Duterte Hendak Dibunuh, Senapan Otomatis Didatangkan dari AS
A
A
A
MANILA - Kepolisian Nasional Filipina mengungkap sebuah rencana pembunuhan terhadap Presiden Rodrigo Duterte yang sedang mengobarkan perang melawan narkoba. Dua tersangka yang merencanakan pembunuhan mengimpor senjata senapan otomatis dari Amerika Serikat (AS).
Kepala Polisi Nasional Filipina, Jenderal Polisi Ronald Dela Rosa, mengatakan dalam sebuah konferensi pers bahwa bagian-bagian senjata yang dikirim dari AS “dicegat” pada 6 Agustus 2016 di Bacolod City, Filipina.
Bagian-bagian senjata itu, kata dia, akan dirakit para tersangka untuk membunuh Presiden Duterte. Dua tersangka yang mengimpor senjata itu adalah Bryan Ta-ala dan Wilford Palma.
Mereka telah ditangkap saat penggerebekan yang dilakukan polisi. Menurut Dela Rosa, kedua tersangka bersedia bekerja sama dalam penyelidikan polisi soal rencana pembunuhan terhadap Duterte.
Palma, lanjut Dela Rosa, mengatakan kepada penyelidik bahwa impor bagian-bagian senjata itu atas perintah “klien” untuk membunuh presiden berjuluk “the punisher” alias penghukum tersebut.
Bagian-bagian senjata AS itu senilai 4,5 juta Peso. Jika bagian-bagian itu rampung dirakit, maka akan menjadi 100 unit senapan M16. Kedua tersangka dituduh melanggar Undang-Undang Republik Nomor 10591 tentang Senjata Api dan Amunisi.
Juru bicara Presiden Duterte, Ernesto Abella, mengatakan bahwa Duterte sangat menyadari adanya rencana pembunuhan itu. Menurutnya, Duterte prihatin tapi tidak khawatir.
“Dia memakan ancaman (kematian) untuk sarapan. Artinya, itu bukan sesuatu yang baru baginya,” kata Abella, seperti dikutip Philstar, Jumat (2/9/2016).
”Ini berdiri sangat heroik, karena dia benar-benar mengerti bahwa ada panggilan untuk perang di beberapa bidang, yang sedang dijalani adalah perang melawan narkoba, perang melawan terorisme dan perang terhadap kejahatan,” katanya.
Kepala Polisi Nasional Filipina, Jenderal Polisi Ronald Dela Rosa, mengatakan dalam sebuah konferensi pers bahwa bagian-bagian senjata yang dikirim dari AS “dicegat” pada 6 Agustus 2016 di Bacolod City, Filipina.
Bagian-bagian senjata itu, kata dia, akan dirakit para tersangka untuk membunuh Presiden Duterte. Dua tersangka yang mengimpor senjata itu adalah Bryan Ta-ala dan Wilford Palma.
Mereka telah ditangkap saat penggerebekan yang dilakukan polisi. Menurut Dela Rosa, kedua tersangka bersedia bekerja sama dalam penyelidikan polisi soal rencana pembunuhan terhadap Duterte.
Palma, lanjut Dela Rosa, mengatakan kepada penyelidik bahwa impor bagian-bagian senjata itu atas perintah “klien” untuk membunuh presiden berjuluk “the punisher” alias penghukum tersebut.
Bagian-bagian senjata AS itu senilai 4,5 juta Peso. Jika bagian-bagian itu rampung dirakit, maka akan menjadi 100 unit senapan M16. Kedua tersangka dituduh melanggar Undang-Undang Republik Nomor 10591 tentang Senjata Api dan Amunisi.
Juru bicara Presiden Duterte, Ernesto Abella, mengatakan bahwa Duterte sangat menyadari adanya rencana pembunuhan itu. Menurutnya, Duterte prihatin tapi tidak khawatir.
“Dia memakan ancaman (kematian) untuk sarapan. Artinya, itu bukan sesuatu yang baru baginya,” kata Abella, seperti dikutip Philstar, Jumat (2/9/2016).
”Ini berdiri sangat heroik, karena dia benar-benar mengerti bahwa ada panggilan untuk perang di beberapa bidang, yang sedang dijalani adalah perang melawan narkoba, perang melawan terorisme dan perang terhadap kejahatan,” katanya.
(mas)