Hadapi ISIS, Irak Bentuk Koalisi dengan Rusia, Iran dan Suriah
A
A
A
NEW YORK - Irak mengatakan bahwa para pejabat militer negara itu telah menjalin kerjasama intelijen dan keamanan dengan Rusia, Iran, dan Suriah untuk melawan ancaman dari ISIS dengan pusat koordinasi berada di Baghdad. Dalam pernyataannya, Irak mengatakan bahwa kerjasama itu terbentuk setelah Rusia mengaku khawatir dengan bergabungnya ribuan teroris asal negara itu dengan ISIS.
Kantor berita Rusia, Interfax mengutip sebuah sumber diplomat militer di Moskow mengatakan, pusat koordinasi di Baghdad akan dipimpin secara bergiliran oleh petugas dari keempat negara tersebut dan dimulai dari Irak seperti dikutip dari Reuters, Minggu (27/9/2015).
Sumber tersebut juga mengatakan, kemungkinan keempat negara tersebut akan membentuk sebuah komiter di Baghdad untuk merencanakan operasi militer dan mengendalikan angkatan bersenjata dalam memerangi kelompok esktrimis ISIS.
Pernyataan Irak ini pun meningkatkan kekhawatiran di Washington. Pasalnya, pernyataan ini muncul ketika Rusia telah meningkatkan keterlibatannya di Suriah dengan mengirimkan bantuan militer. Keterlibatan Rusia di Timur Tengah ini seolah membawa kembali persaingan kedua negara dalam masa Perang Dingin.
Ditambah lagi koalisi itu memasukkan Iran yang nota bene adalah musuh lama Amerika Serikat (AS). Masuknya Iran seolah menunjukkan keberhasilan negara itu memasukkan pengaruhnya ke dalam milisi Syiah Irak hanya dalam jangka waktu empat tahun pasca AS menarik pulang pasukannya.
Sebelumnya, para pejabat Irak sempat membantah perihal kerjasama ini. Bahkan Menteri Luar Negeri Irak, Ibrahim al-Jaafari, dengan tegas menyatakan bahwa pihaknya tidak menerima penasehat militer asal Rusia untuk membantu pasukannya menghadapi ISIS. Sebaliknya, Jaafari menyarankan kepada pihak koalisi pimpinan Amerika Serikat untuk meningkatkan serangan secara kontinu ke sejumlah target milik kelompok ISIS.
Kantor berita Rusia, Interfax mengutip sebuah sumber diplomat militer di Moskow mengatakan, pusat koordinasi di Baghdad akan dipimpin secara bergiliran oleh petugas dari keempat negara tersebut dan dimulai dari Irak seperti dikutip dari Reuters, Minggu (27/9/2015).
Sumber tersebut juga mengatakan, kemungkinan keempat negara tersebut akan membentuk sebuah komiter di Baghdad untuk merencanakan operasi militer dan mengendalikan angkatan bersenjata dalam memerangi kelompok esktrimis ISIS.
Pernyataan Irak ini pun meningkatkan kekhawatiran di Washington. Pasalnya, pernyataan ini muncul ketika Rusia telah meningkatkan keterlibatannya di Suriah dengan mengirimkan bantuan militer. Keterlibatan Rusia di Timur Tengah ini seolah membawa kembali persaingan kedua negara dalam masa Perang Dingin.
Ditambah lagi koalisi itu memasukkan Iran yang nota bene adalah musuh lama Amerika Serikat (AS). Masuknya Iran seolah menunjukkan keberhasilan negara itu memasukkan pengaruhnya ke dalam milisi Syiah Irak hanya dalam jangka waktu empat tahun pasca AS menarik pulang pasukannya.
Sebelumnya, para pejabat Irak sempat membantah perihal kerjasama ini. Bahkan Menteri Luar Negeri Irak, Ibrahim al-Jaafari, dengan tegas menyatakan bahwa pihaknya tidak menerima penasehat militer asal Rusia untuk membantu pasukannya menghadapi ISIS. Sebaliknya, Jaafari menyarankan kepada pihak koalisi pimpinan Amerika Serikat untuk meningkatkan serangan secara kontinu ke sejumlah target milik kelompok ISIS.
(esn)