Singapura Tersinggung Dicap Ogah Pulangkan Koruptor Indonesia
A
A
A
SINGAPURA - Pemerintah Singapura tersinggung dengan tuduhan para pejabat polisi Indonesia bahwa negara itu menolak kerja sama untuk memulangkan buron kasus korupsi ke Indonesia. Singapura membantah menolak kerja sama dengan Indonesia dalam lingkup perjanjian yang bernama "Extradition Treaty and Mutual Legal Assistance".
Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan hari Minggu kemarin, Kementerian Luar Negeri (MFA) Singapura mengatakan, kedua negara menikmati kerja sama bilateral yang baik dalam penegakan hukum dan dalam menangani masalah pidana.
MFA menanggapi laporan pemberitaan yang mengutip Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Saiful Maltha yang mengatakan bahwa Indonesia telah mengirimkan draft perjanjian ekstradisi ke Singapura, tetapi tidak menerima balasan.
Irjen Pol Saiful berbicara kepada wartawan pada hari Kamis pekan lalu perihal investigasi terhadap Honggo Wendratno, pendiri PT Trans Pacific Petrochemical Indotama. Honggo terlibat dalam kasus dugaan korupsi pada 2010 dan pemerintah Indonesia percaya dia bersembunyi di Singapura.
Singapura juga menyoroti komentar Ses National Central Bureau (NCB) Interpol Brigjen Naufal Yahya yang mengatakan,” Singapura hidup dari investasi. Jika tersangka tidak berinvestasi di sana, tersangka tersebut pasti sudah diusir dengan dalih over(stayer)”.
MFA Singapura melalui seorang juru bicaranya menyebut komentar para pejabat polisi Indonesia itu tidak faktual dan nakal.
”Mereka juga tidak mencerminkan kerja sama yang baik antara kedua lembaga penegak hukum, terutama yang berasal dari dua pejabat senior,” kata pihak MFA Singapura, seperti dikutip Channel News Asia, Senin (3/4/2017).
Menurut kementerian itu, Singapura sudah menjelaskan fakta-fakta masalah pada berbagai kesempatan. ”Singapura dan Indonesia menandatangani Perjanjian Ekstradisi dan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan sebagai sebuah paket pada bulan April 2007 di Bali. Penandatanganan paket disaksikan oleh presiden sebelumnya Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong,” lanjut MFA.
“Kedua perjanjian masih tertunda ratifikasinya oleh DPR Indonesia. Singapura siap untuk melanjutkan kedua perjanjian setelah Indonesia siap untuk melakukannya,” imbuh MFA.
MFA menambahkan bahwa Singapura telah menyediakan bantuan kepada Indonesia terkait perjanjian “Extradition Treaty and Mutual Legal Assistance” dan negara itu berharap untuk menerima kerjasama serupa dari Indonesia.
Negara tetangga itu mengklaim pada tahun lalu telah mendeportasi dua warga terkait dugaan kasus korupsi atas permintaan Indonesia. Kedunya adala mantan Ketua PSSI La Nyalla Mattalitti yang dipulangkan pada Juni dan dua bulan sebelumnya pengusaha Indonesia Hartman Aluwi juga dipulangkan.
Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan hari Minggu kemarin, Kementerian Luar Negeri (MFA) Singapura mengatakan, kedua negara menikmati kerja sama bilateral yang baik dalam penegakan hukum dan dalam menangani masalah pidana.
MFA menanggapi laporan pemberitaan yang mengutip Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Saiful Maltha yang mengatakan bahwa Indonesia telah mengirimkan draft perjanjian ekstradisi ke Singapura, tetapi tidak menerima balasan.
Irjen Pol Saiful berbicara kepada wartawan pada hari Kamis pekan lalu perihal investigasi terhadap Honggo Wendratno, pendiri PT Trans Pacific Petrochemical Indotama. Honggo terlibat dalam kasus dugaan korupsi pada 2010 dan pemerintah Indonesia percaya dia bersembunyi di Singapura.
Singapura juga menyoroti komentar Ses National Central Bureau (NCB) Interpol Brigjen Naufal Yahya yang mengatakan,” Singapura hidup dari investasi. Jika tersangka tidak berinvestasi di sana, tersangka tersebut pasti sudah diusir dengan dalih over(stayer)”.
MFA Singapura melalui seorang juru bicaranya menyebut komentar para pejabat polisi Indonesia itu tidak faktual dan nakal.
”Mereka juga tidak mencerminkan kerja sama yang baik antara kedua lembaga penegak hukum, terutama yang berasal dari dua pejabat senior,” kata pihak MFA Singapura, seperti dikutip Channel News Asia, Senin (3/4/2017).
Menurut kementerian itu, Singapura sudah menjelaskan fakta-fakta masalah pada berbagai kesempatan. ”Singapura dan Indonesia menandatangani Perjanjian Ekstradisi dan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan sebagai sebuah paket pada bulan April 2007 di Bali. Penandatanganan paket disaksikan oleh presiden sebelumnya Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong,” lanjut MFA.
“Kedua perjanjian masih tertunda ratifikasinya oleh DPR Indonesia. Singapura siap untuk melanjutkan kedua perjanjian setelah Indonesia siap untuk melakukannya,” imbuh MFA.
MFA menambahkan bahwa Singapura telah menyediakan bantuan kepada Indonesia terkait perjanjian “Extradition Treaty and Mutual Legal Assistance” dan negara itu berharap untuk menerima kerjasama serupa dari Indonesia.
Negara tetangga itu mengklaim pada tahun lalu telah mendeportasi dua warga terkait dugaan kasus korupsi atas permintaan Indonesia. Kedunya adala mantan Ketua PSSI La Nyalla Mattalitti yang dipulangkan pada Juni dan dua bulan sebelumnya pengusaha Indonesia Hartman Aluwi juga dipulangkan.
(mas)