Erdogan Sebut Pemimpin Jerman Musuh Turki

Sabtu, 19 Agustus 2017 - 06:24 WIB
Erdogan Sebut Pemimpin...
Erdogan Sebut Pemimpin Jerman Musuh Turki
A A A
ANKARA - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan menyebut politisi penguasa Jerman sebagai "musuh Turki" yang pantas ditolak oleh pemilih keturunan Jerman-Turki. Jerman akan mengadakan pemilu pada 24 September mendatang, dan sekitar 1 juta etnis Turki yang tinggal di Jerman dapat memilih.

Sebelumnya mayoritas dari mereka telah memberikan dukungan kepada Erdogan dalam sebuah referendum pada bulan April lalu.

"Demokrat Kristen (CDU), SPD (Partai Sosial Demokrat), Partai Hijau adalah musuh Turki," kata Erdogan seperti dikutip dari BBC, Sabtu (19/8/2017).

Erdogan menyampaikan pesannya kepada orang-orang Turki Jerman melalui wartawan di Istanbul setelah shalat Jumat.

"Berikan dukungan yang diperlukan kepada partai politik yang tidak terlibat dalam permusuhan melawan Turki," katanya.

"Tidak penting apakah mereka adalah partai pertama atau kedua. Dengan cara ini adalah perjuangan untuk menghormati semua warga saya yang tinggal di Jerman," katanya, menyiratkan bahwa pemilih harus mendukung partai-partai sayap kiri atau kanan.

Kanselir Angela Merkel yang berasal dari partai CDU berada di bawah koalisi dengan SPD yang berhaluan kiri pimpinan Gabriel. Jajak pendapat menunjukkan bahwa CDU memiliki keunggulan kuat dalam SPD.

Diaspora Turki di Jerman diperkirakan berjumlah sekitar tiga juta orang. "Saya pikir mereka akan memberikan pelajaran penting kepada partai-partai tersebut di kotak suara," kata Erdogan.

Pernyataan Erdogan ini memicu protes dari Menteri Jerman. Menteri Luar Negeri Jerman, Sigmar Gabriel, mengatakan bahwa komentar Erdogan adalah tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya mengenai campur tangan kedaulatan Jerman.

Sebelumnya Erdogan telah mengecam Jerman, namun kedua negara merupakan mitra dagang dan sekutu utama di NATO.

Dia sangat marah karena pemerintah Jerman menolak untuk membiarkan beberapa sekutunya berkampanye untuknya di Jerman sebelum pemungutan suara pada bulan April lalu, yang membuka jalan baginya untuk mendapatkan kekuatan eksekutif baru. Penolakan itu, katanya, adalah perilaku gaya Nazi.

Ketegangan meningkat setelah usaha kudeta yang gagal terhadap Erdogan pada bulan Juli 2016, dimana setidaknya 240 orang meninggal.

Presiden Erdogan menyalahkan jaringan ulama Fethullah Gulen yang berbasis di Amerika Serikat (AS) atas rencana kudeta tersebut, dan menuduh Jerman melindungi Gulenis. Ulama tersebut membantah adanya peran dalam rencana kudeta tersebut.

Lebih dari 50.000 orang ditangkap di Turki sejak kudeta tersebut, termasuk ratusan wartawan, politisi oposisi, akademisi dan aktivis.

Erdogan yang berasal dari partai penguasa, Partai AK, juga telah membersihkan sektor angkatan bersenjata, kehakiman, kepolisian dan pendidikan, memecat lebih dari 140.000 orang.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7135 seconds (0.1#10.140)