Tolak Lengser, Presiden Republik Islam Gambia Umumkan Status Darurat
A
A
A
BANJUL - Presiden Republik Islam Gambia Al Hadji Yahya Jammeh mengumumkan status darurat, sehari sebelum pelantikan presiden terpilih Adama Barrow. Jammeh yang sudah 22 tahun berkuasa, menolak lengser setelah tidak mengakui kekalahannya dari Barrow dalam pemilu Desember 2016 lalu.
Presiden Jammeh mengatakan negara berstatus darurat selama 90 hari ke depan. ”Akibat dari yang belum pernah terjadi sebelumnya dan campur tangan asing yang luar biasa dalam pemilu Desember,” katanya, seperti dikutip IB Times, Rabu (18/1/2017).
Jammeh semula mengakui kekalahannya dalam pemilu. Tapi, dia mengubah keputusan awal itu dengan tidak mengakui kemenangan rival politiknya, Adama Barrow.
Penolakan lengser Jammeh membuat Gambia mengalami krisis politik. Barrow yang semestinya jadi presiden baru telah berada di pengasingan di Senegal untuk mencari keselamatan.
Jammeh tetap menolak lengser meski ada ancaman intervensi militer dari negara-negara Afrika Barat. Selama berkuasa, Jammeh telah jadi sorotan media-media internasional atas berbagai keputusannya. Di antaranya, dia mengubah Gambia dari negara sekuler menjadi negara Islam dengan nama Republik Islam Gambia.
Keputusan lain yang membuatnya jadi sosok kontroversial adalah menerapkan hukuman mati bagi kaum gay atau homoskesual. Dia juga pernah mengklaim menemukan obat anti-HIV/AIDS yang hingga kini diragukan.
Status darurat yang diumumkan Jammeh mendapat respons cepat dari negara-negara Barat, salah satunya Inggris. Juru bicara Kementeria Luar Negeri Inggris Thomas Cooke mendesak semua wisatawan Inggris di Gambia untuk waspada.
“Presiden Jammeh perlu menghormati kehendak rakyat Gambia dan lengser untuk memungkinkan pelantikan (presiden baru) yang berlangsung pada 19 Januari 2017,” katanya.
“Ketegangan dapat meningkat hingga pelantikan pada 19 Januari ini, dan mungkin termasuk dengan penutupan singkat dari Bandara Internasional Banjul,” lanjut dia.
Presiden Jammeh mengatakan negara berstatus darurat selama 90 hari ke depan. ”Akibat dari yang belum pernah terjadi sebelumnya dan campur tangan asing yang luar biasa dalam pemilu Desember,” katanya, seperti dikutip IB Times, Rabu (18/1/2017).
Jammeh semula mengakui kekalahannya dalam pemilu. Tapi, dia mengubah keputusan awal itu dengan tidak mengakui kemenangan rival politiknya, Adama Barrow.
Penolakan lengser Jammeh membuat Gambia mengalami krisis politik. Barrow yang semestinya jadi presiden baru telah berada di pengasingan di Senegal untuk mencari keselamatan.
Jammeh tetap menolak lengser meski ada ancaman intervensi militer dari negara-negara Afrika Barat. Selama berkuasa, Jammeh telah jadi sorotan media-media internasional atas berbagai keputusannya. Di antaranya, dia mengubah Gambia dari negara sekuler menjadi negara Islam dengan nama Republik Islam Gambia.
Keputusan lain yang membuatnya jadi sosok kontroversial adalah menerapkan hukuman mati bagi kaum gay atau homoskesual. Dia juga pernah mengklaim menemukan obat anti-HIV/AIDS yang hingga kini diragukan.
Status darurat yang diumumkan Jammeh mendapat respons cepat dari negara-negara Barat, salah satunya Inggris. Juru bicara Kementeria Luar Negeri Inggris Thomas Cooke mendesak semua wisatawan Inggris di Gambia untuk waspada.
“Presiden Jammeh perlu menghormati kehendak rakyat Gambia dan lengser untuk memungkinkan pelantikan (presiden baru) yang berlangsung pada 19 Januari 2017,” katanya.
“Ketegangan dapat meningkat hingga pelantikan pada 19 Januari ini, dan mungkin termasuk dengan penutupan singkat dari Bandara Internasional Banjul,” lanjut dia.
(mas)