Jepang Protes Usulan Dokumen Budak Seks PD II Jadi Warisan Dunia

Rabu, 12 Juli 2017 - 02:24 WIB
Jepang Protes Usulan...
Jepang Protes Usulan Dokumen Budak Seks PD II Jadi Warisan Dunia
A A A
TOKYO - Jepang telah mengajukan protes diplomatik terhadap Korea Selatan terkait dukungan pendaftaran dokumen para perempuan budak seks Perang Dunia (PD) II menjadi “Warisan dunia” PBB.

Selama PD II, tentara Jepang menjadikan para perempuan Asia termasuk perempuan Korea sebagai budak nafsu mereka.

Reaksi Jepang ini muncul setelah Menteri Kesetaraan Jender Korea Selatan Chung Hyun-back menyatakan dukungannya untuk memasukkan dokumen-dokumen tersebut dalam daftar ”Warisan Dunia” dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).

Keadaan menyedihkan para wanita budak seks PD II telah merusak hubungan antara sekutu-sekutu Amerika Serikat (AS) selama beberapa dekade. Washington sangat ingin agar masalah masa lalu itu tidak menghambat kerja sama dalam melawan program nuklir dan rudal Korea Utara.

Para sejarawan menyatakan hingga sekitar 200.000 perempuan—termasuk Korea, China bahkan Indonesia—dipaksa melayani nafsu tentara militer Jepang di kawasan Asia selama Perang Dunia II.

Jepang, yang memerintah semenanjung Korea sebagai koloni, berperang dengan China dari tahun 1937. Jepang juga pernah berperang dengan AS Inggris dan negara-negara lain dari tahun 1941. Perang berakhir dengan penyerahan Jepang pada tahun 1945.

“Mendukung pendaftaran dokumen bisa bertentangan dengan misi dan tujuan awal pembentukan UNESCO untuk membina persahabatan dan saling pengertian di antara negara-negara anggota,” kata Menteri Luar Negeri Jepang Fumio Kishida kepada wartawan, hari Selasa.

”Kami menyampaikan posisi (protes) kami kepada pemerintah Korea Selatan,” lanjut dia. Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga juga menyampaikan pesang “ sangat kuat” kepada pemerintah Korea Selatan.

Namun, Chung Hyun-back melalui juru bicaranya merespons protes Jepang. Menurutnya, pemerintah Korea Selatan akan melakukan registrasi dokumen tersebut.

”Isu wanita yang menghibur telah menjadi isu global, bukan masalah bilateral,” kata Chung yang disampaikan juru bicaranya, seperti dilansir AFP, Rabu (12/7/2017). ”Kami akan bisa mengumpulkan dukungan dari masyarakat internasional.”

Pada akhir tahun 2015, di bawah presiden terguling Park Geun-hye, Seoul dan Tokyo mencapai kesepakatan ”final dan ireversibel” di mana Jepang mengajukan permintaan maaf dan membayar kompensasi 1 miliar yen (USD8,8 juta) kepada korban selamat dari perbudakan seks PD II.

Presiden baru Korea Selatan Moon Jae-In telah mengatakan kepada Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe bahwa sebagian besar warga Korea Selatan tidak dapat menerima kesepakatan tersebut.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1358 seconds (0.1#10.140)