Telepon Putin, Trump Kecam Perjanjian Senjata Nuklir Era Obama
A
A
A
WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam pembicaraan perdana via telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin mengecam perjanjian senjata nuklir yang dibuat di era pemerintahan Presiden Barack Obama. Perjanjian itu membatasi AS dan Rusia untuk penyeberan hulu ledak nuklir.
Reaksi Trump yang mengecam perjanjian era Obama itu diungkap sumber-sumber di pemerintah AS yang mengetahui pembicaraan telepon Trump dan Putin. Trump, kata salah satu sumber, mengtakan perjanjian itu merupakan transaksi yang buruk bagi AS.
Saat bicara di telepon, Putin semula membahas kemungkinan untuk memperluas perjanjian yang dibuat pada tahun 2010 yang dikenal sebagai “New START”. Trump tiba-tiba menghentikan pembicaraan dan meminta ajudan yang ada di sampingnya untuk menjelaskan detail pejanjian tentang pembatasan senjata nuklir itu.
Trump kemudian mengatakan kepada Putin bahwa perjanjian itu salah satu dari beberapa penawaran yang buruk yang dinegosiasikan oleh pemerintahan Obama.
Pihak Gedung Putih enggan menyangkal maupun membenarkan reaksi Trump saat bicara via telepon dengan Putin seperti yang dibeberkan para sumber di pemerintah AS.
”Percakapan Presiden (Trump) dengan Presiden Putin adalah panggilan pribadi antara mereka berdua, dan saya akan berhenti di situ,” kata juru bicara Gedung Putih Sean Spicer ketika ditanya tentang isi pembicaraan telepon, seperti dikutip Reuters, Jumat (10/2/2017).
Pembicaraan via telepon dengan Putin itu berlangsung sekitar satu jam. Jika Trump mengonfirmasi laporan tentang reaksinya itu, maka itu akan menjadi sikap pertama Trump yang meragukan perjanjian “New START” yang dibuat di era Obama.
Perjanjian itu memerintahkan kedua negara untuk memangkas hingga 1.550 hulu ledak nuklir strategis hingga Februari 2018. Jumlah pemangkasan hulu ledak nuklir dalam perjanjian itu merupakan yang terendah dalam beberapa dekade. Perjanjian juga membatasi pengerahan rudal berbasis di kapal selam dan rudal berkemampuan nuklir.
Dua anggota Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS dari Partai Demokrat, Jeanne Shaheen dan Edward J. Markey, kesal karena Trump mengejek perjanjian pengontrolan senjata nuklir yang dibuat era Presiden Obama.
”Tidak mungkin untuk melebih-lebihkan kelalaian presiden AS dengan tidak mengetahui fakta-fakta dasar tentang kebijakan nuklir dan pengawasan senjata,” kata Shaheen dalam sebuah pernyataan.
Daryl Kimball, direktur eksekutif dari Arms Control Association, sebuah kelompok advokasi yang berbasis di Washington, meragukan pemahaman Trump soal perjanjian senjata nuklir. ”Sayangnya, Trump tampaknya tak mengerti tentang nilai dan kunci perjanjian pengurangan risiko nuklir dan bahaya yang unik dari senjata nuklir,” ujarnya.
Reaksi Trump yang mengecam perjanjian era Obama itu diungkap sumber-sumber di pemerintah AS yang mengetahui pembicaraan telepon Trump dan Putin. Trump, kata salah satu sumber, mengtakan perjanjian itu merupakan transaksi yang buruk bagi AS.
Saat bicara di telepon, Putin semula membahas kemungkinan untuk memperluas perjanjian yang dibuat pada tahun 2010 yang dikenal sebagai “New START”. Trump tiba-tiba menghentikan pembicaraan dan meminta ajudan yang ada di sampingnya untuk menjelaskan detail pejanjian tentang pembatasan senjata nuklir itu.
Trump kemudian mengatakan kepada Putin bahwa perjanjian itu salah satu dari beberapa penawaran yang buruk yang dinegosiasikan oleh pemerintahan Obama.
Pihak Gedung Putih enggan menyangkal maupun membenarkan reaksi Trump saat bicara via telepon dengan Putin seperti yang dibeberkan para sumber di pemerintah AS.
”Percakapan Presiden (Trump) dengan Presiden Putin adalah panggilan pribadi antara mereka berdua, dan saya akan berhenti di situ,” kata juru bicara Gedung Putih Sean Spicer ketika ditanya tentang isi pembicaraan telepon, seperti dikutip Reuters, Jumat (10/2/2017).
Pembicaraan via telepon dengan Putin itu berlangsung sekitar satu jam. Jika Trump mengonfirmasi laporan tentang reaksinya itu, maka itu akan menjadi sikap pertama Trump yang meragukan perjanjian “New START” yang dibuat di era Obama.
Perjanjian itu memerintahkan kedua negara untuk memangkas hingga 1.550 hulu ledak nuklir strategis hingga Februari 2018. Jumlah pemangkasan hulu ledak nuklir dalam perjanjian itu merupakan yang terendah dalam beberapa dekade. Perjanjian juga membatasi pengerahan rudal berbasis di kapal selam dan rudal berkemampuan nuklir.
Dua anggota Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS dari Partai Demokrat, Jeanne Shaheen dan Edward J. Markey, kesal karena Trump mengejek perjanjian pengontrolan senjata nuklir yang dibuat era Presiden Obama.
”Tidak mungkin untuk melebih-lebihkan kelalaian presiden AS dengan tidak mengetahui fakta-fakta dasar tentang kebijakan nuklir dan pengawasan senjata,” kata Shaheen dalam sebuah pernyataan.
Daryl Kimball, direktur eksekutif dari Arms Control Association, sebuah kelompok advokasi yang berbasis di Washington, meragukan pemahaman Trump soal perjanjian senjata nuklir. ”Sayangnya, Trump tampaknya tak mengerti tentang nilai dan kunci perjanjian pengurangan risiko nuklir dan bahaya yang unik dari senjata nuklir,” ujarnya.
(mas)