Anggota Parlemen Venezuela Dikepung dan Dipukuli Massa Pendukung Pemerintah
A
A
A
CARACAS - Para pendukung pemerintah yang membawa pipa memasuki ruang kongres yang dikontrol oposisi Venezuela pada hari Rabu. Mereka menyerang dan mengepung anggota parlemen dalam aksi kekerasan terbaru dalam sebuah krisis politik di negara kaya minyak itu.
Sekitar 100 orang yang mayoritas berpakaian merah dan meneriakkan "Long Live The Revolution!", mengepung para politisi, wartawan, dan tamu yang membuat mereka terperangkap selama berjam-jam, kata beberapa saksi mata. Beberapa dari mereka yang terperangkap baru bisa pergi pada waktu senja.
Beberapa di antara massa yang berada di luar gedung legislatif itu mengacungkan pistol, mengancam akan memotong pasokan air dan listrik, dan memainkan audio pidato mantan presiden sosialis Hugo Chavez yang mengatakan "Lusle, oligarki!" seperti dikutip dari Reuters, Kamis (6/7/2017).
Massa berkumpul tepat setelah fajar di luar gedung Majelis Nasional di pusat kota Caracas, sambil meneriaki Presiden Nicolas Maduro. Menjelang pagi, beberapa lusin orang tiba-tiba berlari melewati gerbang dengan pipa, tongkat serta batu dan terus menyerang.
Mereka melukai setidaknya lima anggota parlemen oposisi, beberapa di antaranya hingga darah dan terlihat linglung di sekitar koridor, kata saksi mata. Beberapa wartawan juga dirampok.
"Ada peluru, ada darah, ada mobil yang hancur, termasuk mobil pribadi saya," kata kepala kongres Julio Borges kepada wartawan dari dalam.
Anggota parlemen yang mengalami serangan paling buruk, Americo De Grazia, dipukul di kepala, jatuh pingsan, dan akhirnya dibawa dengan tandu ke sebuah ambulans. Keluarganya kemudian mengatakan bahwa dia telah melewati kondisi kritis dan dijahit.
Sepanjang hari, ledakan kadang-kadang terdengar di sekitar gedung kongres saat kembang api dilemparkan ke dalam kompleks. Sekitar 50 tentara Garda Nasional berdiri di dalam gerbang untuk mencegah massa masuk lagi.
"Kami diculik," kata anggota parlemen oposisi William Davila dari dalam kongres dimana para politisi menyampaikan kejadian sepanjang hari secara langsung dari telepon mereka.
Pusat kota Caracas adalah sebuah lingkungan benteng tradisional bagi pemerintah dan telah terjadi serangkaian bentrokan di sana sejak oposisi merongrong Partai Sosialis yang berkuasa pada pemilihan parlemen pada bulan Desember 2015.
Dalam sebuah pidato dalam sebuah parade militer untuk Hari Kemerdekaan, Maduro mengutuk kekerasan "aneh" di majelis dan meminta penyelidikan. Tapi dia juga menantang oposisi untuk berbicara tentang kekerasan dari dalam jajarannya.
Selama tiga bulan kerusuhan anti-pemerintah terjadi di Venezuela. Setidaknya 90 orang telah meninggal, para demonstran muda sering menyerang pasukan keamanan dengan batu, mortir buatan sendiri dan bom molotov, serta membakar properti. Mereka membunuh satu orang dengan menyiramnya dengan bensin dan membuatnya terbakar.
"Saya menginginkan perdamaian bagi Venezuela. Saya tidak menerima kekerasan dari siapapun," kata Maduro.
Banyak negara asing mengutuk aksi penyernagan tersebut. "Saya mengutuk serangan mengerikan terhadap majelis Venezuela," kata duta besar Inggris John Saville.
