Sabah dan Sarawak Bisa Pisah jika Malaysia Terapkan Hukum Hudud
A
A
A
KUALA LUMPUR - Sabah dan Sarawak, dua negara bagian Malaysia memperingatkan akan memisahkan diri jika Pemerintah Malaysia menerapkan hukum hudud seiring dengan adanya Rancangan Undang-Undang (RUU) Syariat Islam yang diajukan Partai Islam se-Malaysia (PAS) ke parlemen.
Selain itu, para menteri non-Muslim juga mengancam mengundurkan diri dari kabinet Pemerintah Perdana Menteri (PM) Najib Razak jika RUU itu disahkan menjadi UU.
Baca:
Perluas Syariat Islam, Malaysia Bakal Terapkan Hukum Rajam
RUU Syariat Islam telah memicu kegemparan publik non-Muslim setelah Pemerintah PM Najib sebelumnya memberi sinyal untuk mendukung RUU tersebut.
”Jika dibahas parlemen dan lolos, saya takut itu akan memicu perasaan lebih di antara orang-orang dari Sabah dan Sarawak untuk berpisah,” kata Presiden Partai Persatuan Rakyat Sabah, Joseph Kurup, yang memperingatkan dampak RUU itu, seperti dikutip IB Times, Selasa (31/5/2016).
RUU itu awalnya dikemukakan oleh Abdul Hadi Awang, Presiden PAS pada bulan April tahun lalu. RUU gagal melewati tahap perdebatan karena kendala waktu di parlemen.
RUU ini bertujuan untuk menggantikan ketentuan yang ada di wilayah hukum pidana pengadilan Syariah dan untuk memungkinkan beberapa kategori hukuman yang akan dijatuhkan.
Saat ini, hukuman di pengadilan syariah terbatas untuk penjara yang tidak melebihi tiga tahun, atau cambuk yang tidak lebih dari enam pukulan, atau denda tidak lebih dari 5 ribu Ringgit Malaysia. Dengan RUU ini, hukum di pengadilan syariah bisa menjadi lebih keras, termasuk penerapan hukum hudud yang di dalamnya bisa memuat hukum potongan tangan hingga rajam.
Baca juga:
Para Politisi Etnis China Menolak RUU Syariat Islam di Malaysia
PM Najib yang juga presiden mitra koalisi utama, UMNO, telah mencoba meredakan kekhawatiran atas RUU Syariat Islam itu. Najib sebelumnya menegaskan bahwa penerapan dari aturan itu nantinya hanya berlaku bagi warga Muslim bukan non-Muslim.
The Institute of Islamic Understanding Malaysia telah mendesak publik Malaysia untuk tenang dan menyikapi dengan kepala dingin. "Jangan meningkatkan sifat eksplosif dari masalah ini. Islam memandang adil. Tidak hanya untuk manusia tetapi untuk binatang dan tumbuhan juga," kata Direktur Jenderal lembaga itu, Azizan Baharuddin.
”Mereka yang khawatir dengan mengangkat isu-isu ini dan pihak yang terlibat harus menjelaskan. Lembaga ini akan mempelajari RUU secara menyeluruh sebelum membuat komentar apapun,” katanya.
Selain itu, para menteri non-Muslim juga mengancam mengundurkan diri dari kabinet Pemerintah Perdana Menteri (PM) Najib Razak jika RUU itu disahkan menjadi UU.
Baca:
Perluas Syariat Islam, Malaysia Bakal Terapkan Hukum Rajam
RUU Syariat Islam telah memicu kegemparan publik non-Muslim setelah Pemerintah PM Najib sebelumnya memberi sinyal untuk mendukung RUU tersebut.
”Jika dibahas parlemen dan lolos, saya takut itu akan memicu perasaan lebih di antara orang-orang dari Sabah dan Sarawak untuk berpisah,” kata Presiden Partai Persatuan Rakyat Sabah, Joseph Kurup, yang memperingatkan dampak RUU itu, seperti dikutip IB Times, Selasa (31/5/2016).
RUU itu awalnya dikemukakan oleh Abdul Hadi Awang, Presiden PAS pada bulan April tahun lalu. RUU gagal melewati tahap perdebatan karena kendala waktu di parlemen.
RUU ini bertujuan untuk menggantikan ketentuan yang ada di wilayah hukum pidana pengadilan Syariah dan untuk memungkinkan beberapa kategori hukuman yang akan dijatuhkan.
Saat ini, hukuman di pengadilan syariah terbatas untuk penjara yang tidak melebihi tiga tahun, atau cambuk yang tidak lebih dari enam pukulan, atau denda tidak lebih dari 5 ribu Ringgit Malaysia. Dengan RUU ini, hukum di pengadilan syariah bisa menjadi lebih keras, termasuk penerapan hukum hudud yang di dalamnya bisa memuat hukum potongan tangan hingga rajam.
Baca juga:
Para Politisi Etnis China Menolak RUU Syariat Islam di Malaysia
PM Najib yang juga presiden mitra koalisi utama, UMNO, telah mencoba meredakan kekhawatiran atas RUU Syariat Islam itu. Najib sebelumnya menegaskan bahwa penerapan dari aturan itu nantinya hanya berlaku bagi warga Muslim bukan non-Muslim.
The Institute of Islamic Understanding Malaysia telah mendesak publik Malaysia untuk tenang dan menyikapi dengan kepala dingin. "Jangan meningkatkan sifat eksplosif dari masalah ini. Islam memandang adil. Tidak hanya untuk manusia tetapi untuk binatang dan tumbuhan juga," kata Direktur Jenderal lembaga itu, Azizan Baharuddin.
”Mereka yang khawatir dengan mengangkat isu-isu ini dan pihak yang terlibat harus menjelaskan. Lembaga ini akan mempelajari RUU secara menyeluruh sebelum membuat komentar apapun,” katanya.
(mas)