Tangkapi Para Ulama Pembangkang, Saudi Tuai Kecaman
A
A
A
RIYADH - Kelompok-kelompok HAM mengecam penangkapan para ulama, cendekiawan dan aktivis oleh pihak berwenang Arab Saudi karena dianggap membangkang terhadap kebijakan pemerintah. Langkah pihak berwenang Riyadh itu dianggap sebagai tindakan keras untuk membungkam perbedaan pendapat.
Penangkapan terjadi beberapa hari lalu. Para tokoh oposisi yang diasingkan berdemonstrasi setelah salat Jumat untuk mendukung para ulama dan aktivis yang ditangkap.
Pada hari Minggu, para aktivis secara online mengatakan bahwa 20 tokoh termasuk ulama berpengaruh di Kerajaan Arab Saudi ditangkap. Dua hari kemudian, ada laporan tentang lebih banyak penahanan terhadap para pengkhotbah dan cendekiawan.
Kelompok HAM Amnesty International pada hari Jumat menyuarakan keprihatinan atas penangkapan yang dilakukan pihak berwenang Arab Saudi.
”Dalam beberapa tahun terakhir, kita tidak dapat mengingat satu minggu di mana begitu banyak tokoh Arab Saudi telah ditargetkan dalam waktu yang sangat singkat,” kata Samah Hadid dari Amnesty International.
Menurut Amnesty, situasi HAM di negara Teluk itu telah memburuk secara nyata sejak Pangeran Mohammed bin Salman mengambil alih jabatan sebagai Putra Mahkota pada 21 Juni 2017.
Kelompok HAM lainnya, Human Rights Watch (HRW) yang berbasis di Amerika Serikat (AS) juga mengecam tindakan Saudi. Mereka menduga penangkapan tersebut dapat dikaitkan dengan upaya Pangeran Mohammed untuk mengkonsolidasikan kekuasaan.
”Penangkapan yang rupanya bermotif politik ini merupakan pertanda lain bahwa Mohammed bin Salman tidak memiliki kepentingan nyata untuk memperbaiki catatan negaranya tentang kebebasan berbicara dan reformasi,” kata Sarah Leah Whitson, Direktur HRW Timur Tengah, seperti dikutip Al Jazeera, Sabtu (16/9/2017).
“Tuduhan aneh aktivis pembangkang menunjukkan ketidakpedulian Arab Saudi terhadap warga yang berbicara mengenai hak asasi manusia dan reformasi,” ujarnya.
Para aktivis pada minggu ini merilis daftar orang-orang yang ditahan, termasuk pengkhotbah Muslim terkemuka Salman al-Awdah dan Awad al-Qarni. Beberapa tokoh lainnya yang ditahan sejatinya tidak memiliki hubungan yang jelas dengan aktivitas oposisi.
Awam dan Qarni, yang memiliki jutaan pengikut di media sosial, berada di antara para tokoh Saudi yang menentang kehadiran tentara AS di kerajaan tersebut selama Perang Teluk 1991 di Kuwait.
Mereka berdua telah dituduh memiliki hubungan dengan Ikhwanul Muslimin, yang oleh Arab Saudi telah masuk daftar hitam sebagai ”kelompok teror”.
Penahanan tersebut menyusul spekulasi yang beredar bahwa Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud bermaksud untuk menyerahkan tahkta kepada putranya, Mohammed bin Salman yang telah mendominasi dalam kebijakan ekonomi, diplomatik dan domestik. Namun, spekulasi itu ditepis pemerintah Saudi.
Penangkapan terjadi beberapa hari lalu. Para tokoh oposisi yang diasingkan berdemonstrasi setelah salat Jumat untuk mendukung para ulama dan aktivis yang ditangkap.
Pada hari Minggu, para aktivis secara online mengatakan bahwa 20 tokoh termasuk ulama berpengaruh di Kerajaan Arab Saudi ditangkap. Dua hari kemudian, ada laporan tentang lebih banyak penahanan terhadap para pengkhotbah dan cendekiawan.
Kelompok HAM Amnesty International pada hari Jumat menyuarakan keprihatinan atas penangkapan yang dilakukan pihak berwenang Arab Saudi.
”Dalam beberapa tahun terakhir, kita tidak dapat mengingat satu minggu di mana begitu banyak tokoh Arab Saudi telah ditargetkan dalam waktu yang sangat singkat,” kata Samah Hadid dari Amnesty International.
Menurut Amnesty, situasi HAM di negara Teluk itu telah memburuk secara nyata sejak Pangeran Mohammed bin Salman mengambil alih jabatan sebagai Putra Mahkota pada 21 Juni 2017.
Kelompok HAM lainnya, Human Rights Watch (HRW) yang berbasis di Amerika Serikat (AS) juga mengecam tindakan Saudi. Mereka menduga penangkapan tersebut dapat dikaitkan dengan upaya Pangeran Mohammed untuk mengkonsolidasikan kekuasaan.
”Penangkapan yang rupanya bermotif politik ini merupakan pertanda lain bahwa Mohammed bin Salman tidak memiliki kepentingan nyata untuk memperbaiki catatan negaranya tentang kebebasan berbicara dan reformasi,” kata Sarah Leah Whitson, Direktur HRW Timur Tengah, seperti dikutip Al Jazeera, Sabtu (16/9/2017).
“Tuduhan aneh aktivis pembangkang menunjukkan ketidakpedulian Arab Saudi terhadap warga yang berbicara mengenai hak asasi manusia dan reformasi,” ujarnya.
Para aktivis pada minggu ini merilis daftar orang-orang yang ditahan, termasuk pengkhotbah Muslim terkemuka Salman al-Awdah dan Awad al-Qarni. Beberapa tokoh lainnya yang ditahan sejatinya tidak memiliki hubungan yang jelas dengan aktivitas oposisi.
Awam dan Qarni, yang memiliki jutaan pengikut di media sosial, berada di antara para tokoh Saudi yang menentang kehadiran tentara AS di kerajaan tersebut selama Perang Teluk 1991 di Kuwait.
Mereka berdua telah dituduh memiliki hubungan dengan Ikhwanul Muslimin, yang oleh Arab Saudi telah masuk daftar hitam sebagai ”kelompok teror”.
Penahanan tersebut menyusul spekulasi yang beredar bahwa Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud bermaksud untuk menyerahkan tahkta kepada putranya, Mohammed bin Salman yang telah mendominasi dalam kebijakan ekonomi, diplomatik dan domestik. Namun, spekulasi itu ditepis pemerintah Saudi.
(mas)