Gadis Gaza Dilarang Sekolah karena Menolak Pakai Jilbab
A
A
A
GAZA - Remaja gadis Gaza, Palestina, Marah Nashwan, 16, dilarang masuk sekolah setelah dia menolak untuk mengenakan jilbab. Dia menangis setelah merasa dipermalukan pihak sekolah yang melarangnya masuk setelah masa liburan musim panas habis.
”Saya dimarahi dan dihina oleh kepala sekolah di depan semua orang, teman-teman saya dan teman-teman sekelas saya. Saya sangat bersemangat untuk melihat mereka lagi setelah liburan kami selesai,” kata Nashwan kepada IB Times, Sabtu (5/9/2015).
“Kebahagiaan saya dicuri dengan bagian besar dari martabat saya. Jilbab bukanlah masalah terbesar, saya kehilangan martabat yang lebih penting dan saya memiliki hak untuk merebutnya kembali,” lanjut gadis bernama lengkap Mousheera Jamal Marah Nashwan itu sembari memegang seragam SMA-nya.
Sudah 10 hari terakhir gadis Gaza itu tidak diziinkan masuk ke sekolahnya. Menurutnya, banyak wanita Palestina di Tepi Barat tidak mengenakan jilbab—yang menutupi wanita rambut, leher dan telinga—dan kondisi di Gaza mulai tidak biasa sejak dikuasai kelompok konservatif Hamas tahun 2006. S
”Kepala saya ditunjuk dengan tidak sopan, (saya) mencoba untuk memahami mengapa dia melakukan ini pada saya. Mengapa saya tidak bisa memilih, jika saya ingin memakai jilbab atau tidak? Saya bilang, saya menerima Anda sebagai Anda, mengapa tidak menerima saya apa adanya,” keluh Nashwan tentang tindakan kepala sekolahnya.
“Tapi dia bersikeras dan mengatakan kepada saya bahwa mengenakan jilbab di sekolah adalah kebijakan dan tidak hanya karena alasan agama,” lanjut gadis Gaza itu.
Menurut Nashwan, sikap guru-guru lain di sekolahnya justru lebih simpatik. Dalam sebuah pelajaran, pernah salah satu guruya mengatakan bahwa dia tidak harus merasa terdorong untuk menutupi kepalanya untuk siapa pun kecuali untuk dirinya sendiri.
Kakak gadis itu, Mohamed Nashwan, menegaskan bahwa adiknya adalah seorang gadis Muslim yang baik. Adiknya taat menjalankan salat lima waktu setiap hari dan tidak mencari kontroversi di pengadilan hanya karena masalah jilbab.
Dia kesal dengan sikap kepala sekolahnya yang tidak sopan terhadap adiknya. Terutama ketika memarahi Nashwan di depan teman-teman sekelasnya. ”Jika sekolah telah membuat permintaan dengan cara yang melindungi martabatnya mungkin mereka akan meyakinkannya. Mereka tidak ingin dia menjadi yakin, mereka hanya ingin sekolah dilihat sebagai Islam,” ujar Mohamed.
”Kami adalah keluarga Muslim dan Islam bagi kami memiliki arti lebih besar dari sekadar jilbab. Kami tidak bisa mendukung tindakan merampas martabat dengan cara seperti ini,” ujarnya.
Ayah gadis itu, Karem Nashwan, juga telah melobi sekolah untuk memungkinkan putrinya agar bisa masuk sekolah.
”Saya dimarahi dan dihina oleh kepala sekolah di depan semua orang, teman-teman saya dan teman-teman sekelas saya. Saya sangat bersemangat untuk melihat mereka lagi setelah liburan kami selesai,” kata Nashwan kepada IB Times, Sabtu (5/9/2015).
“Kebahagiaan saya dicuri dengan bagian besar dari martabat saya. Jilbab bukanlah masalah terbesar, saya kehilangan martabat yang lebih penting dan saya memiliki hak untuk merebutnya kembali,” lanjut gadis bernama lengkap Mousheera Jamal Marah Nashwan itu sembari memegang seragam SMA-nya.
Sudah 10 hari terakhir gadis Gaza itu tidak diziinkan masuk ke sekolahnya. Menurutnya, banyak wanita Palestina di Tepi Barat tidak mengenakan jilbab—yang menutupi wanita rambut, leher dan telinga—dan kondisi di Gaza mulai tidak biasa sejak dikuasai kelompok konservatif Hamas tahun 2006. S
”Kepala saya ditunjuk dengan tidak sopan, (saya) mencoba untuk memahami mengapa dia melakukan ini pada saya. Mengapa saya tidak bisa memilih, jika saya ingin memakai jilbab atau tidak? Saya bilang, saya menerima Anda sebagai Anda, mengapa tidak menerima saya apa adanya,” keluh Nashwan tentang tindakan kepala sekolahnya.
“Tapi dia bersikeras dan mengatakan kepada saya bahwa mengenakan jilbab di sekolah adalah kebijakan dan tidak hanya karena alasan agama,” lanjut gadis Gaza itu.
Menurut Nashwan, sikap guru-guru lain di sekolahnya justru lebih simpatik. Dalam sebuah pelajaran, pernah salah satu guruya mengatakan bahwa dia tidak harus merasa terdorong untuk menutupi kepalanya untuk siapa pun kecuali untuk dirinya sendiri.
Kakak gadis itu, Mohamed Nashwan, menegaskan bahwa adiknya adalah seorang gadis Muslim yang baik. Adiknya taat menjalankan salat lima waktu setiap hari dan tidak mencari kontroversi di pengadilan hanya karena masalah jilbab.
Dia kesal dengan sikap kepala sekolahnya yang tidak sopan terhadap adiknya. Terutama ketika memarahi Nashwan di depan teman-teman sekelasnya. ”Jika sekolah telah membuat permintaan dengan cara yang melindungi martabatnya mungkin mereka akan meyakinkannya. Mereka tidak ingin dia menjadi yakin, mereka hanya ingin sekolah dilihat sebagai Islam,” ujar Mohamed.
”Kami adalah keluarga Muslim dan Islam bagi kami memiliki arti lebih besar dari sekadar jilbab. Kami tidak bisa mendukung tindakan merampas martabat dengan cara seperti ini,” ujarnya.
Ayah gadis itu, Karem Nashwan, juga telah melobi sekolah untuk memungkinkan putrinya agar bisa masuk sekolah.
(mas)