Bocah Muslim Pembuat Jam yang Dikira Bom Tinggalkan AS
A
A
A
TEXAS - Ahmed Mohamed, bocah remaja pembuat jam digital yang dikira bom rakitan terpaksa meninggalkan Amerika Serikat (AS). Bocah Muslim “ajaib” ini meninggalkan AS karena banyak informasi yang salah tentang keluarganya yang muncul di media.
”Ada banyak informasi yang salah dan kesalahpahaman tentang apa yang terjadi,” kata Susan Hutchinson, pengacara keluarga Mohamed.
”Ada informasi yang salah tentang (keluarga Ahmed) sehubungan dengan kelompok orang, dasar iman Islam mereka, tentang kegiatan mereka dalam komunitas Muslim. Ada banyak informasi yang salah di luar sana, rumor dan hal yang dibuat-buat oleh beberapa orang di media,” lanjut dia merinci penyebab Ahmed dan keluarganya terpaksa meninggalkan AS.
Pengacara ini mencatat bahwa kesalahpahaman dimulai setelah cerita pertama tentang jam digital buataan Ahmed menghebohkan dunia. Pada September tahun lalu, Ahmed yang berusia 14 tahun dikeluarkan dari kelasnya di sebuah SMA di Irving, Texas, dan ditangkap polisi setelah dia membawa sebuah jam digital buatan sendiri ke kelas untuk ditunjukkan pada gurunya.
Dia diborgol, dibawa ke pusat penahanan remaja, diperiksa polisi, disidik jari, dan difoto wajahnya, sebelum akhirnya dibebaskan tanpa tuduhan. Menurut pengacaranya, selain diperlakukan layaknya penjahat, Ahmed saat itu diancam diusir jika dia menolak untuk menandatangani pengakuan bahwa dia bermaksud membawa “bom palsu” ke sekolah.
Ahmed saat itu merasa kesal karena “merasa diperlakukan seperti bukan manusia”. Ahmed diskors dari sekolah bahkan setelah polisi memastkan jika jam digital buatannya bukan bom rakitan seperti yang dituduhkan pihak sekolah.
Bocah Muslim ini telah mendapat dukungan dari berbagai tokoh di seluruh dunia, termasuk Presiden Barack Obama. Hastag #IStandWithAhmed pernah menjadi trending topic sebagai gerakan dukungan untuk Ahmed dari warga dunia.
”Ada laporan bahwa itu benar-benar bom, bahwa ayah Ahmed merencanakan semuanya. Bagaimana mungkin dia bisa merencanakan penangkapan palsu oleh Kepolisian Irving?,” kata Hutchinson, seperti dikutip dari Russia Today, Sabtu (13/8/2016).
Ahmed harus pindah ke Qatar, di mana dia diundang untuk ambil bagian dalam Program Inovator Muda yang dijalankan oleh Qatar Foundation for Education, Science, and Community Development. Dia pulang sebentar ke AS pekan lalu untuk menghadiri sidang pengadilan, di mana keluarganya telah mengajukan gugatan terhadap sekolah dan pemerintah Kota Irving, atas perlakuan yang dialami Ahmed.
”Kehidupan (Ahmed) telah berubah drastis. Dia dan keluarganya telah pindah setengah jalan di seluruh dunia. Saya pikir mereka telah menerima beberapa ancaman terhadap keselamatan mereka,” ujar Hutchinson.
”Ada banyak informasi yang salah dan kesalahpahaman tentang apa yang terjadi,” kata Susan Hutchinson, pengacara keluarga Mohamed.
”Ada informasi yang salah tentang (keluarga Ahmed) sehubungan dengan kelompok orang, dasar iman Islam mereka, tentang kegiatan mereka dalam komunitas Muslim. Ada banyak informasi yang salah di luar sana, rumor dan hal yang dibuat-buat oleh beberapa orang di media,” lanjut dia merinci penyebab Ahmed dan keluarganya terpaksa meninggalkan AS.
Pengacara ini mencatat bahwa kesalahpahaman dimulai setelah cerita pertama tentang jam digital buataan Ahmed menghebohkan dunia. Pada September tahun lalu, Ahmed yang berusia 14 tahun dikeluarkan dari kelasnya di sebuah SMA di Irving, Texas, dan ditangkap polisi setelah dia membawa sebuah jam digital buatan sendiri ke kelas untuk ditunjukkan pada gurunya.
Dia diborgol, dibawa ke pusat penahanan remaja, diperiksa polisi, disidik jari, dan difoto wajahnya, sebelum akhirnya dibebaskan tanpa tuduhan. Menurut pengacaranya, selain diperlakukan layaknya penjahat, Ahmed saat itu diancam diusir jika dia menolak untuk menandatangani pengakuan bahwa dia bermaksud membawa “bom palsu” ke sekolah.
Ahmed saat itu merasa kesal karena “merasa diperlakukan seperti bukan manusia”. Ahmed diskors dari sekolah bahkan setelah polisi memastkan jika jam digital buatannya bukan bom rakitan seperti yang dituduhkan pihak sekolah.
Bocah Muslim ini telah mendapat dukungan dari berbagai tokoh di seluruh dunia, termasuk Presiden Barack Obama. Hastag #IStandWithAhmed pernah menjadi trending topic sebagai gerakan dukungan untuk Ahmed dari warga dunia.
”Ada laporan bahwa itu benar-benar bom, bahwa ayah Ahmed merencanakan semuanya. Bagaimana mungkin dia bisa merencanakan penangkapan palsu oleh Kepolisian Irving?,” kata Hutchinson, seperti dikutip dari Russia Today, Sabtu (13/8/2016).
Ahmed harus pindah ke Qatar, di mana dia diundang untuk ambil bagian dalam Program Inovator Muda yang dijalankan oleh Qatar Foundation for Education, Science, and Community Development. Dia pulang sebentar ke AS pekan lalu untuk menghadiri sidang pengadilan, di mana keluarganya telah mengajukan gugatan terhadap sekolah dan pemerintah Kota Irving, atas perlakuan yang dialami Ahmed.
”Kehidupan (Ahmed) telah berubah drastis. Dia dan keluarganya telah pindah setengah jalan di seluruh dunia. Saya pikir mereka telah menerima beberapa ancaman terhadap keselamatan mereka,” ujar Hutchinson.
(mas)