Matikan Speaker Khotbah Buddha di Myanmar, Turis Belanda Dipenjara
A
A
A
MANDALAY - Seorang turis asal Belanda, Klaas Haytema, 30, dihukum penjara selama tiga bulan karena mematikan speaker khotbah Buddha di Myanmar. Turis ini merasa terganggu dengan suara speaker saat berusaha untuk tidur.
Haytema, dihukum atas tuduhan melanggar peraturan visa dan tidak menghormati budaya Myanmar. Dia meneteskan air mata saat divonis penjara dan denda 100.000 kyat atau sekitar Rp1 juta.
Turis itu mematikan speaker khotbah pada larut malam karena dia ingin tidur. Dia mengaku tidak menyadari bahwa tindakannya mengganggu ibadah yang membuatnya ditangkap di dekat hotel tempat dia menginap di Mandalay.
Haytema juga dituduh oleh jaksa Buddha sudah melakukan penghinaan dengan tidak melepas sepatu ketika memasuki ruang doa untuk mematikan amplifier.
Media setempat melaporkan bahwa dia telah meminta maaf pada sidang sebelumnya. Namun, hakim pengadilan yang dikutip BBC, semalam (6/10/2016) mengatakan bahwa Haytema jelas bersalah menghina agama.
Di Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha, memperlakukan secara serius setiap tindakan yang dianggap sebagai penghinaan terhadapa agama.
Seorang tokoh masyarakat setempat, Chit San, mengaku menelepon polisi ketika emosi masyarakat berkobar setelah tindakan Haytema.”Kami tidak bisa bernegosiasi damai karena orang-orang marah, jadi kami menelepon polisi untuk mengendalikan situasi. Kami benar-benar tidak ingin dia ditangkap,” katanya.
Laporan lain menyebut para tentara juga terpaksa dipanggil untuk menenangkan warga. Belum jelas apakah Haytema akan mengajukan banding atau tidak atas vonis penjara tiga bulan yang dijatuhkan pengadilan di Myanmar.
Haytema, dihukum atas tuduhan melanggar peraturan visa dan tidak menghormati budaya Myanmar. Dia meneteskan air mata saat divonis penjara dan denda 100.000 kyat atau sekitar Rp1 juta.
Turis itu mematikan speaker khotbah pada larut malam karena dia ingin tidur. Dia mengaku tidak menyadari bahwa tindakannya mengganggu ibadah yang membuatnya ditangkap di dekat hotel tempat dia menginap di Mandalay.
Haytema juga dituduh oleh jaksa Buddha sudah melakukan penghinaan dengan tidak melepas sepatu ketika memasuki ruang doa untuk mematikan amplifier.
Media setempat melaporkan bahwa dia telah meminta maaf pada sidang sebelumnya. Namun, hakim pengadilan yang dikutip BBC, semalam (6/10/2016) mengatakan bahwa Haytema jelas bersalah menghina agama.
Di Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha, memperlakukan secara serius setiap tindakan yang dianggap sebagai penghinaan terhadapa agama.
Seorang tokoh masyarakat setempat, Chit San, mengaku menelepon polisi ketika emosi masyarakat berkobar setelah tindakan Haytema.”Kami tidak bisa bernegosiasi damai karena orang-orang marah, jadi kami menelepon polisi untuk mengendalikan situasi. Kami benar-benar tidak ingin dia ditangkap,” katanya.
Laporan lain menyebut para tentara juga terpaksa dipanggil untuk menenangkan warga. Belum jelas apakah Haytema akan mengajukan banding atau tidak atas vonis penjara tiga bulan yang dijatuhkan pengadilan di Myanmar.
(mas)