AS-China Negosiasi Sanksi Baru DK PBB untuk Korut
A
A
A
NEW YORK - Sejumlah diplomat mengatakan Amerika Serikat (AS) sedang bernegosiasi dengan China mengenai tanggapan yang lebih keras Dewan Keamanan (DK) PBB, seperti sanksi, atas peluncuran rudal balistik Korea Utara (Korut) yang terus berulang. Biasanya, 15 negara anggota DK PBB mengutuk tindakan tersebut melalui sebuah pernyataan.
Belum jelas bagaimana sikap Beijing terhadap sanksi baru untuk Korut. DK PBB secara tradisional telah meningkatkan sanksi untuk menanggapi lima uji coba nuklir Korea Utara dan dua peluncuran roket jarak jauh.
Sanksi pertama kali dikenakan pada Pyongyang pada tahun 2006 seperti dikutip dari Reuters, Rabu (3/5/2017).
Menurut Korea Selatan (Korsel), Korut pada tahun lalu telah meningkatkan tes rudalnya dengan meluncurkan puluhan jenis roket. Tes terbaru, yang gagal, terjadi pada hari Jumat setelah pertemuan DK PBB mengenai negara komunis itu yang diketuai oleh Sekretaris Negara AS Rex Tillerson.
"Aksi kumulatif DPRK (Korea Utara) sejak uji coba nuklir terakhir memaksa kita untuk melihat berbagai tindakan yang akan memberikan tekanan," kata juru bicara Misi Permanen AS ke PBB pada hari Selasa.
"Seperti dikatakan Sekretaris Tillerson pada hari Jumat, tindakan seperti biasa bukanlah pilihan. Kami mengeksplorasi opsi untuk menanggapi serangkaian provokasi ini dengan rekan-rekan Dewan Keamanan kami," kata juru bicara tersebut.
Tillerson pada hari Jumat mendesak Dewan Keamanan untuk bertindak sebelum Korea Utara melakukannya.
Pemerintahan Trump telah secara agresif menekan Beijing untuk mengendalikan sekutunya dan tetangganya Korut, memperingatkan bahwa semua opsi ada di meja jika Pyongyang bertahan dengan proyek nuklir dan misilnya.
Namun China mengatakan bahwa ancaman militer tidak akan membantu situasi tersebut dan menuduh AS memicu ketegangan di Semenanjung Korea. Beijing pada hari Selasa mengulangi penolakannya terhadap penyebaran sistem anti rudal THAAD milik AS di Korsel dan mendesaknya untuk segera dihentikan.
Putaran terakhir dari sanksi kompleks yang diberlakukan oleh Dewan Keamanan membutuhkan waktu tiga bulan untuk bernegosiasi setelah uji coba nuklir kelima Pyongyang pada bulan September. Langkah tersebut bertujuan untuk mengurangi seperempat pendapatan ekspor tahunan Korut.
Secara tradisional, AS dan China telah menegosiasikan sanksi baru sebelum melibatkan anggota dewan yang tersisa. Diplomat PBB mengatakan pembicaraan saat ini masih berada di antara keduanya.
Paling tidak, AS dapat mendorong China untuk menyetujui untuk mengecam peluncuran rudal Korut dalam sebuah resolusi, dan bukan sebuah pernyataan, yang mungkin juga memasukkan lebih banyak orang dan entitas yang terkait dengan program rudal balistik negara tersebut.
Inilah yang dilakukan dewan pada tahun 2013 sebagai tanggapan atas peluncuran pertama roket jarak jauh Korut, menggunakan teknologi rudal balistik, pada tahun 2012. Pyongyang mengatakan bahwa roket tersebut menempatkan satelit cuaca ke orbit.
Belum jelas bagaimana sikap Beijing terhadap sanksi baru untuk Korut. DK PBB secara tradisional telah meningkatkan sanksi untuk menanggapi lima uji coba nuklir Korea Utara dan dua peluncuran roket jarak jauh.
Sanksi pertama kali dikenakan pada Pyongyang pada tahun 2006 seperti dikutip dari Reuters, Rabu (3/5/2017).
Menurut Korea Selatan (Korsel), Korut pada tahun lalu telah meningkatkan tes rudalnya dengan meluncurkan puluhan jenis roket. Tes terbaru, yang gagal, terjadi pada hari Jumat setelah pertemuan DK PBB mengenai negara komunis itu yang diketuai oleh Sekretaris Negara AS Rex Tillerson.
"Aksi kumulatif DPRK (Korea Utara) sejak uji coba nuklir terakhir memaksa kita untuk melihat berbagai tindakan yang akan memberikan tekanan," kata juru bicara Misi Permanen AS ke PBB pada hari Selasa.
"Seperti dikatakan Sekretaris Tillerson pada hari Jumat, tindakan seperti biasa bukanlah pilihan. Kami mengeksplorasi opsi untuk menanggapi serangkaian provokasi ini dengan rekan-rekan Dewan Keamanan kami," kata juru bicara tersebut.
Tillerson pada hari Jumat mendesak Dewan Keamanan untuk bertindak sebelum Korea Utara melakukannya.
Pemerintahan Trump telah secara agresif menekan Beijing untuk mengendalikan sekutunya dan tetangganya Korut, memperingatkan bahwa semua opsi ada di meja jika Pyongyang bertahan dengan proyek nuklir dan misilnya.
Namun China mengatakan bahwa ancaman militer tidak akan membantu situasi tersebut dan menuduh AS memicu ketegangan di Semenanjung Korea. Beijing pada hari Selasa mengulangi penolakannya terhadap penyebaran sistem anti rudal THAAD milik AS di Korsel dan mendesaknya untuk segera dihentikan.
Putaran terakhir dari sanksi kompleks yang diberlakukan oleh Dewan Keamanan membutuhkan waktu tiga bulan untuk bernegosiasi setelah uji coba nuklir kelima Pyongyang pada bulan September. Langkah tersebut bertujuan untuk mengurangi seperempat pendapatan ekspor tahunan Korut.
Secara tradisional, AS dan China telah menegosiasikan sanksi baru sebelum melibatkan anggota dewan yang tersisa. Diplomat PBB mengatakan pembicaraan saat ini masih berada di antara keduanya.
Paling tidak, AS dapat mendorong China untuk menyetujui untuk mengecam peluncuran rudal Korut dalam sebuah resolusi, dan bukan sebuah pernyataan, yang mungkin juga memasukkan lebih banyak orang dan entitas yang terkait dengan program rudal balistik negara tersebut.
Inilah yang dilakukan dewan pada tahun 2013 sebagai tanggapan atas peluncuran pertama roket jarak jauh Korut, menggunakan teknologi rudal balistik, pada tahun 2012. Pyongyang mengatakan bahwa roket tersebut menempatkan satelit cuaca ke orbit.
(ian)