Bos Intelijen Jerman: Kejatuhan Mosul Picu Serangan Teroris di Eropa
A
A
A
BERLIN - Kekalahan militan Negara Islam atau ISIS di Mosul, Irak, kemungkinan akan memicu serangan teroris di seluruh Eropa. Peringatan ini datang dari kepala Kantor Federal Jerman untuk Perlindungan Konstitusi (BfV), Hans-Georg Maassen.
Maassen mengakui jika anggota ISIS bisa saja menyerah dan secara efektif menghadapi kekalahan di kota Irak. "Itu bagus. Tapi ini dapat menyebabkan konsekuensi bahwa situasi ini dapat mengingatkan pendukungnya di Eropa yang dapat menyebabkan serangan kekerasan," katanya seperti dikutip dari Russia Today, Senin (31/10/2016).
Maassen mengatakan bahwa pihaknya telah mengamati dengan seksama situasi di Mosul. Ia juga mengatakan bahwa dinas keamanan di Jerman sedang mempersiapkan diri untuk mengantisipasi serangan tersebut.
"Ini adalah apa yang ingin kita cegah dan kami juga telah menyesuaikan diri sehingga dapat menghindarinya," kata Maassen tanpa menyebutkan jenis ancaman yang akan dihadapi oleh Jerman.
Ia menegaskan bahwa BfV harus mempersiapkan diri untuk "skenario yang berbeda," termasuk kasus ketika pejuang terlatih [yang bisa] secara bersamaan melancarkan serangan bunuh diri atau tindakan teroris dengan senapan serbu Kalashnikov. Inilah yang terjadi dalam serangan teroris di Paris pada November 2015 lalu serta bom bunuh diri bandara dan stasiun metro Brussels pada bulan Maret lalu.
"Dan kemudian kita memiliki kasus serigala yang tidak benar-benar serigala karena, seperti yang kita sekarang temui dalam sejumlah kasus, orang-orang ini tengah radikal dan dipimpin melalui layanan instant messenger, melalui internet," kata Maassen.
Jerman telah diguncang oleh sejumlah serangan teror pada tahun ini yang memberikan tekanan kepada kebijakan imigrasi pintu terbuka Kanselir Angela Merkel. Aksi kekerasan yang terjadi selama satu minggu pernah mengguncang Jerman yang dimulai pada 18 Juli.
Ketika itu, remaja Pakistan Riaz Khan Ahmadzai (17) menyamar sebagai pengungsi Afghanistan menyerang penumpang kereta api di Wurzburg dengan kapak, melukai lima. Dia ditembak mati oleh polisi. Empat hari kemudian seorang remaja berdarah Jerman-Iran, Ali Sonboly, menembak mati sembilan orang saat mengamuk di sebuah pusat perbelanjaan di Munich sebelum akhirnya bunuh diri. Dua hari kemudian seorang pengungsi Suriah menyerang wanita hamil sampai mati di Reutlingen dan pada malam yang sama Daleel (27) melukai 12 orang ketika ia meledakkan ransel penuh dengan pecahan logam dan sekrup.
Maassen mengakui jika anggota ISIS bisa saja menyerah dan secara efektif menghadapi kekalahan di kota Irak. "Itu bagus. Tapi ini dapat menyebabkan konsekuensi bahwa situasi ini dapat mengingatkan pendukungnya di Eropa yang dapat menyebabkan serangan kekerasan," katanya seperti dikutip dari Russia Today, Senin (31/10/2016).
Maassen mengatakan bahwa pihaknya telah mengamati dengan seksama situasi di Mosul. Ia juga mengatakan bahwa dinas keamanan di Jerman sedang mempersiapkan diri untuk mengantisipasi serangan tersebut.
"Ini adalah apa yang ingin kita cegah dan kami juga telah menyesuaikan diri sehingga dapat menghindarinya," kata Maassen tanpa menyebutkan jenis ancaman yang akan dihadapi oleh Jerman.
Ia menegaskan bahwa BfV harus mempersiapkan diri untuk "skenario yang berbeda," termasuk kasus ketika pejuang terlatih [yang bisa] secara bersamaan melancarkan serangan bunuh diri atau tindakan teroris dengan senapan serbu Kalashnikov. Inilah yang terjadi dalam serangan teroris di Paris pada November 2015 lalu serta bom bunuh diri bandara dan stasiun metro Brussels pada bulan Maret lalu.
"Dan kemudian kita memiliki kasus serigala yang tidak benar-benar serigala karena, seperti yang kita sekarang temui dalam sejumlah kasus, orang-orang ini tengah radikal dan dipimpin melalui layanan instant messenger, melalui internet," kata Maassen.
Jerman telah diguncang oleh sejumlah serangan teror pada tahun ini yang memberikan tekanan kepada kebijakan imigrasi pintu terbuka Kanselir Angela Merkel. Aksi kekerasan yang terjadi selama satu minggu pernah mengguncang Jerman yang dimulai pada 18 Juli.
Ketika itu, remaja Pakistan Riaz Khan Ahmadzai (17) menyamar sebagai pengungsi Afghanistan menyerang penumpang kereta api di Wurzburg dengan kapak, melukai lima. Dia ditembak mati oleh polisi. Empat hari kemudian seorang remaja berdarah Jerman-Iran, Ali Sonboly, menembak mati sembilan orang saat mengamuk di sebuah pusat perbelanjaan di Munich sebelum akhirnya bunuh diri. Dua hari kemudian seorang pengungsi Suriah menyerang wanita hamil sampai mati di Reutlingen dan pada malam yang sama Daleel (27) melukai 12 orang ketika ia meledakkan ransel penuh dengan pecahan logam dan sekrup.
(ian)