Menyayat Hati, Bayi 5 Bulan Mati Kelaparan akibat Perang Yaman
A
A
A
SANAA - Udai Faisal, nama bayi lima bulan di Yaman ini. Nasibnya sangat menyayat hati, di mana dia meninggal karena kelaparan parah akibat dari perang berkecamuk di negaranya.
Dalam dokumentasi tampak bahwa tubuh Udai Faisal nyaris berwujud kerangka berbalut kulit. Dia “dipaksa” bertahan hidup dengan kondisi kelaparan di saat pesawat-pesawat tempur menyerang desanya, di Yaman, sejak 2015 lalu.
Udai mengalami kekurangan gizi. Anggota tubuhnya tak ubahnya seperti ranting. Pipinya cekung. Matanya kering.
Berat badannya hanya 2,4 kilogram (5,3 pon). Dia memuntahkan cairan kuning dari hidung dan mulutnya. Lalu dia berhenti bernapas.
”Dia tidak menangis dan tidak ada air mata, hanya kaku,” kata ibunya, Intissar Hezzam. ”Saya menjerit dan pingsan,” katanya lagi, seperti dikutip Mirror, semalam (31/3/2016).
Lantaran kekurangan gizi, Hezzam hanya mampu memberikan air susu ibu (ASI) pada Udai selama 20 hari sejak dilahirkan. Setelah 20 hari ASI Hezzam berhenti.
Orang tuanya terpaksa menggunakan air yang tidak bersih dan dalam waktu tiga bulan Udai sakit parah. Akhirnya, pada tanggal 20 Maret, Udai dibawa ke unit darurat Rumah Sakit Di-al Sabeen, di mana banyak orang menderita gizi buruk, diare dan infeksi.
Udai diberi antibiotik dan solusi untuk pemberian makan melalui hidung. Tetapi, dokter tidak bisa membantunya dan bayi itu dibawa pulang dengan kesempatan bertahan hidup 30 persen.
Udai hampir bertahan hidup tiga jam setelah dibawa pulang ke rumah. Ahmed, ayah Udai, menyalahkan serangan udara Arab Saudi dan sekutunya atas kematian bayi itu.
”Ini adalah sebelum perang," katanya, sambil mengangkat anaknya Shehab yang berusia dua tahun untuk menunjukkan perbedaan antara anak yang lahir sebelum dan sesudah perang.
Udai dimakamkan di kaki pegunungan. Ayahnya membaca Alquran di dekat kuburan Udai yang hanya ditandai dengan batu.”Kepada Tuhan kita bergantung,” ucap Ahmed.
Kisah menyayat hati yang dialami Udai hanyalah salah satu dari banyak orang yang menderita akibat perang di Yaman.
Bencana kelaparan yang menyebar merupakan konsekuensi paling mengerikan dari perang Yaman sejak pemberontak Houthi merebut Ibu Kota Yaman dan Arab Saudi bersama sekutunya menanggapi dengan serangan udara dan blokade laut sejak tahun lalu.
Negara miskin dengan penduduk sekitar 26 juta jiwa itu 90 persen makanan diperoleh dengan mengimpor. Dalam setahun terakhir, Yaman menjadi salah satu negara dengan tingkat malnutrisi tertinggi di dunia.
Sementara itu, pada hari Selasa, UNICEF melansir laporan di mana sekitar 10 ribu anak balita meninggal karena penyakit sejak tahun lalu.
”Skala penderitaan di negeri ini sangat mengejutkan,” kata pihak UNICEF dalam laporannya.”Kekerasan akan berdampak bagi generasi yang akan datang.”
Dalam dokumentasi tampak bahwa tubuh Udai Faisal nyaris berwujud kerangka berbalut kulit. Dia “dipaksa” bertahan hidup dengan kondisi kelaparan di saat pesawat-pesawat tempur menyerang desanya, di Yaman, sejak 2015 lalu.
Udai mengalami kekurangan gizi. Anggota tubuhnya tak ubahnya seperti ranting. Pipinya cekung. Matanya kering.
Berat badannya hanya 2,4 kilogram (5,3 pon). Dia memuntahkan cairan kuning dari hidung dan mulutnya. Lalu dia berhenti bernapas.
”Dia tidak menangis dan tidak ada air mata, hanya kaku,” kata ibunya, Intissar Hezzam. ”Saya menjerit dan pingsan,” katanya lagi, seperti dikutip Mirror, semalam (31/3/2016).
Lantaran kekurangan gizi, Hezzam hanya mampu memberikan air susu ibu (ASI) pada Udai selama 20 hari sejak dilahirkan. Setelah 20 hari ASI Hezzam berhenti.
Orang tuanya terpaksa menggunakan air yang tidak bersih dan dalam waktu tiga bulan Udai sakit parah. Akhirnya, pada tanggal 20 Maret, Udai dibawa ke unit darurat Rumah Sakit Di-al Sabeen, di mana banyak orang menderita gizi buruk, diare dan infeksi.
Udai diberi antibiotik dan solusi untuk pemberian makan melalui hidung. Tetapi, dokter tidak bisa membantunya dan bayi itu dibawa pulang dengan kesempatan bertahan hidup 30 persen.
Udai hampir bertahan hidup tiga jam setelah dibawa pulang ke rumah. Ahmed, ayah Udai, menyalahkan serangan udara Arab Saudi dan sekutunya atas kematian bayi itu.
”Ini adalah sebelum perang," katanya, sambil mengangkat anaknya Shehab yang berusia dua tahun untuk menunjukkan perbedaan antara anak yang lahir sebelum dan sesudah perang.
Udai dimakamkan di kaki pegunungan. Ayahnya membaca Alquran di dekat kuburan Udai yang hanya ditandai dengan batu.”Kepada Tuhan kita bergantung,” ucap Ahmed.
Kisah menyayat hati yang dialami Udai hanyalah salah satu dari banyak orang yang menderita akibat perang di Yaman.
Bencana kelaparan yang menyebar merupakan konsekuensi paling mengerikan dari perang Yaman sejak pemberontak Houthi merebut Ibu Kota Yaman dan Arab Saudi bersama sekutunya menanggapi dengan serangan udara dan blokade laut sejak tahun lalu.
Negara miskin dengan penduduk sekitar 26 juta jiwa itu 90 persen makanan diperoleh dengan mengimpor. Dalam setahun terakhir, Yaman menjadi salah satu negara dengan tingkat malnutrisi tertinggi di dunia.
Sementara itu, pada hari Selasa, UNICEF melansir laporan di mana sekitar 10 ribu anak balita meninggal karena penyakit sejak tahun lalu.
”Skala penderitaan di negeri ini sangat mengejutkan,” kata pihak UNICEF dalam laporannya.”Kekerasan akan berdampak bagi generasi yang akan datang.”
(mas)