Warga AS Dukung Opsi Militer Terhadap Korut
A
A
A
WASHINGTON - Sebagian besar warga Amerika mendukung tentara AS untuk membela Korea Selatan (Korsel) jika terjadi serangan oleh Korea Utara (Korut). Ini merupakan pertama kalinya dalam 27 tahun dilakukan survei mengenai permasalahan Semenanjung Korea, menurut Chicago Council on Global Affairs.
Dukungan warga Amerika untuk tindakan militer terhadap Korut meningkat dari 47 persen dua tahun lalu menjadi 62 persen dalam jajak pendapat yang dilakukan oleh lembaga itu. Namun, survei tersebut juga menemukan bahwa serangan preemptive terhadap program nuklir Korut tidak memiliki dukungan luas.
"Secara keseluruhan, 28 persen warga Amerika lebih senang mengirim tentara AS untuk menghancurkan fasilitas nuklir Korea Utara dan 40 persen mendukung melakukan serangan udara terhadap fasilitas produksi nuklirnya," kata Chicago Council on Global Affairs seperti dikutip dari Russia Today, Selasa (8/8/2017).
"Tindakan militer membawa risiko pembalasan dan eskalasi yang sangat nyata, dan seperti survei sebelumnya, tidak mendapat dukungan publik," tulis kelompok itu.
Studi yang sama mengatakan bahwa sementara sanksi belum membatasi program nuklir Korut, sanksi yang diperberat adalah opsi yang mendapat banyak dukungan dari masyarakat Amerika mencapai 76 persen.
Pada tanggal 5 Agustus lalu, Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat menyetujui untuk menerapkan tindakan yang lebih ketat terhadap Pyongyang, yang melarang ekspor batubara, besi, timah dan makanan laut.
Langkah tersebut dilakukan sebagai tanggapan atas peluncuran rudal terbaru Korut pada bulan Juli, yang juga termasuk Korsel dan Amerika Serikat (AS), mengklaim sebagai tes rudal balistik antar benua (ICBM). Itu adalah sanksi ketujuh PBB yang dijatuhkan kepada Korut dalam 11 tahun terakhir.
Berbicara pada sebuah pertemuan Dewan Keamanan, utusan AS untuk PBB, Nikki Haley mengatakan bahwa resolusi baru tersebut adalah paket sanksi paling sulit terhadap negara manapun.
"Washington mengambil dan akan terus mengambil tindakan defensif yang bijaksana untuk melindungi diri dan sekutu kita dari ancaman Korea Utara," kata Haley.
Dukungan warga Amerika untuk tindakan militer terhadap Korut meningkat dari 47 persen dua tahun lalu menjadi 62 persen dalam jajak pendapat yang dilakukan oleh lembaga itu. Namun, survei tersebut juga menemukan bahwa serangan preemptive terhadap program nuklir Korut tidak memiliki dukungan luas.
"Secara keseluruhan, 28 persen warga Amerika lebih senang mengirim tentara AS untuk menghancurkan fasilitas nuklir Korea Utara dan 40 persen mendukung melakukan serangan udara terhadap fasilitas produksi nuklirnya," kata Chicago Council on Global Affairs seperti dikutip dari Russia Today, Selasa (8/8/2017).
"Tindakan militer membawa risiko pembalasan dan eskalasi yang sangat nyata, dan seperti survei sebelumnya, tidak mendapat dukungan publik," tulis kelompok itu.
Studi yang sama mengatakan bahwa sementara sanksi belum membatasi program nuklir Korut, sanksi yang diperberat adalah opsi yang mendapat banyak dukungan dari masyarakat Amerika mencapai 76 persen.
Pada tanggal 5 Agustus lalu, Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat menyetujui untuk menerapkan tindakan yang lebih ketat terhadap Pyongyang, yang melarang ekspor batubara, besi, timah dan makanan laut.
Langkah tersebut dilakukan sebagai tanggapan atas peluncuran rudal terbaru Korut pada bulan Juli, yang juga termasuk Korsel dan Amerika Serikat (AS), mengklaim sebagai tes rudal balistik antar benua (ICBM). Itu adalah sanksi ketujuh PBB yang dijatuhkan kepada Korut dalam 11 tahun terakhir.
Berbicara pada sebuah pertemuan Dewan Keamanan, utusan AS untuk PBB, Nikki Haley mengatakan bahwa resolusi baru tersebut adalah paket sanksi paling sulit terhadap negara manapun.
"Washington mengambil dan akan terus mengambil tindakan defensif yang bijaksana untuk melindungi diri dan sekutu kita dari ancaman Korea Utara," kata Haley.
(ian)