Bikin Rudal Hipersonik, AS Dituding Bawa Dunia ke Perang Nuklir
A
A
A
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) dituding seorang fisikawan akan membawa dunia lebih dekat ke perang nuklir setelah berambisi membuat rudal hipersonik.
Namun, AS berdalih rudal hipersoniknya hanya akan membawa hulu ledak konvensional.
Ambisi AS membuat rudal hipersonik tak lepas dari persaingan ketat dengan teknologi militer Rusia dan China.
Pengembangan rudal hipersonik AS ini diungkap pihak Defense Advanced Projects Research Agency (DARPA) Pentagon, di mana proyek rudal hipersonik itu digarap bersamaan dengan pengembangan peswat hipersonik yang bisa melakukan perjalanan dengan lima kali kecepatan suara.
DARPA Pentagon telah menghabiskan lebih dari USD34 juta pada beberapa proyek hipersonik.
Sekadar diketahui, China telah memiliki kendaraan hipersonik WU-14 yang juga dikenal sebagai DF-ZF. Kemajuan China inilah yang memicu keresahan Pentagon.
“Kami melihat ini sebagai program jangka panjang,” kata David Walker, asisten deputi Sekretaris Angkatan Udara AS untuk Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Rekayasa, seperti dikutip Defense One.
”Ini tahun 2020, untuk rudal, 2030 sampai Anda masuk ke dalam sesuatu yang refurbishable, dan mungkin 2040 sampai Anda masuk ke dalam sesuatu dengan kemampuan yang kembali dapat digunakan,” lanjut Walker.
Teknologi ini secara teoritis, memungkinkan militer untuk berhenti berfokus pada teknologi siluman. ”Kemampuan kami untuk beroperasi dalam mode tersembunyi mulai kehilangan keuntungan karena radar canggih,” kata Dick Durbin dari DARPA.
”Kami berpikir bahwa kecepatan akan memberi kita bahwa keuntungan ekstra,” katanya lagi.
Meski AS berdalih rudal hipersonik yang dikembangkan dijamin tidak akan membawa hulu ledak nuklir, tapi fisikawan Mark Gubrud, meragukannya. Menurutnya, tidak ada yang menjamin AS untuk menahan diri dari godaan nuklir terlebih ada persaingan dengan Rusia dan China.
”Saya melihat hipersonik sebagai senjata yang hanya digunakan dalam akal sehat untuk perannya terhadap serangn strategis melawan Rusia atau China,” ujar Gubrud yang dikenal sebagai kritikus Pentagon ini kepada Defense One, yang dilansir Sabtu (16/4/2016).
”Jadi kebuntuan nuklir sudah ada, dan ini jalan yang membawa kita lebih dekat ke perang,” katanya.
Beijing, pada kenyataannya, sudah mempertimbangkan kemungkinan ini.
”Beberapa analis di China menduga bahwa Amerika Serikat sedang mencari kemampuan untuk menghilangkan penangkal nuklir Beijing dalam serangan pertama. Dan jika Washington berhasil mengembangkan rudal hipersonik, kepercayaan Beijing dalam kredibilitas penangkal nuklirnya hanya akan mengikis,” kata Tong Zhao dari Program Kebijakan Nuklir Carnegie Endowment dalam tulisannya untuk Bulletin for Atomic Scientists untuk bulan Juni 2015.
Namun, AS berdalih rudal hipersoniknya hanya akan membawa hulu ledak konvensional.
Ambisi AS membuat rudal hipersonik tak lepas dari persaingan ketat dengan teknologi militer Rusia dan China.
Pengembangan rudal hipersonik AS ini diungkap pihak Defense Advanced Projects Research Agency (DARPA) Pentagon, di mana proyek rudal hipersonik itu digarap bersamaan dengan pengembangan peswat hipersonik yang bisa melakukan perjalanan dengan lima kali kecepatan suara.
DARPA Pentagon telah menghabiskan lebih dari USD34 juta pada beberapa proyek hipersonik.
Sekadar diketahui, China telah memiliki kendaraan hipersonik WU-14 yang juga dikenal sebagai DF-ZF. Kemajuan China inilah yang memicu keresahan Pentagon.
“Kami melihat ini sebagai program jangka panjang,” kata David Walker, asisten deputi Sekretaris Angkatan Udara AS untuk Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Rekayasa, seperti dikutip Defense One.
”Ini tahun 2020, untuk rudal, 2030 sampai Anda masuk ke dalam sesuatu yang refurbishable, dan mungkin 2040 sampai Anda masuk ke dalam sesuatu dengan kemampuan yang kembali dapat digunakan,” lanjut Walker.
Teknologi ini secara teoritis, memungkinkan militer untuk berhenti berfokus pada teknologi siluman. ”Kemampuan kami untuk beroperasi dalam mode tersembunyi mulai kehilangan keuntungan karena radar canggih,” kata Dick Durbin dari DARPA.
”Kami berpikir bahwa kecepatan akan memberi kita bahwa keuntungan ekstra,” katanya lagi.
Meski AS berdalih rudal hipersonik yang dikembangkan dijamin tidak akan membawa hulu ledak nuklir, tapi fisikawan Mark Gubrud, meragukannya. Menurutnya, tidak ada yang menjamin AS untuk menahan diri dari godaan nuklir terlebih ada persaingan dengan Rusia dan China.
”Saya melihat hipersonik sebagai senjata yang hanya digunakan dalam akal sehat untuk perannya terhadap serangn strategis melawan Rusia atau China,” ujar Gubrud yang dikenal sebagai kritikus Pentagon ini kepada Defense One, yang dilansir Sabtu (16/4/2016).
”Jadi kebuntuan nuklir sudah ada, dan ini jalan yang membawa kita lebih dekat ke perang,” katanya.
Beijing, pada kenyataannya, sudah mempertimbangkan kemungkinan ini.
”Beberapa analis di China menduga bahwa Amerika Serikat sedang mencari kemampuan untuk menghilangkan penangkal nuklir Beijing dalam serangan pertama. Dan jika Washington berhasil mengembangkan rudal hipersonik, kepercayaan Beijing dalam kredibilitas penangkal nuklirnya hanya akan mengikis,” kata Tong Zhao dari Program Kebijakan Nuklir Carnegie Endowment dalam tulisannya untuk Bulletin for Atomic Scientists untuk bulan Juni 2015.
(mas)