Sniper SAS Tembak Mati Teroris ISIS dari Jarak 2,4 Km
A
A
A
MOSUL - Sniper atau penembak runduk pasukan khusus Inggris, SAS, menembak mati seorang teroris ISIS di Mosul, Irak, dalam jarak 2,4km. Tembakan dengan senapan bertenaga mega itu mengenai tenggorokan teroris ISIS.
Senapan masif yang digunakan penembak runduk SAS adalah CheyTac M200, senapan terkuat buatan Amerika Serikat (AS). Senapan ini pernah memecahkan rekor dengan jarak tembak hingga hampir 3,2km.
Aksi pasukan khusus Inggris ini terjadi dua minggu lalu namun baru diungkap pihak militer hari ini. Teroris ISIS itu ditembak saat akan melarikan diri dari bangunan yang terbakar habis di Mosul.
Tembakan itu berlangsung setelah insiden yang dianggap “permainan kucing-tikus” selama empat jam berakhir. Sumber militer Inggris seperti dilansir Daily Star, Senin (22/5/2017), mengatakan, sniper SAS sengaja membiarkan pengawalnya turun saat dia bergerak di antara posisi pasukan elite tersebut.
”Itu adalah operasi penembak runduk klasik,” kata sumber militer Inggris tersebut. ”Tim SAS telah melihatnya dalam beberapa kesempatan namun tidak sempat melepaskan tembakan,” ujarnya.
”Pada jarak yang begitu jauh ada begitu banyak faktor yang dapat mempengaruhi pelarian peluru. Jarak sejauh itu butuh waktu hampir tiga detik agar peluru bisa mencapai target.”
Laporan aksi sniper SAS ini muncul setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump meminta Arab Saudi dan negara-negara Timur Tengah lainnya untuk “memadamkan” ekstremisme Islam yang berasal dari wilayah tersebut.
Trump menggambarkan perang dengan ISIS sebagai pertempuran antara yang baik dan yang jahat, dan bukan bentrokan antara Barat dan Islam.
Senapan masif yang digunakan penembak runduk SAS adalah CheyTac M200, senapan terkuat buatan Amerika Serikat (AS). Senapan ini pernah memecahkan rekor dengan jarak tembak hingga hampir 3,2km.
Aksi pasukan khusus Inggris ini terjadi dua minggu lalu namun baru diungkap pihak militer hari ini. Teroris ISIS itu ditembak saat akan melarikan diri dari bangunan yang terbakar habis di Mosul.
Tembakan itu berlangsung setelah insiden yang dianggap “permainan kucing-tikus” selama empat jam berakhir. Sumber militer Inggris seperti dilansir Daily Star, Senin (22/5/2017), mengatakan, sniper SAS sengaja membiarkan pengawalnya turun saat dia bergerak di antara posisi pasukan elite tersebut.
”Itu adalah operasi penembak runduk klasik,” kata sumber militer Inggris tersebut. ”Tim SAS telah melihatnya dalam beberapa kesempatan namun tidak sempat melepaskan tembakan,” ujarnya.
”Pada jarak yang begitu jauh ada begitu banyak faktor yang dapat mempengaruhi pelarian peluru. Jarak sejauh itu butuh waktu hampir tiga detik agar peluru bisa mencapai target.”
Laporan aksi sniper SAS ini muncul setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump meminta Arab Saudi dan negara-negara Timur Tengah lainnya untuk “memadamkan” ekstremisme Islam yang berasal dari wilayah tersebut.
Trump menggambarkan perang dengan ISIS sebagai pertempuran antara yang baik dan yang jahat, dan bukan bentrokan antara Barat dan Islam.
(mas)