Saudi Bela Diri terkait Rencana Eksekusi 14 Warga Syiah
A
A
A
RIYADH - Pemerintah Arab Saudi, yang menghadapi kritik terkait rencana eksekusi mati terhadap 14 warga Syiah, mengeluarkan pernyataan langka yang membela sistem peradilannya.
Ke-14 terdakwa dihukum mati atas demonstrasi dengan kekerasan yang melawan aparat keamanan Arab Saudi. Namun, pengadilan Saudi menyatakan belasan terdakwa bersalah atas tuduhan terlibat aksi terorisme.
Pembelaan atas kritik itu disampaikan juru bicara Kementerian Kehakiman Mansour al-Qafari. Menurutnya, semua terdakwa yang diadili di Arab Saudi menerima proses hukum secara adil.
Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan hari Jumat (4/8/2017) oleh kantor berita negara Saudi Press Agency (SPA), al-Qafari mengatakan bahwa kasus-kasus yang terkait dengan terorisme dan putusan hukuman mati telah ditinjau oleh pengadilan banding dan pengadilan tertinggi, dengan total 13 hakim meninjau kasus tersebut sebelum eksekusi dilakukan.
Rencana eksekusi terhadap 14 warga Syiah Saudi itu dikritik kelompok hak asasi manusia (HAM) Reprieve. Menurut kelompok HAM tersebut, penghakiman awal terhadap 14 terdakwa berasal dari sebuah pengadilan kontraterorisme yang "tertutup".
Sebelumnya, kalangan ulama Sunni ultrakonservatif di Arab Saudi menyebut para demonstran Syiah bersekutu dengan rival Kerajaan Arab Saudi, yakni Iran.
Sementara itu, kelompok HAM mendesak Kanada untuk membekukan penjualan senjata ke Saudi. Alasannya, kendaraan lapis baja buatan Kanada digunakan aparat keamanan Saudi untuk melakukan kekerasan terhadap warga sipil di wilayah Qatif, timur Saudi.
The Globe and Mailnewspaper merupakan media pertama yang merilis foto-foto kendaraan lapis baja buatan Kanada digunakan pasukan Saudi untuk menindak warga sipil di Qatif, wilayah yang didominasi warga Syiah.
”Bendera merah yang diangkat oleh laporan terbaru menuntut tidak kurang dari penghentian semua kontrak ekspor militer dengan Arab Saudi,” kata Cesar Jaramillo, direktur eksekutif Project Ploughshares, sebuah kelompok anti-perang Kanada.
”Jika pelanggaran dengan peralatan militer buatan Kanada dikonfirmasi, penskorsan kemudian harus menyebabkan pembatalan kontrak semacam itu,” lanjut Jaramillo kepada DWin melalui email, yang dilansir Sabtu (5/8/2017).
Ke-14 terdakwa dihukum mati atas demonstrasi dengan kekerasan yang melawan aparat keamanan Arab Saudi. Namun, pengadilan Saudi menyatakan belasan terdakwa bersalah atas tuduhan terlibat aksi terorisme.
Pembelaan atas kritik itu disampaikan juru bicara Kementerian Kehakiman Mansour al-Qafari. Menurutnya, semua terdakwa yang diadili di Arab Saudi menerima proses hukum secara adil.
Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan hari Jumat (4/8/2017) oleh kantor berita negara Saudi Press Agency (SPA), al-Qafari mengatakan bahwa kasus-kasus yang terkait dengan terorisme dan putusan hukuman mati telah ditinjau oleh pengadilan banding dan pengadilan tertinggi, dengan total 13 hakim meninjau kasus tersebut sebelum eksekusi dilakukan.
Rencana eksekusi terhadap 14 warga Syiah Saudi itu dikritik kelompok hak asasi manusia (HAM) Reprieve. Menurut kelompok HAM tersebut, penghakiman awal terhadap 14 terdakwa berasal dari sebuah pengadilan kontraterorisme yang "tertutup".
Sebelumnya, kalangan ulama Sunni ultrakonservatif di Arab Saudi menyebut para demonstran Syiah bersekutu dengan rival Kerajaan Arab Saudi, yakni Iran.
Sementara itu, kelompok HAM mendesak Kanada untuk membekukan penjualan senjata ke Saudi. Alasannya, kendaraan lapis baja buatan Kanada digunakan aparat keamanan Saudi untuk melakukan kekerasan terhadap warga sipil di wilayah Qatif, timur Saudi.
The Globe and Mailnewspaper merupakan media pertama yang merilis foto-foto kendaraan lapis baja buatan Kanada digunakan pasukan Saudi untuk menindak warga sipil di Qatif, wilayah yang didominasi warga Syiah.
”Bendera merah yang diangkat oleh laporan terbaru menuntut tidak kurang dari penghentian semua kontrak ekspor militer dengan Arab Saudi,” kata Cesar Jaramillo, direktur eksekutif Project Ploughshares, sebuah kelompok anti-perang Kanada.
”Jika pelanggaran dengan peralatan militer buatan Kanada dikonfirmasi, penskorsan kemudian harus menyebabkan pembatalan kontrak semacam itu,” lanjut Jaramillo kepada DWin melalui email, yang dilansir Sabtu (5/8/2017).
(mas)