Diam Soal Rohingnya, Milisi Houthi Kritik Saudi Cs
A
A
A
SANAA - Pemimpin kelompok milisi di Yaman, Houthi, Sayyid Abdol Malik Badreddine al-Houthi mengkritik sikap diam Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya terhadap kekerasan yang terjadi pada etnis Rohingya di Myanmar.
"Saudi, beberapa negara Teluk Persia, dan mereka yang mengaku melindungi kaum Muslimin tidak bergerak untuk menyelamatkan kaum Sunni di Myanmar," kata Houthi dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Fars News pada Rabu (6/9).
Dia kemudian melemparkan kecaman keras atas kekerasan terhadap Rohingnya, dan meminta tindakan cepat untuk menghentikan genosida yang dilakukan di Myanmar dan solidaritas kemanusiaan yang jelas dengan kaum Muslimin di sana.
Sebelumnya, Turki telah terlebih dahulu mengecam sikap diam negara-negara Muslim terhadap nasib Muslim Rohingya. Kecaman itu dilontarkan Menteri Luar Negeri Mevlur Cavusoglu.
Kekerasan meletus di negara bagian Rakhine di Myanmar pada tanggal 25 Agustus ketika pasukan keamanan negara tersebut melancarkan operasi terhadap komunitas Muslim Rohingya. Ini memicu masuknya pengungsi baru ke negara tetangga Bangladesh, meskipun negara tersebut menutup perbatasannya untuk para pengungsi.
Laporan media mengatakan, pasukan keamanan Myanmar menggunakan kekuatan yang tidak proporsional, menggusur ribuan warga desa Rohingya dan menghancurkan rumah mereka dengan mortir dan senapan mesin.
Daerah ini telah mengalami ketegangan antara populasi Budha dan Muslim sejak kekerasan komunal terjadi pada tahun 2012.
"Saudi, beberapa negara Teluk Persia, dan mereka yang mengaku melindungi kaum Muslimin tidak bergerak untuk menyelamatkan kaum Sunni di Myanmar," kata Houthi dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Fars News pada Rabu (6/9).
Dia kemudian melemparkan kecaman keras atas kekerasan terhadap Rohingnya, dan meminta tindakan cepat untuk menghentikan genosida yang dilakukan di Myanmar dan solidaritas kemanusiaan yang jelas dengan kaum Muslimin di sana.
Sebelumnya, Turki telah terlebih dahulu mengecam sikap diam negara-negara Muslim terhadap nasib Muslim Rohingya. Kecaman itu dilontarkan Menteri Luar Negeri Mevlur Cavusoglu.
Kekerasan meletus di negara bagian Rakhine di Myanmar pada tanggal 25 Agustus ketika pasukan keamanan negara tersebut melancarkan operasi terhadap komunitas Muslim Rohingya. Ini memicu masuknya pengungsi baru ke negara tetangga Bangladesh, meskipun negara tersebut menutup perbatasannya untuk para pengungsi.
Laporan media mengatakan, pasukan keamanan Myanmar menggunakan kekuatan yang tidak proporsional, menggusur ribuan warga desa Rohingya dan menghancurkan rumah mereka dengan mortir dan senapan mesin.
Daerah ini telah mengalami ketegangan antara populasi Budha dan Muslim sejak kekerasan komunal terjadi pada tahun 2012.
(esn)