Dendam Diperkosa, Para Perempuan Yazidi Angkat Senjata Lawan ISIS
A
A
A
SINJAR - Para perempuan Yazidi Irak, korban pemerkosaan dan penyiksan kelompok ISIS yang berhasil menyelamatkan diri kini ramai-ramai angkat senjata untuk balas dendam. Mereka membentuk batalion Yazidi yang semua anggotanya perempuan korban ISIS.
Para perempuan Yazidi itu telah pelatihan militer bersama kelompok Kurdi. Mereka sudah mengganti pakaian tradisional dengan seragam tempur.
Mereka memiliki cerita menakutkan tentang kebrutalan yang dilakukan para militan ISIS. Salah satu perempuan Yazidi, Xate, yang menggerakkan para perempuan Yazidi melakukan perlawanan mengaku sedih mendengar cerita korban penyanderaan ISIS.
“Saya bertemu dengan seorang wanita yang telah ditangkap oleh ISIS. Dia bilang dia telah diculik dengan bayinya yang berumur satu tahun. Pemimpin ISIS tidak mengizinkannya memberi makan bayi selama tiga hari. Bayi itu terus menangis dan menangis,” katanya.
“Kata pemimpin (ISIS) kepadanya; 'Bayi Anda mengganggu saya dan tidak membiarkan saya tidur’,” kata Xate menirukan pengakuan perempuan korban penyanderaan ISIS.
”Perempuan itu menjawab; ‘Kami adalah tahanan, kami lapar dan haus’,” lanjut dia. ”Kata pemimpin ISIS; ’Berikan pada saya, saya akan makan itu,” ujar Xate.
Menurut ceritanya, bayi itu dieksekusi, tubuhnya dimasak dan dibawa lagi ke ibunya untuk disuguhkan. Cerita perempuan Yaizidi ini diabadikan sineas Stacey Dooley yang melakukan perjalanan ke zona konflik untuk membuat film dokumenter BBC.
Stacey mengatakan; ”Cerita yang ibu dikatakan Xate telah mengubahnya menjadi seorang prajurit dan akhirnya jadi pendiri batalion perempuan Yazidi yang dilatih oleh pasukan Peshmerga.”
”Kami berada di tengah-tengah zona perang, sehingga tidak mudah untuk memverifikasi cobaan yang mengerikan ini, saya saya mendengar begitu banyak tentang pemerkosaan itu, kelaparan dan pembunuhan anak-anak di depan ibu mereka,” ujar Stacey.
Selama pembuatan film dokumentar, dia menghabiskan waktu dengan perempuan Yazidi di kamp-kamp pelatihan mereka di dekat Gunung Sinjar, di mana 5.000 orang dibantai pada bulan Agustus tahun 2014.
Prajurit perempuan Yazidi lainnya, Nadia, mengatakan; "Saya ingin menjadi seperti dulu lagi. Dulu sangat cantik.” ”Kami sangat bahagia di sini, kemudian ISIS datang dan menghancurkan semua rumah dan membunuh semua orang,” ujarnya.
Banyak wanita telah kehilangan keluarga dalam pertempuran dan beberapa kerabat dekat mereka dibawa oleh para militan ISIS sebagai budak seks. Seorang perempuan Yaizidi, Inas, mengatakan; ”Saudara saya masih di tangan ISIS.”
”Saya ingat semua hal mengerikan yang mereka lakukan di depan mata kami, bagaimana mereka membunuh dan memperkosa perempuan di depan kami,” ujar Inas. ”Mereka mengeluarkan parang untuk mengeksekusi ayah saya,” katanya, seperti dikutip Daily Mirror , Senin (14/11/2016) malam.
Para perempuan Yazidi itu telah pelatihan militer bersama kelompok Kurdi. Mereka sudah mengganti pakaian tradisional dengan seragam tempur.
Mereka memiliki cerita menakutkan tentang kebrutalan yang dilakukan para militan ISIS. Salah satu perempuan Yazidi, Xate, yang menggerakkan para perempuan Yazidi melakukan perlawanan mengaku sedih mendengar cerita korban penyanderaan ISIS.
“Saya bertemu dengan seorang wanita yang telah ditangkap oleh ISIS. Dia bilang dia telah diculik dengan bayinya yang berumur satu tahun. Pemimpin ISIS tidak mengizinkannya memberi makan bayi selama tiga hari. Bayi itu terus menangis dan menangis,” katanya.
“Kata pemimpin (ISIS) kepadanya; 'Bayi Anda mengganggu saya dan tidak membiarkan saya tidur’,” kata Xate menirukan pengakuan perempuan korban penyanderaan ISIS.
”Perempuan itu menjawab; ‘Kami adalah tahanan, kami lapar dan haus’,” lanjut dia. ”Kata pemimpin ISIS; ’Berikan pada saya, saya akan makan itu,” ujar Xate.
Menurut ceritanya, bayi itu dieksekusi, tubuhnya dimasak dan dibawa lagi ke ibunya untuk disuguhkan. Cerita perempuan Yaizidi ini diabadikan sineas Stacey Dooley yang melakukan perjalanan ke zona konflik untuk membuat film dokumenter BBC.
Stacey mengatakan; ”Cerita yang ibu dikatakan Xate telah mengubahnya menjadi seorang prajurit dan akhirnya jadi pendiri batalion perempuan Yazidi yang dilatih oleh pasukan Peshmerga.”
”Kami berada di tengah-tengah zona perang, sehingga tidak mudah untuk memverifikasi cobaan yang mengerikan ini, saya saya mendengar begitu banyak tentang pemerkosaan itu, kelaparan dan pembunuhan anak-anak di depan ibu mereka,” ujar Stacey.
Selama pembuatan film dokumentar, dia menghabiskan waktu dengan perempuan Yazidi di kamp-kamp pelatihan mereka di dekat Gunung Sinjar, di mana 5.000 orang dibantai pada bulan Agustus tahun 2014.
Prajurit perempuan Yazidi lainnya, Nadia, mengatakan; "Saya ingin menjadi seperti dulu lagi. Dulu sangat cantik.” ”Kami sangat bahagia di sini, kemudian ISIS datang dan menghancurkan semua rumah dan membunuh semua orang,” ujarnya.
Banyak wanita telah kehilangan keluarga dalam pertempuran dan beberapa kerabat dekat mereka dibawa oleh para militan ISIS sebagai budak seks. Seorang perempuan Yaizidi, Inas, mengatakan; ”Saudara saya masih di tangan ISIS.”
”Saya ingat semua hal mengerikan yang mereka lakukan di depan mata kami, bagaimana mereka membunuh dan memperkosa perempuan di depan kami,” ujar Inas. ”Mereka mengeluarkan parang untuk mengeksekusi ayah saya,” katanya, seperti dikutip Daily Mirror , Senin (14/11/2016) malam.
(mas)