Wajib Salaman dengan Pria, Guru Muslimah di Swedia Mengundurkan Diri
A
A
A
HELSINGBORG - Seorang guru perempuan Muslim di sebuah sekolah di Swedia memilih mengundurkan diri setelah diwajibkan salaman dengan rekan lelaki. Guru perempuan itu menolak salaman dan membuat rekan lelaki tersinggung.
Muslimah bernama Fardous El-Sakka, 20, telah bekerja sebagai guru pengganti di sebuah sekolah di Helsingborg, Swedia selatan, sejak Agustus lalu. Dia memiliki keyakinan dalam agamanya, bahwa perempuan yang bukan muhrim tidak boleh bersentuhan tangan dengan rekan-rekan prianya.
Sebagai pengganti salaman, El-Sakka meletakkan tangannya di dada dan membungkukkan tubuhnya. Namun, salah satu pria yang jadi staf di sekolah tersinggung karena ajakan salaman ditolak El-Sakka. Staf itu lantas mengadukannya ke kepala sekolah.
”Jika ada yang didiskriminasi di sini, itu adalah karyawan yang tangannya dia tolak untuk diraih. Pria itu merasa sangat tersinggung,” kata kepala sekolah, Lidija Munchmeyer, kepada surat kabar Swedia, Expressen, yang dikutip Jumat (23/9/2016).
El-Sakka kemudian dipanggil kepala sekolah. Dia diwajibkan menghormati nilai-nilai sekolah jika ingin masih ingin bekerja. ”Dia berdiri dan berkata, 'saya pergi sekarang’,” ujar Munchmeyer, mengacu pada keputusan El-Sakka untuk berhenti dari pekerjaannya.
”Sekolah (kami) tidak membedakan orang atau memperlakukan orang berbeda. Itulah yang kita ajarkan pada siswa kami, dan kami juga harus bertindak dengan cara ini pada diri kita sendiri,” lanjut kepala sekolah tersebut.
El-Sakka memilih berhenti, tapi dia mengadukan aturan untuk mewajibkannya salaman dengan pria ke Ombdusman Kesetaraan Swedia. Namun, dia belum menerima respons dari ombdusman.
Kasus mirip El-Sakka ini pernah dialami seorang Muslim yang bekerja sebagai inspektur paspor di perbatasan Swedia. Dia diadukan rekan-rekan perempuannya karena menolak bersalaman.
Muslimah bernama Fardous El-Sakka, 20, telah bekerja sebagai guru pengganti di sebuah sekolah di Helsingborg, Swedia selatan, sejak Agustus lalu. Dia memiliki keyakinan dalam agamanya, bahwa perempuan yang bukan muhrim tidak boleh bersentuhan tangan dengan rekan-rekan prianya.
Sebagai pengganti salaman, El-Sakka meletakkan tangannya di dada dan membungkukkan tubuhnya. Namun, salah satu pria yang jadi staf di sekolah tersinggung karena ajakan salaman ditolak El-Sakka. Staf itu lantas mengadukannya ke kepala sekolah.
”Jika ada yang didiskriminasi di sini, itu adalah karyawan yang tangannya dia tolak untuk diraih. Pria itu merasa sangat tersinggung,” kata kepala sekolah, Lidija Munchmeyer, kepada surat kabar Swedia, Expressen, yang dikutip Jumat (23/9/2016).
El-Sakka kemudian dipanggil kepala sekolah. Dia diwajibkan menghormati nilai-nilai sekolah jika ingin masih ingin bekerja. ”Dia berdiri dan berkata, 'saya pergi sekarang’,” ujar Munchmeyer, mengacu pada keputusan El-Sakka untuk berhenti dari pekerjaannya.
”Sekolah (kami) tidak membedakan orang atau memperlakukan orang berbeda. Itulah yang kita ajarkan pada siswa kami, dan kami juga harus bertindak dengan cara ini pada diri kita sendiri,” lanjut kepala sekolah tersebut.
El-Sakka memilih berhenti, tapi dia mengadukan aturan untuk mewajibkannya salaman dengan pria ke Ombdusman Kesetaraan Swedia. Namun, dia belum menerima respons dari ombdusman.
Kasus mirip El-Sakka ini pernah dialami seorang Muslim yang bekerja sebagai inspektur paspor di perbatasan Swedia. Dia diadukan rekan-rekan perempuannya karena menolak bersalaman.
(mas)