Membelot, Gadis dengan 7 Nama Ketakutan Diburu Korut
A
A
A
SEOUL - Seorang gadis Korea Utara (Korut) dengan tujuh nama yang telah membelot ke Korea Selatan (Korsel) masih ketakutan diburu aparat Pyongyang. Terlebih, gadis itu kini sulit menghubungi kerabatnya di Korut dengan ponsel.
Padahal, gadis dengan nama Hyeonseo Lee itu selama bertahun-tahun telah menjalin kontak dengan kerabatnya di Korut. Komunikasi itu menggunakan ponsel China yang diselundupkan melalui jaringan bawah tanah di wilayah perbatasan China-Korut.
Hyeonseo Lee juga semakin khawatir tentang keselamatannya sejak memoar pribadinya yang berjudul “The Girl with Seven Names” dipublikasikan Juli lalu. Memoar itu berisi pengalamannya melarikan diri dari Korut.
Sebelum kesulitan menjalin kontak dengan kerabatnya di Korut, Hyenseo Lee rajin berkomunikasi melaui ponsel yang memanfaatkan menara transmisi di wilayah perbatasan China. Gadis itu juga memanfaatkan broker di perbatasan China, yang juga membantu menyelundupkan uangnya untuk diberikan kepada kerabatnya di Korut.
Dia melarikan diri dari negaranya tahun 1998, sejak itu dia masih sempat berkomunikasi dengan bibinya yang ada di Korut. ”Sekarang sinyal tidak begitu baik. Saya tidak bisa mendengar suara mereka dengan jelas. Dan bibi saya mengatakan setelah satu menit, oh Tuhan, kita harus mematikan telepon sekarang kita sedang dipantau,” katanya, seperti dikutip Reuters, Senin (2/11/2015).
Bibinya itu dikirim ke kamp kerja paksa selama beberapa bulan pada tahun lalu, atas tuduhan mencoba melarikan diri. “Dia dilaporkan oleh sahabatnya. Begitulah cara rezim ini bekerja,” kata Hyesenso Lee.
Dia menyadari melakukan komunikasi di perbatasan dan mengirim uang ke Korut merupakan tindakan ilegal menurut hukum di Korsel. Uang yang dia kirim untuk membeli makanan bagi kerabatnya yang dilanda kelaparan.
Padahal, gadis dengan nama Hyeonseo Lee itu selama bertahun-tahun telah menjalin kontak dengan kerabatnya di Korut. Komunikasi itu menggunakan ponsel China yang diselundupkan melalui jaringan bawah tanah di wilayah perbatasan China-Korut.
Hyeonseo Lee juga semakin khawatir tentang keselamatannya sejak memoar pribadinya yang berjudul “The Girl with Seven Names” dipublikasikan Juli lalu. Memoar itu berisi pengalamannya melarikan diri dari Korut.
Sebelum kesulitan menjalin kontak dengan kerabatnya di Korut, Hyenseo Lee rajin berkomunikasi melaui ponsel yang memanfaatkan menara transmisi di wilayah perbatasan China. Gadis itu juga memanfaatkan broker di perbatasan China, yang juga membantu menyelundupkan uangnya untuk diberikan kepada kerabatnya di Korut.
Dia melarikan diri dari negaranya tahun 1998, sejak itu dia masih sempat berkomunikasi dengan bibinya yang ada di Korut. ”Sekarang sinyal tidak begitu baik. Saya tidak bisa mendengar suara mereka dengan jelas. Dan bibi saya mengatakan setelah satu menit, oh Tuhan, kita harus mematikan telepon sekarang kita sedang dipantau,” katanya, seperti dikutip Reuters, Senin (2/11/2015).
Bibinya itu dikirim ke kamp kerja paksa selama beberapa bulan pada tahun lalu, atas tuduhan mencoba melarikan diri. “Dia dilaporkan oleh sahabatnya. Begitulah cara rezim ini bekerja,” kata Hyesenso Lee.
Dia menyadari melakukan komunikasi di perbatasan dan mengirim uang ke Korut merupakan tindakan ilegal menurut hukum di Korsel. Uang yang dia kirim untuk membeli makanan bagi kerabatnya yang dilanda kelaparan.
(mas)