Bak Dongeng, Kisah Ahmed dari Desa Miskin Sudan ke Gedung Putih

Jum'at, 18 September 2015 - 11:12 WIB
Bak Dongeng, Kisah Ahmed...
Bak Dongeng, Kisah Ahmed dari Desa Miskin Sudan ke Gedung Putih
A A A
TEXAS - Ahmed Mohamed, 14, bocah Muslim ajaib mendadak tenar setelah diborgol dan ditangkap polisi Amerika Serikat (AS) karena jam digital buatannya dikira bom rakitan.

Di balik insiden itu, kisah hidup Ahmed dan keluarganya seperti dongeng yakni, yang hijrah dari desa miskin di Sudan dan bermimpi menginjakkan kaki di Gedung Putih dan jadi keluarga sukses di Amerika.

Mimpi Ahmed dan keluarganya sudah mulai terbuka untuk menjadi kenyataan. Presiden Barack Obama, yang tersentuh kisah pemborgolan Ahmed sudah mengundang bocah itu ke Gedung Putih. Pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, juga “angkat topi” pada Ahmed. Bahkan, Twitter menawari bocah ajaib itu untuk magang di kantor media sosial tersebut.

Ahmed mengatakan kepada teman-teman dan keluarganya bahwa apa yang dia lakukan didedikasikan untuk ayahnya, Mohamed Elhasan Mohamed, 57, yang kisah hidupnya juga menarik. Keluarga Ahmed berbekal paspor nekat hijrah ke New York sebelum akhirnya pindah ke Texas.

Setelah hijrah di AS, Mohamed pernah mendebat seorang ekstremis Kristen yakni pendeta Terry Jones yang dikenal dengan ancamannya untuk membakar Alquran. Mohamed juga pernah dua kali mencalonkan diri sebagai presiden di negara asalnya, Sudan,dengan harapan mengakhiri kediktatoran di negara itu.

Ketika Ahmed Mohamed bertemu Presiden Obama dan menunjukkan jam digital buatannya yang mungkin saat ini paling terkenal di AS, bocah itu telah membuktikan prestasi puncak dari cerita luar biasa tentang perjalanan keluarganya menjadi imigran di Negeri Paman Sam.

Kepada Daily Mail, yang dilansir Jumat (18/9/2015), ayah bocah Muslim itu menceritakan detail bagaimana dia dibesarkan di sebuah desa kecil di Afrika dan bermimpi suatu saat akan mengunjungi Gedung Putih. Impian yang seperti dongeng itu benar-benar terwujud berkat anaknya, Ahmed.

Dengan bekal paspor, Mohamed berani meninggalkan desanya yang miskin, Alshatawy, di Sudan tiga dekade lalu dan mulai berbisnis di AS. Mohamed bahkan sempat pulang ke Sudan dan berani menantang diktator Sudan, Omar al-Bashir, dalam pemilihan presiden.

Niat Mohamed untuk mengenyam pendidikan tinggi pernah ditolak oleh ayahnya sendiri. Pengalaman pahit itu, membuatnya bekerja keras mengumpulkan uang untuk dikirim pada empat dari sembilan anaknya, termasuk Ahmed. Mohamed ingin anak-anaknya mengenyam pendidikan di sekolah bergengsi di Barat.

“Bukan bekerja di ladang, (tapi) mendapatkan pendidikan,” katanya menceritakan tekadnya. Mohamed yang pernah mendapatkan gelar filasafat dari Universitas Kairo di Khartoum, bekerja pertama kali sebagai petugas bea cukai di bandara kota.

Namun, pada akhir 1980-an Mohamed beremigrasi ke AS, mengikuti jejak kakaknya Aldean, 59, yang menjual bahan makanan, permen dan kertas dari toko kecil di New York. Pekerjaan pertamanya adalah menjual hot dog untuk wisatawan di sudut-sudut jalan di Midtown Manhattan.

”Kami memiliki mesin hot dog dan ia akan pergi dan membawanya ke Rockefeller Center,” kata Aldean kepada Daily Mail Online. ”Dia membenci cuaca dingin, tapi dia adalah seorang pekerja keras dan dia percaya pada ’Mimpi Warga Amerika’. Dia akan menyanyikan lagu-lagu dan membuat nyanyian tentang hot dog untuk menarik orang banyak.”

Mohamed setidaknya sudah dua kali menikah. Setelah bercerai dari istri pertamanya, Shirley pada 1996, dia menikah denhan Muna Ahmed Ibrahim, 45,yang jadi istri keduanya. Selain jadi penjual hot dog, berbagai pekerjaan sudah dijalani Mohamed, termasuk jadi driver taxi.

Kini, dengan peristiwa yang dialami Ahmed dengan jam digitalnya yang dikira bom, Mohamed dan keluarganya semakin bersemangat untuk mewujudkan impiannya yang dianggap dongeng untuk menjadi kenyataan, yakni jadi orang sukses di tanah Amerika.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0578 seconds (0.1#10.140)