Oposisi Venezuela menuntut pemilihan umum untuk mengakhiri peraturan sosialis dan solusi terhadap krisis ekonomi brutal yang melanda negara anggota OPEC itu. Namun, pemerintah mengatakan bahwa musuh-musuhnya mencari sebuah kudeta kekerasan dengan dukungan AS.
Sekitar 100 orang yang mayoritas berpakaian merah dan meneriakkan "Long Live The Revolution!", mengepung para politisi, wartawan, dan tamu yang membuat mereka terperangkap selama berjam-jam, kata beberapa saksi mata. Beberapa dari mereka yang terperangkap baru bisa pergi pada waktu senja.
Beberapa di antara massa yang berada di luar gedung legislatif itu mengacungkan pistol, mengancam akan memotong pasokan air dan listrik, dan memainkan audio pidato mantan presiden sosialis Hugo Chavez yang mengatakan "Lusle, oligarki!" seperti dikutip dari Reuters, Kamis (6/7/2017).
Massa berkumpul tepat setelah fajar di luar gedung Majelis Nasional di pusat kota Caracas, sambil meneriaki Presiden Nicolas Maduro. Menjelang pagi, beberapa lusin orang tiba-tiba berlari melewati gerbang dengan pipa, tongkat serta batu dan terus menyerang.
Mereka melukai setidaknya lima anggota parlemen oposisi, beberapa di antaranya hingga darah dan terlihat linglung di sekitar koridor, kata saksi mata. Beberapa wartawan juga dirampok.
"Ada peluru, ada darah, ada mobil yang hancur, termasuk mobil pribadi saya," kata kepala kongres Julio Borges kepada wartawan dari dalam.
Anggota parlemen yang mengalami serangan paling buruk, Americo De Grazia, dipukul di kepala, jatuh pingsan, dan akhirnya dibawa dengan tandu ke sebuah ambulans. Keluarganya kemudian mengatakan bahwa dia telah melewati kondisi kritis dan dijahit.
Sepanjang hari, ledakan kadang-kadang terdengar di sekitar gedung kongres saat kembang api dilemparkan ke dalam kompleks. Sekitar 50 tentara Garda Nasional berdiri di dalam gerbang untuk mencegah massa masuk lagi.
"Kami diculik," kata anggota parlemen oposisi William Davila dari dalam kongres dimana para politisi menyampaikan kejadian sepanjang hari secara langsung dari telepon mereka.
Pusat kota Caracas adalah sebuah lingkungan benteng tradisional bagi pemerintah dan telah terjadi serangkaian bentrokan di sana sejak oposisi merongrong Partai Sosialis yang berkuasa pada pemilihan parlemen pada bulan Desember 2015.
Dalam sebuah pidato dalam sebuah parade militer untuk Hari Kemerdekaan, Maduro mengutuk kekerasan "aneh" di majelis dan meminta penyelidikan. Tapi dia juga menantang oposisi untuk berbicara tentang kekerasan dari dalam jajarannya.
Selama tiga bulan kerusuhan anti-pemerintah terjadi di Venezuela. Setidaknya 90 orang telah meninggal, para demonstran muda sering menyerang pasukan keamanan dengan batu, mortir buatan sendiri dan bom molotov, serta membakar properti. Mereka membunuh satu orang dengan menyiramnya dengan bensin dan membuatnya terbakar.
"Saya menginginkan perdamaian bagi Venezuela. Saya tidak menerima kekerasan dari siapapun," kata Maduro.
Banyak negara asing mengutuk aksi penyernagan tersebut. "Saya mengutuk serangan mengerikan terhadap majelis Venezuela," kata duta besar Inggris John Saville.
Oposisi Venezuela menuntut pemilihan umum untuk mengakhiri peraturan sosialis dan solusi terhadap krisis ekonomi brutal yang melanda negara anggota OPEC itu. Namun, pemerintah mengatakan bahwa musuh-musuhnya mencari sebuah kudeta kekerasan dengan dukungan AS.
(ian)