Genjot Perekonomian, Thailand Bangun Kereta Super Cepat
A
A
A
BANGKOK - Thailand terus menggenjot pertumbuhan perekonomian. Salah satu hal yang ingin mereka lakukan adalah dengan membangun jaringan kereta api super cepat.
Untuk maksud tersebut Thailand telah menandatangani dua kontrak senilai USD157 juta (Rp2,09 triliun) dengan perusahaan milik pemerintahan China untuk membangun proyek kereta super cepat.
Proses penandatangan kesepakatan dan kontrak antar perusahaan milik Pemerintah China dan Pemerintah Thailand dilaksanakan pekan ini disaksikan langsung oleh Presiden Xi Jinping dan Perdana Menteri (PM) Thailand Prayuth Chan-ocha. Acara itu digelar di sela-sela Konferensi Brasil, Rusia, India, dan China di China.
Menurut Gubernur State Railway Thailand Anon Luengboriboon, kontrak pertama meliputi desain teknik proyek senilai 1,7 miliar bath. Proyek kedua melibatkan penasihat teknis asal China senilai 3,5 miliar baht. Nantinya, kereta super cepat itu bisa melaju dengan kecepatan 250 km perjam.
"Konstruksi tahap pertama proyek tersebut meliputi pembangunan jaringan rel sepanjang 250 km yang menghubungkan Ibu Kota Thailand, Bangkok, dan Provinsi Nakhon Ratchasima, akan dimulai pada Oktober mendatang,"ujar Anon kepada Reuters. "Proyek itu diperkirakan akan selesai dan kereta super cepat akan beroperas pada 2021," imbuhnya.
Departemen Jalan Tol Thailand, ungkap Anon, akan membangun jaringan rel pertama sepanjang 3,5 km. Sisanya, nanti akan ditenderkan secara terbuka kepada kontraktor Thailand. "Dengan penandatangan dua kontrak itu secara resmi proyek kereta api super cepat Thailand-China akan dimulai," ungkapnya.
Sebenarnya proyek super cepat itu telah disusun sejak 2014 silam. Namun, banyak kendala dan tantangan sehingga proyek itu banyak mengalami revisi dan penundaan. Faktor negosiasi dari masalah biaya dan jangka waktu pinjaman hingga hak pengembangan menjadi isu yang sulit dicapai kesepakatan. Tapi, pada Juli lalu, proyek tersebut disetujui oleh kabinet pemerintahan Thailand.
Proyek kereta super cepat Bangkok - Nakhon Ratchasima merupakan bagian dari jaringan rel sepanjang 873 km yang menghubungkan Thailand dan Laos melalui Sungai Mekong. Program itu merupakan bagian dari Insiatif Sabu dan Jalan China yang bertujuan membangun 'Jalur Sutra' yang menghubungkan ekonomi terbesar kedua dunia dengan Asia Tenggara, Pakistan, dan Asia Tengah.
Selain jalur kereta, China juga ingin membangun 'Jalur Sutra' untuk meningkatkan hubungan dagang dengan Timur Tengah dan China. Proyek itu merupakan ambisi Presiden Xi Jinping bukan hanya untuk meningkatkan kerja sama perdagangan, tetapi dalam upaya menebar pengaruh ke berbagai penjuru dunia.
Beberapa analis menganggap proyek tersebut mengandung nilai komersial dalam perspektif Thailand. Dalam pandangan Joshua Kurlantzick, peneliti senior Asia Tenggara dari Council on Foreign Relations, pemerintahan junta Thailand menggunakan kesepakatan kontrak dengan China untuk memperkuat posisi geopolitik mereka.
"Saya pikir ada kepentingan sementara dari pihak Thailand untuk memperkuat jaringan strategi dengan Beijing. Itu bertepatan dengan pemerintahan junta militer yang dikritik negara-negara Barat," ujar Kurlantzick dilansir Railway-Technology. Dia menambahkan pemerintahan junta ingin menunjukkan kekuatan diplomasi mereka kepada dunia.
Sedangkan Agatha Kratz, peneliti dari European Council on Foreign Relations, juga mempertanyakan jumlah rasio penumpang dan kargo yang akan diangkut kereta super cepat tersebut. "Belum jelas juga bagaimana sebenarnya proyek tersebut untuk digunakan," kritiknya.
Dia mengatakan proyek itu sebenarnya bukan untuk kereta super cepat, tetapi direncakan untuk kecepatan medium sekitar 160 km per jam. Namun demikian, Kratz mengungkapkan kalau proyek itu menguntungkan bagi Thailand untuk meningkatkan infrastruktur jalan dan rel kereta api.
