RUU Pembungkam Azan di Israel Disetujui Parlemen
A
A
A
TEL AVIV - Sebuah rancangan undang-undang (RUU) di Israel tentang larangan azan menggunakan pengeras suara di masjid telah mendapat persetejuan awal dalam sidang parlemen. Meski demikian, suara yang menentang aturan yang dikenal sebagai RUU “pembungkam azan” itu juga bermunculan.
Para anggota parlemen Israel yang mendukung mengatakan bahwa RUU itu bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup orang yang tinggal di dekat masjid karena kehilangan waktu tidur. Selama ini, azan subuh dikumandangkan sebelum pukul 05.00 dengan pengeras suara yang dipasang di menara masjid.
Para penentang mengatakan, RUU itu disponsori oleh partai-partai sayap kanan dan mengganggu kebebasan beragama kaum minoritas Muslim Israel. Warga Arab yang jumlahnya hampir 20 persen dari total populasi penduduk di Israel telah mengeluh dan menggambarkan RUU itu sebagai bentuk diskriminasi.
Setelah mendapat persetujuan awal dalam sidang parlemen, RUU itu akan dibahas lebih lanjut sebelum diputuskan untuk yang terakhir kali di parlemen beberapa waktu mendatang. Proses pengesahan RUU itu menjadi undang-undang (UU) akan berlangsung panjang.
”Anda melakukan tindakan rasis,” kata Ahmed Tibi, seorang anggota parlemen Israel dari minoritas Arab, kepada para politisi pendukung RUU, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (9/3/2017).
RUU itu sejatinya diusulkan dengan sasaran rumah-rumah ibadah secara umum yang menggunakan pengeras suara. Namun, kelompok minoritas Muslim menganggap RUU itu untuk menargetkan azan di masjid.
Jika diberlakukan, aturan itu nantinya akan melarang penggunaan pengeras suara untuk azan di masjid pada pukul 23.00 malam hingga pukul 07.00 pagi. Artinya, azan subuh nantinya dilarang menggunakan pengeras suara.
Dalam RUU itu juga akan diberlakukan denda sebesar 10.000 shekel atau sekitar Rp36 juta bagi pelanggarnya.
”Ini adalah hukum sosial yang bertujuan untuk melindungi tidur warga, tanpa merugikan imana siapa pun,” kata legislator Israel, Motti Yogev, salah satu sponsor RUU kontroversial ini. Selama pembahasan di parlemen, RUU ini diperdebatkan oleh kelompok pendukung dan kelompok penentang.
Tzipi Livni, pemimpin Partai Union Zionis dan mantan menteri luar negeri mengaku bangga dan harus bergabung bersama dengan kelompok yang menentang RUU itu. Menurutnya, RUU itu hanya akan “menyebarkan kebencian dan menyulut ketegangan antara kaum Muslim dan Yahudi”.
Para anggota parlemen Israel yang mendukung mengatakan bahwa RUU itu bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup orang yang tinggal di dekat masjid karena kehilangan waktu tidur. Selama ini, azan subuh dikumandangkan sebelum pukul 05.00 dengan pengeras suara yang dipasang di menara masjid.
Para penentang mengatakan, RUU itu disponsori oleh partai-partai sayap kanan dan mengganggu kebebasan beragama kaum minoritas Muslim Israel. Warga Arab yang jumlahnya hampir 20 persen dari total populasi penduduk di Israel telah mengeluh dan menggambarkan RUU itu sebagai bentuk diskriminasi.
Setelah mendapat persetujuan awal dalam sidang parlemen, RUU itu akan dibahas lebih lanjut sebelum diputuskan untuk yang terakhir kali di parlemen beberapa waktu mendatang. Proses pengesahan RUU itu menjadi undang-undang (UU) akan berlangsung panjang.
”Anda melakukan tindakan rasis,” kata Ahmed Tibi, seorang anggota parlemen Israel dari minoritas Arab, kepada para politisi pendukung RUU, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (9/3/2017).
RUU itu sejatinya diusulkan dengan sasaran rumah-rumah ibadah secara umum yang menggunakan pengeras suara. Namun, kelompok minoritas Muslim menganggap RUU itu untuk menargetkan azan di masjid.
Jika diberlakukan, aturan itu nantinya akan melarang penggunaan pengeras suara untuk azan di masjid pada pukul 23.00 malam hingga pukul 07.00 pagi. Artinya, azan subuh nantinya dilarang menggunakan pengeras suara.
Dalam RUU itu juga akan diberlakukan denda sebesar 10.000 shekel atau sekitar Rp36 juta bagi pelanggarnya.
”Ini adalah hukum sosial yang bertujuan untuk melindungi tidur warga, tanpa merugikan imana siapa pun,” kata legislator Israel, Motti Yogev, salah satu sponsor RUU kontroversial ini. Selama pembahasan di parlemen, RUU ini diperdebatkan oleh kelompok pendukung dan kelompok penentang.
Tzipi Livni, pemimpin Partai Union Zionis dan mantan menteri luar negeri mengaku bangga dan harus bergabung bersama dengan kelompok yang menentang RUU itu. Menurutnya, RUU itu hanya akan “menyebarkan kebencian dan menyulut ketegangan antara kaum Muslim dan Yahudi”.
(mas)