Iran Sebut Sanksi Baru AS Ilegal
A
A
A
TEHERAN - Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran mengecam persetujuan Parlemen Amerika Serikat (AS) terhadap Rancangan Undang-Udang (RUU) baru tentang sanksi baru terhadap Iran. Gashemi menggambarkannya sebagai tindakan ilegal dan menghina yang membahayakan kesepakatan nuklir antara Teheran dan kelompok 5 +1.
"Parlemen AS, dengan penerapan sanksi non-nuklir ini dan jika finalisasi dan implementasinya, akan mengabaikan dan mengancam pelaksanaan kesepakatan multilateral dan internasional yang merupakan hasil usaha yang dilakukan dalam beberapa tahun," kata Ghasemi, seperti dilansir Mehr News pada Rabu (26/7).
"Perundang-undangan dan persetujuan domestik suatu negara tidak dapat digunakan sebagai dalih bagi pemerintah untuk menghindari tanggung jawab internasional mereka. Oleh karena itu, karena Iran sejauh ini sepenuhnya mematuhi komitmennya seperti yang diakui oleh IAEA dan kelompok 5 + 1, mereka mengharapkan pihak-pihak lain dalam JCPOA, termasuk pemerintah AS, untuk mematuhi komitmen mereka," sambungnya.
Dia lalu menuturkan, Teheran dengan hati-hati akan meninjau teks dan ketentuan RUU, jika akhirnya hal tersebut disetujui. Gashemi menyebut Iran percaya bahwa ketentuan RUU tersebut tidak sesuai dengan semangat dan ketentuan JCPOA.
Ghasemi juga mengatakan, Kementerian Luar Negeri Iran mempertimbangkan ketentuan RUU itu mengenai kemampuan militer dan rudal Iran sebgagai tidak dapat dibenarkan dan tidak berdasar. Dalam RUU tersebut pengembangan kemampuan rudal Iran dinilai melanggar hukum internasional.
"Kebijakan pemerintah Iran di wilayah ini adalah untuk memerangi terorisme dan untuk menjaga keamanan bersama dan lingkungan yang baik. Terlebih lagi, program rudal Iran juga sesuai dengan Resolusi 2231, dan tidak ada yang dapat mencegah Iran untuk melakukan dan melaksanakan Kebijakan berprinsip untuk meningkatkan kemampuan pertahanannya,"katanya.
"Anggota kongres AS menuduh Iran merusak kawasan sementara pemerintah mereka, dengan menyerang Irak, memiliki peran kunci dalam menciptakan kelompok teroris seperti ISIS. Ketidakstabilan dan ekstremisme saat ini di wilayah ini adalah hasil dari kebijakan yang tidak dipedulikan dan tidak bertanggung jawab AS, dan sekutu regionalnya," tukasnya.
"Parlemen AS, dengan penerapan sanksi non-nuklir ini dan jika finalisasi dan implementasinya, akan mengabaikan dan mengancam pelaksanaan kesepakatan multilateral dan internasional yang merupakan hasil usaha yang dilakukan dalam beberapa tahun," kata Ghasemi, seperti dilansir Mehr News pada Rabu (26/7).
"Perundang-undangan dan persetujuan domestik suatu negara tidak dapat digunakan sebagai dalih bagi pemerintah untuk menghindari tanggung jawab internasional mereka. Oleh karena itu, karena Iran sejauh ini sepenuhnya mematuhi komitmennya seperti yang diakui oleh IAEA dan kelompok 5 + 1, mereka mengharapkan pihak-pihak lain dalam JCPOA, termasuk pemerintah AS, untuk mematuhi komitmen mereka," sambungnya.
Dia lalu menuturkan, Teheran dengan hati-hati akan meninjau teks dan ketentuan RUU, jika akhirnya hal tersebut disetujui. Gashemi menyebut Iran percaya bahwa ketentuan RUU tersebut tidak sesuai dengan semangat dan ketentuan JCPOA.
Ghasemi juga mengatakan, Kementerian Luar Negeri Iran mempertimbangkan ketentuan RUU itu mengenai kemampuan militer dan rudal Iran sebgagai tidak dapat dibenarkan dan tidak berdasar. Dalam RUU tersebut pengembangan kemampuan rudal Iran dinilai melanggar hukum internasional.
"Kebijakan pemerintah Iran di wilayah ini adalah untuk memerangi terorisme dan untuk menjaga keamanan bersama dan lingkungan yang baik. Terlebih lagi, program rudal Iran juga sesuai dengan Resolusi 2231, dan tidak ada yang dapat mencegah Iran untuk melakukan dan melaksanakan Kebijakan berprinsip untuk meningkatkan kemampuan pertahanannya,"katanya.
"Anggota kongres AS menuduh Iran merusak kawasan sementara pemerintah mereka, dengan menyerang Irak, memiliki peran kunci dalam menciptakan kelompok teroris seperti ISIS. Ketidakstabilan dan ekstremisme saat ini di wilayah ini adalah hasil dari kebijakan yang tidak dipedulikan dan tidak bertanggung jawab AS, dan sekutu regionalnya," tukasnya.
(esn)