Thailand berpikir prospek pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan ekspor ke China dengan proyek kereta super cepat. China merupakan mitra perdagangan terbesar kedua setelah Jepang bagi Thailand. "Bangkok butuh memperluas pasar ekspor," papar peneliti senior politik Asia Tenggara dari Universitas London, Carlo Bonura. Thailand melihat jaringan kereta dengan China akan menjadi jaminan sukses industri Thailand. (Andika Hendra M)
Untuk maksud tersebut Thailand telah menandatangani dua kontrak senilai USD157 juta (Rp2,09 triliun) dengan perusahaan milik pemerintahan China untuk membangun proyek kereta super cepat.
Proses penandatangan kesepakatan dan kontrak antar perusahaan milik Pemerintah China dan Pemerintah Thailand dilaksanakan pekan ini disaksikan langsung oleh Presiden Xi Jinping dan Perdana Menteri (PM) Thailand Prayuth Chan-ocha. Acara itu digelar di sela-sela Konferensi Brasil, Rusia, India, dan China di China.
Menurut Gubernur State Railway Thailand Anon Luengboriboon, kontrak pertama meliputi desain teknik proyek senilai 1,7 miliar bath. Proyek kedua melibatkan penasihat teknis asal China senilai 3,5 miliar baht. Nantinya, kereta super cepat itu bisa melaju dengan kecepatan 250 km perjam.
"Konstruksi tahap pertama proyek tersebut meliputi pembangunan jaringan rel sepanjang 250 km yang menghubungkan Ibu Kota Thailand, Bangkok, dan Provinsi Nakhon Ratchasima, akan dimulai pada Oktober mendatang,"ujar Anon kepada Reuters. "Proyek itu diperkirakan akan selesai dan kereta super cepat akan beroperas pada 2021," imbuhnya.
Departemen Jalan Tol Thailand, ungkap Anon, akan membangun jaringan rel pertama sepanjang 3,5 km. Sisanya, nanti akan ditenderkan secara terbuka kepada kontraktor Thailand. "Dengan penandatangan dua kontrak itu secara resmi proyek kereta api super cepat Thailand-China akan dimulai," ungkapnya.
Sebenarnya proyek super cepat itu telah disusun sejak 2014 silam. Namun, banyak kendala dan tantangan sehingga proyek itu banyak mengalami revisi dan penundaan. Faktor negosiasi dari masalah biaya dan jangka waktu pinjaman hingga hak pengembangan menjadi isu yang sulit dicapai kesepakatan. Tapi, pada Juli lalu, proyek tersebut disetujui oleh kabinet pemerintahan Thailand.
Proyek kereta super cepat Bangkok - Nakhon Ratchasima merupakan bagian dari jaringan rel sepanjang 873 km yang menghubungkan Thailand dan Laos melalui Sungai Mekong. Program itu merupakan bagian dari Insiatif Sabu dan Jalan China yang bertujuan membangun 'Jalur Sutra' yang menghubungkan ekonomi terbesar kedua dunia dengan Asia Tenggara, Pakistan, dan Asia Tengah.
Selain jalur kereta, China juga ingin membangun 'Jalur Sutra' untuk meningkatkan hubungan dagang dengan Timur Tengah dan China. Proyek itu merupakan ambisi Presiden Xi Jinping bukan hanya untuk meningkatkan kerja sama perdagangan, tetapi dalam upaya menebar pengaruh ke berbagai penjuru dunia.
Beberapa analis menganggap proyek tersebut mengandung nilai komersial dalam perspektif Thailand. Dalam pandangan Joshua Kurlantzick, peneliti senior Asia Tenggara dari Council on Foreign Relations, pemerintahan junta Thailand menggunakan kesepakatan kontrak dengan China untuk memperkuat posisi geopolitik mereka.
"Saya pikir ada kepentingan sementara dari pihak Thailand untuk memperkuat jaringan strategi dengan Beijing. Itu bertepatan dengan pemerintahan junta militer yang dikritik negara-negara Barat," ujar Kurlantzick dilansir Railway-Technology. Dia menambahkan pemerintahan junta ingin menunjukkan kekuatan diplomasi mereka kepada dunia.
Sedangkan Agatha Kratz, peneliti dari European Council on Foreign Relations, juga mempertanyakan jumlah rasio penumpang dan kargo yang akan diangkut kereta super cepat tersebut. "Belum jelas juga bagaimana sebenarnya proyek tersebut untuk digunakan," kritiknya.
Dia mengatakan proyek itu sebenarnya bukan untuk kereta super cepat, tetapi direncakan untuk kecepatan medium sekitar 160 km per jam. Namun demikian, Kratz mengungkapkan kalau proyek itu menguntungkan bagi Thailand untuk meningkatkan infrastruktur jalan dan rel kereta api.
Thailand berpikir prospek pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan ekspor ke China dengan proyek kereta super cepat. China merupakan mitra perdagangan terbesar kedua setelah Jepang bagi Thailand. "Bangkok butuh memperluas pasar ekspor," papar peneliti senior politik Asia Tenggara dari Universitas London, Carlo Bonura. Thailand melihat jaringan kereta dengan China akan menjadi jaminan sukses industri Thailand. (Andika Hendra M)
(bbk)