Tes DNA Buktikan Pemimpin Militer Tangguh Viking Seorang Wanita
A
A
A
BIRKA - Para arkeolog dan sejarawan, dengan bantuan tes osteologi dan DNA, mengungkap bahwa sisa-sisa jasad pemimpin militer tangguh Viking adalah seorang wanita. Jasad pemimpin militer itu dikubur bersama senjatanya.
Makam yang berada di Kota Birka, Swedia—salah satu pusat perdagangan Viking yang paling penting—pertama kali digali pada akhir abad ke-19. Peneliti utama, Hjalmar Stolpe, pada saat itu menganggap jasad pemimpin militer Viking di kuburan tersebut adalah pria, karena mengacu pada doktrin prajurit harus laki-laki.
Ahli osteologi Universitas Stockholm University, Anna Kjellstrom, ketika mempelajari sisa-sisa proyek penelitian melihat bahwa tulang pipi pemimpin militer itu lebih tipis dari pria dan tulang pinggulnya tampak seperti milik seorang wanita.
Setelah melakukan analisis osteologis dan DNA, kecurigaannya dikonfirmasi benar. Temuan tersebut telah diterbitkan dalam American Journal of Physical Anthropology pada hari Jumat lalu. Hasil tes itu menunjukkan bahwa wanita Viking adalah seorang pemimpin militer yang tangguh.
”Ini sebenarnya seorang wanita, di suatu tempat berusia di atas 30 tahun dan cukup tinggi juga, berukuran (tinggi badan) sekitar 170 sentimeter (lima kaki, enam inci),” kata Charlotte Hedenstierna-Jonson, seorang arkeolog di Universitas Uppsala di Swedia.
”Selain peralatan prajurit lengkap yang dikubur bersamanya—pedang, kapak, tombak, panah, baju besi, pisau tempur, perisai, dan dua ekor kuda—dia memiliki permainan papan di pangkuannya, atau lebih dari sebuah perang,” ujarnya.
“Planning game digunakan untuk mencoba taktik dan strategi pertempuran, yang mengindikasikan bahwa dia adalah seorang pemimpin militer yang hebat. Dia kemungkinan besar merencanakan, memimpin dan ikut ambil bagian dalam pertempuran,” paparnya, yang dilansir Minggu (10/9/2017).
”Citra pejuang laki-laki dalam masyarakat patriarki diperkuat oleh tradisi penelitian dan prasangka kontemporer. Oleh karena itu, seks biologis individu dianggap biasa,” imbuh Hedenstierna-Jonson, Kjellstrom, dan peneliti lain yang terlibat dalam penelitian ini.
Meskipun penemuan ini penting, kemungkinan besar hal itu tidak akan mengubah pandangan para sejarawan bahwa masyarakat Viking terutama terdiri dari pejuang laki-laki.
”Mungkin sangat tidak biasa (bagi seorang wanita untuk menjadi pemimpin militer), namun dalam kasus ini, mungkin lebih berkaitan dengan perannya dalam masyarakat dan keluarga, yang membawa lebih penting daripada gendernya,” kata Hedenstierna-Jonson.
Makam yang berada di Kota Birka, Swedia—salah satu pusat perdagangan Viking yang paling penting—pertama kali digali pada akhir abad ke-19. Peneliti utama, Hjalmar Stolpe, pada saat itu menganggap jasad pemimpin militer Viking di kuburan tersebut adalah pria, karena mengacu pada doktrin prajurit harus laki-laki.
Ahli osteologi Universitas Stockholm University, Anna Kjellstrom, ketika mempelajari sisa-sisa proyek penelitian melihat bahwa tulang pipi pemimpin militer itu lebih tipis dari pria dan tulang pinggulnya tampak seperti milik seorang wanita.
Setelah melakukan analisis osteologis dan DNA, kecurigaannya dikonfirmasi benar. Temuan tersebut telah diterbitkan dalam American Journal of Physical Anthropology pada hari Jumat lalu. Hasil tes itu menunjukkan bahwa wanita Viking adalah seorang pemimpin militer yang tangguh.
”Ini sebenarnya seorang wanita, di suatu tempat berusia di atas 30 tahun dan cukup tinggi juga, berukuran (tinggi badan) sekitar 170 sentimeter (lima kaki, enam inci),” kata Charlotte Hedenstierna-Jonson, seorang arkeolog di Universitas Uppsala di Swedia.
”Selain peralatan prajurit lengkap yang dikubur bersamanya—pedang, kapak, tombak, panah, baju besi, pisau tempur, perisai, dan dua ekor kuda—dia memiliki permainan papan di pangkuannya, atau lebih dari sebuah perang,” ujarnya.
“Planning game digunakan untuk mencoba taktik dan strategi pertempuran, yang mengindikasikan bahwa dia adalah seorang pemimpin militer yang hebat. Dia kemungkinan besar merencanakan, memimpin dan ikut ambil bagian dalam pertempuran,” paparnya, yang dilansir Minggu (10/9/2017).
”Citra pejuang laki-laki dalam masyarakat patriarki diperkuat oleh tradisi penelitian dan prasangka kontemporer. Oleh karena itu, seks biologis individu dianggap biasa,” imbuh Hedenstierna-Jonson, Kjellstrom, dan peneliti lain yang terlibat dalam penelitian ini.
Meskipun penemuan ini penting, kemungkinan besar hal itu tidak akan mengubah pandangan para sejarawan bahwa masyarakat Viking terutama terdiri dari pejuang laki-laki.
”Mungkin sangat tidak biasa (bagi seorang wanita untuk menjadi pemimpin militer), namun dalam kasus ini, mungkin lebih berkaitan dengan perannya dalam masyarakat dan keluarga, yang membawa lebih penting daripada gendernya,” kata Hedenstierna-Jonson.
(mas)