PM Bangladesh Usulkan Zona Aman untuk Pengungsi Rohingya
A
A
A
NEW YORK - Perdana Menteri (PM) Bangladesh mengusulkan untuk menciptakan zona aman bagi pengungsi Rohingya. Zona aman yang diawasi oleh PBB ini untuk melindungi para pengungsi dari tindakan militer untuk mencari perlindungan di negaranya.
"Orang-orang ini harus bisa kembali ke tanah air mereka dengan aman, selamat dan bermartabat," ujar Perdana Menteri Sheikh Hasina kepada Majelis Umum PBB seperti dikutip dari Independent, Jumat (22/9/2017).
Dalam kesempatan itu, Hasina menuduh pemerintah Myanmar telah menyebarkan ranjau darat di perbatasan untuk mencegah warga Rohingya kembali. Ia pun meminta PBB untuk segera mengambil langkah untuk menemukan solusi atas krisis tersebut.
Perdana Menteri Bangladesh tersebut menetapkan lima poin sebuah rencana lima poin yang menyerukan perlindungan orang-orang Rohingya di zona aman yang dapat diciptakan di dalam Myanmar di bawah pengawasan PBB.
"Myanmar harus menghentikan kekerasan dan praktik pembersihan etnis, setuju untuk mengizinkan sebuah misi pencarian fakta PBB, memastikan kembalinya para pengungsi dan mematuhi sebuah laporan yang merekomendasikan kewarganegaraan untuk Rohingya. Mereka saat ini kekurangan itu," kata Hasina.
Dunia internasional marah atas penderitaan Rohingya, yang mendorong Dewan Keamanan PBB bulan ini untuk menyerukan diakhirinya kekerasan tersebut. Namun, penciptaan zona aman semacam itu akan memerlukan persetujuan Dewan Keamanan dimana China, pendukung kuat bekas junta militer Myanmar, memiliki hak veto.
Sekitar 1,1 juta etnis Rohingya telah mengalami diskriminasi selama bertahun-tahun di Myanmar. Mereka ditolak kewarganegaraannya meskipun memiliki akar yang telah lama ada di negara ini.
"Eksekusi Rohingya baru-baru ini telah meningkatkan jumlah pengungsi dari Rakhine yang tinggal di Bangladesh menjadi lebih dari 800.000," kata perdana menteri tersebut.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan lebih dari 420 ribu etnis Rohingya telah melarikan diri untuk keamanan ke Bangladesh. Mereka menghadapi sebuah kampanye tentara di negara bagian Rakhine utara yang mencakup pemerkosaan dan pembakaran desa-desa.
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menggambarkan operasi militer tersebut sebagai pembersihan etnis dan Presiden Prancis Emmanuel Macron melangkah lebih jauh, menggambarkannya sebagai genosida.
"Orang-orang ini harus bisa kembali ke tanah air mereka dengan aman, selamat dan bermartabat," ujar Perdana Menteri Sheikh Hasina kepada Majelis Umum PBB seperti dikutip dari Independent, Jumat (22/9/2017).
Dalam kesempatan itu, Hasina menuduh pemerintah Myanmar telah menyebarkan ranjau darat di perbatasan untuk mencegah warga Rohingya kembali. Ia pun meminta PBB untuk segera mengambil langkah untuk menemukan solusi atas krisis tersebut.
Perdana Menteri Bangladesh tersebut menetapkan lima poin sebuah rencana lima poin yang menyerukan perlindungan orang-orang Rohingya di zona aman yang dapat diciptakan di dalam Myanmar di bawah pengawasan PBB.
"Myanmar harus menghentikan kekerasan dan praktik pembersihan etnis, setuju untuk mengizinkan sebuah misi pencarian fakta PBB, memastikan kembalinya para pengungsi dan mematuhi sebuah laporan yang merekomendasikan kewarganegaraan untuk Rohingya. Mereka saat ini kekurangan itu," kata Hasina.
Dunia internasional marah atas penderitaan Rohingya, yang mendorong Dewan Keamanan PBB bulan ini untuk menyerukan diakhirinya kekerasan tersebut. Namun, penciptaan zona aman semacam itu akan memerlukan persetujuan Dewan Keamanan dimana China, pendukung kuat bekas junta militer Myanmar, memiliki hak veto.
Sekitar 1,1 juta etnis Rohingya telah mengalami diskriminasi selama bertahun-tahun di Myanmar. Mereka ditolak kewarganegaraannya meskipun memiliki akar yang telah lama ada di negara ini.
"Eksekusi Rohingya baru-baru ini telah meningkatkan jumlah pengungsi dari Rakhine yang tinggal di Bangladesh menjadi lebih dari 800.000," kata perdana menteri tersebut.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan lebih dari 420 ribu etnis Rohingya telah melarikan diri untuk keamanan ke Bangladesh. Mereka menghadapi sebuah kampanye tentara di negara bagian Rakhine utara yang mencakup pemerkosaan dan pembakaran desa-desa.
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menggambarkan operasi militer tersebut sebagai pembersihan etnis dan Presiden Prancis Emmanuel Macron melangkah lebih jauh, menggambarkannya sebagai genosida.
(ian)