Empat Wanita Muslim Berjilbab Diserang, Demo Pecah di Sydney
A
A
A
SYDNEY - Sekitar 150 mahasiswa dan staf kampus demo di luar University of Technology Sydney (UTS). Demo yang terjadi Rabu sore itu sebagai respons atas dugaan serangan terhadap empat wanita Muslim berjilbab.
Dua minggu yang lalu empat wanita Muslim yang mengenakan jilbab, berusia 18-23 tahun, diduga diserang oleh seorang wanita berusia 39 tahun di luar universitas.
Tiga korban adalah mahasiswi UTS, sedangkan korban keempat adalah mahasiswi University of New South Wales.
Penyerang tersebut ditangkap dan didakwa melakukan penyerangan fisik di tempat umum.
Para demonstran berkumpul di depan menara UTS sebelum berjalan ke lokasi serangan, di mana mereka menyuarakan pesan kecaman rasisme dan menyambut orang-orang Muslim.
Aishah Ali, mahasiswi hukum dan politik yang juga anggota dari Asosiasi Muslim UTS mengaku terkejut dan kecewa saat mengetahui tentang serangan tersebut.
”Itu membuat saya merasa sangat cemas dan paranoid selama minggu ini. Itu bisa terjadi pada saya, saya terus melewati bangunan itu terus-menerus,” katanya, seperti dikutip dari ABC.net.au, Kamis (25/5/2017).
”Kita tidak perlu melihat dari balik bahu kita (atau) terus-menerus terbebani dengan paranoia di lingkungan yang dianggap tempat belajar yang aman,” ujarnya saat demo.
”Wanita atau tidak, Muslim atau tidak, kita tidak pantas takut,” teriak Aishah.Menurutnya, tindakan rasisme perlu dikutuk di depan umum.
”Saya pikir penting untuk mengambil sikap aktif terhadap isu-isu seperti ini agar tidak normal,” ujarnya.
”Kami ingin menyebarkan kesadaran akan masalah ini, kesadaran untuk berdiri dan tidak takut akan konsekuensinya, terutama jika ini ada hubungannya dengan masyarakat luas. Ini adalah masalah yang mempengaruhi semua orang dengan cara yang berbeda,” imbuh Aishah.
Verity Firth dari Unit Sosial, Keadilan dan Keberagaman di UTS, mengatakan bahwa universitas tersebut secara aktif menentang rasisme, di mana wakil rektor telah mengajukan sulan perubahan pada pasal 18C dari Undang-Undang Diskriminasi Rasial.
”Kami bertekad untuk menciptakan budaya inklusi dan penerimaan di kampus," katanya. ”Saya berdiri bersama Anda di sini pada hari ini berjanji untuk tidak toleranasi terhadap rasisme di kampus kami.”
Dua minggu yang lalu empat wanita Muslim yang mengenakan jilbab, berusia 18-23 tahun, diduga diserang oleh seorang wanita berusia 39 tahun di luar universitas.
Tiga korban adalah mahasiswi UTS, sedangkan korban keempat adalah mahasiswi University of New South Wales.
Penyerang tersebut ditangkap dan didakwa melakukan penyerangan fisik di tempat umum.
Para demonstran berkumpul di depan menara UTS sebelum berjalan ke lokasi serangan, di mana mereka menyuarakan pesan kecaman rasisme dan menyambut orang-orang Muslim.
Aishah Ali, mahasiswi hukum dan politik yang juga anggota dari Asosiasi Muslim UTS mengaku terkejut dan kecewa saat mengetahui tentang serangan tersebut.
”Itu membuat saya merasa sangat cemas dan paranoid selama minggu ini. Itu bisa terjadi pada saya, saya terus melewati bangunan itu terus-menerus,” katanya, seperti dikutip dari ABC.net.au, Kamis (25/5/2017).
”Kita tidak perlu melihat dari balik bahu kita (atau) terus-menerus terbebani dengan paranoia di lingkungan yang dianggap tempat belajar yang aman,” ujarnya saat demo.
”Wanita atau tidak, Muslim atau tidak, kita tidak pantas takut,” teriak Aishah.Menurutnya, tindakan rasisme perlu dikutuk di depan umum.
”Saya pikir penting untuk mengambil sikap aktif terhadap isu-isu seperti ini agar tidak normal,” ujarnya.
”Kami ingin menyebarkan kesadaran akan masalah ini, kesadaran untuk berdiri dan tidak takut akan konsekuensinya, terutama jika ini ada hubungannya dengan masyarakat luas. Ini adalah masalah yang mempengaruhi semua orang dengan cara yang berbeda,” imbuh Aishah.
Verity Firth dari Unit Sosial, Keadilan dan Keberagaman di UTS, mengatakan bahwa universitas tersebut secara aktif menentang rasisme, di mana wakil rektor telah mengajukan sulan perubahan pada pasal 18C dari Undang-Undang Diskriminasi Rasial.
”Kami bertekad untuk menciptakan budaya inklusi dan penerimaan di kampus," katanya. ”Saya berdiri bersama Anda di sini pada hari ini berjanji untuk tidak toleranasi terhadap rasisme di kampus kami.”
(mas)