karena tidak melindungi etnis Rohingya. Dia dianggap tidak memiliki kekuasaan untuk menekan militer. Grandi sebelumnya pernah menyerukan kepada Myanmar agar memberikan status kewarganegaraan terhadap warga Rohingya. Namun, upaya itu diabaikan Myanmar dan para pengungsi. Menurut para pengungsi, meski mendapatkan status kewarganegaraan, kekerasan tetap berlanjut. (Andika Hendra M)
(bbk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0887 seconds (0.1#10.140)