Pembicaraan Damai Yaman Dibayangi Kegagalan
A
A
A
KUWAIT CITY - Pemeritah Yaman mengancam untuk menghentikan pembicaraan damai dengan kelompok pemberontak yang didukung oleh Iran. Mereka pun memberikan utusan PBB kesempatan terakhir untuk membuat kelompok pemberontak mematuhi resolusi PBB.
"Kami telah memberitahu utusan khusus PBB untuk membawa dokumen yang ditandatangani oleh pemberontak, di mana mereka mengakui referensi dasar dan resousi Dewan Keamanan PBB. Jika mereka setuju dan mematuhi, kami akan kembali ke perundingan. Jika mereka tidak mematuhi, maka pembicaraan damai tidak memiliki arti. Mereka hanya membuang-buang waktu," kata Menteri Luar Negeri Yaman, Abdulmalek al-Mikhlafi.
Mikhlafi mengatakan, dokumen itu harus mencakup pengakuan pemberontak terhadap resolusi 2216 DK PBB dan legitimasi terhadap Presiden Abedrabbo Mansour Hadi dan pemerintahannya, seperti dikutip dari Daily Mail, Rabu (18/5/2016).
Mikhlafi mengatakan, timnya akan tetap di Kuwait City sampai akhir pekan dan kemudian mengambil keputusan. Meski mengakui adanya kemajuan dalam pembicaraan damai, namun ia menegaskan jika ini adalah kesempatan terakhir utusan khusus PBB Ismail Ould Cheikh Ahmed untuk menyelamatkan pembicaraan.
Ancaman ini datang beberapa jam setelah delegasi pemerintah menangguhkan partisipasinya dalam negosiasi damai yang ditengahi PBB untuk kedua kalinya bulan ini. Mikhlafi mengatakan, pemberontak telah berulang kali menolak untuk membahas isu-isu kunci dan bersikeras meminta pembagian kekuasaan yang melanggar resolusi PBB.
"Kami telah memberitahu utusan khusus PBB untuk membawa dokumen yang ditandatangani oleh pemberontak, di mana mereka mengakui referensi dasar dan resousi Dewan Keamanan PBB. Jika mereka setuju dan mematuhi, kami akan kembali ke perundingan. Jika mereka tidak mematuhi, maka pembicaraan damai tidak memiliki arti. Mereka hanya membuang-buang waktu," kata Menteri Luar Negeri Yaman, Abdulmalek al-Mikhlafi.
Mikhlafi mengatakan, dokumen itu harus mencakup pengakuan pemberontak terhadap resolusi 2216 DK PBB dan legitimasi terhadap Presiden Abedrabbo Mansour Hadi dan pemerintahannya, seperti dikutip dari Daily Mail, Rabu (18/5/2016).
Mikhlafi mengatakan, timnya akan tetap di Kuwait City sampai akhir pekan dan kemudian mengambil keputusan. Meski mengakui adanya kemajuan dalam pembicaraan damai, namun ia menegaskan jika ini adalah kesempatan terakhir utusan khusus PBB Ismail Ould Cheikh Ahmed untuk menyelamatkan pembicaraan.
Ancaman ini datang beberapa jam setelah delegasi pemerintah menangguhkan partisipasinya dalam negosiasi damai yang ditengahi PBB untuk kedua kalinya bulan ini. Mikhlafi mengatakan, pemberontak telah berulang kali menolak untuk membahas isu-isu kunci dan bersikeras meminta pembagian kekuasaan yang melanggar resolusi PBB.
(ian)