Pengamat Jerman Sebut Toleransi di Indonesia Mulai Memudar
A
A
A
BERLIN - Pengamat dari Stiftung Wissenschaft und Politik (SWP), Jerman, Felix Heiduk menyebut toleransi di Indonesia perlahan-lahan memudar. Pernyataan Heiduk ini datang setelah adanya vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara terhadap Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
"Kita harus mengucapkan selamat tinggal pada mitos selalu ada Islam yang toleran dan pluralistik di Indonesia. Memang benar ada Islam yang lebih terbuka dipraktekkan di banyak bagian negara ini dibandingkan dengan sebagian besar dunia Arab," ucap Heiduk.
"Tapi selalu ada kelompok yang mengikuti interpretasi yang lebih ketat. Hanya sejauh ini mereka bukan berasal dari kekuatan sosial atau politik yang dominan," sambungnya, seperti dilansir Der Spiegel pada Rabu (10/5).
Dia kemudian mengatakan, agama saat ini sudah menjadi komoditas di Indonesia, khususnya di dunia politik. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya pihak yang sukses di pemilihan umum di daerah saat mengusung isu agama.
"Kita dapat mengamati sebuah Islamisasi masyarakat Indonesia sejak tahun 80-an. Dalam perjalanan ini, pemahaman ortodoks tentang Islam semakin penting. Pada tingkat lokal, dalam beberapa tahun terakhir, politisi dari semua jenis, dari sekuler formal sampai partai Islam, telah semakin menggunakan peta agama untuk memobilisasi pemilih. Misalnya dengan menjanjikan penutupan bar dan larangan minum alkohol. Begitu banyak yang sukses. Oleh karena itu, agama kemudian diisyaratkan oleh elit politik," ucapnya.
Terkait dengan Ahok, dia mengatakan para lawan politiknya telah menggunakan video rekaman pernyataan Ahok soal ayat al-Quran untuk menyerang dia. Dimana, pada akhirnya Ahok divonis dua tahun penjara atas bukti video tersebut.
"Di Video yang dimanipulasi seolah-olah Ahok mengkritik al-Quran secara langsung. De facto, dia mengkritik instruktur melawan aktivis agama yang menentangnya. Apalagi, dalam kasusnya, paraglip penghujatan sangat samar-samar diformulasikan dalam hukum pidana Indonesia dan oleh karena itu dapat diinstruksikan dengan baik. Dengan keputusan melawan Ahok, sekarang jelas hakim juga tunduk pada tekanan jalanan dan kelompok garis keras," tukasnya.
"Kita harus mengucapkan selamat tinggal pada mitos selalu ada Islam yang toleran dan pluralistik di Indonesia. Memang benar ada Islam yang lebih terbuka dipraktekkan di banyak bagian negara ini dibandingkan dengan sebagian besar dunia Arab," ucap Heiduk.
"Tapi selalu ada kelompok yang mengikuti interpretasi yang lebih ketat. Hanya sejauh ini mereka bukan berasal dari kekuatan sosial atau politik yang dominan," sambungnya, seperti dilansir Der Spiegel pada Rabu (10/5).
Dia kemudian mengatakan, agama saat ini sudah menjadi komoditas di Indonesia, khususnya di dunia politik. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya pihak yang sukses di pemilihan umum di daerah saat mengusung isu agama.
"Kita dapat mengamati sebuah Islamisasi masyarakat Indonesia sejak tahun 80-an. Dalam perjalanan ini, pemahaman ortodoks tentang Islam semakin penting. Pada tingkat lokal, dalam beberapa tahun terakhir, politisi dari semua jenis, dari sekuler formal sampai partai Islam, telah semakin menggunakan peta agama untuk memobilisasi pemilih. Misalnya dengan menjanjikan penutupan bar dan larangan minum alkohol. Begitu banyak yang sukses. Oleh karena itu, agama kemudian diisyaratkan oleh elit politik," ucapnya.
Terkait dengan Ahok, dia mengatakan para lawan politiknya telah menggunakan video rekaman pernyataan Ahok soal ayat al-Quran untuk menyerang dia. Dimana, pada akhirnya Ahok divonis dua tahun penjara atas bukti video tersebut.
"Di Video yang dimanipulasi seolah-olah Ahok mengkritik al-Quran secara langsung. De facto, dia mengkritik instruktur melawan aktivis agama yang menentangnya. Apalagi, dalam kasusnya, paraglip penghujatan sangat samar-samar diformulasikan dalam hukum pidana Indonesia dan oleh karena itu dapat diinstruksikan dengan baik. Dengan keputusan melawan Ahok, sekarang jelas hakim juga tunduk pada tekanan jalanan dan kelompok garis keras," tukasnya.
(esn)