Liburan Musim Panas, Mahasiswa Irak Latihan Melawan ISIS
A
A
A
BAGHDAD - Biasanya, liburan musim panas bagi mahasiswa adalah waktu untuk menghilangkan penat. Para mahasiswa kerap pergi berlibur atau mendapatkan uang tambahan dengan bekerja paruh waktu. Namun, hal itu tidak berlaku bagi sejumlah mahasiswa di Irak. Mereka mengisi waktu liburan musim panas dengan belajar dan berlatih cara melawan ISIS.
Kementerian Pendidikan Irak pada bulan lalu telah memerintahkan setiap Perguruan Tinggi dan universitas yang wilayahnya tidak dikuasai oleh ISIS untuk melatih siswa mereka guna melawan kelompok ekstrimis itu. Hal ini didorong oleh panggilan untuk angkat senjata yang dikeluarkan oleh seorang ulama Syiah ternama.
Para mahasiswa ini dilatih oleh anggota kelompok milisi yang didukung oleh Iran. Milisi ini dikenal sebagai Popular Mobilisasi Unit atau PMU, seperti dikutip dari NBC News, Sabtu (22/8/2015).
Namun, sebuah laporan dari Associated Press menyatakan, kelompok ini telah mendirikan kamp pelatihan musim panas sendiri dengan melibatkan remaja. Amerika Serikat tidak melakukan kerjasama dengan PMU yang didominasi oleh kelompok Syiah. Kelompok ini juga tidak bekerjasama dengan pasukan keamanan Irak.
Hal ini mengundang reaksi dari AS. Kedutaan besar AS di Baghdad mengaku sangat prihatin dengan penggunaan anak-anak sebagai tentara. Konvensi Pencegahan Anak Menjadi Tentara pada 2008 mengatakan tidak dapat dibenarkan pemerintah membentuk tentara dari anak-anak sebagai bentuk dukungan militer.
Meski begitu, pandangan berbeda dilontarkan oleh seorang mahasiswa ilmu pengetahuan, Zahra'a Mohammed Abdul Hassan. Menurutnya, pelatihan militer yang dilakukan oleh mahasiswa Irak mungkin terlihat ekstrim oleh AS. Sebab, mahasiswa di AS biasanya mengisi musim panas dengan bekerja paruh waktu.
"Pasukan Irak dan PMU berperang di medan yang berbeda di bawah kondisi yang tidak menguntungkan. Jadi, dengan meluangkan waktu dua jam untuk berlatih dalam kurun dua pekan, saya rasa tidaklah buruk jika dibandingkan dengan apa yang dihadapi oleh para tentara setiap harinya," ujar perempuan berusia 21 tahun ini.
Pandangan yang sama juga diungkapkan oleh sejumlah mahasiswa lainnya. "Kita hidup di wilayah yang tidak stabil dan dikelilingi oleh banyak musuh," ujar seorang mahasiswa pendidikan jasmani, Muntaser Ghazi Raheem (21). "Dan saya rasa, kami memang perlu latihan militer untuk mempertahankan negeri kami," tambahnya. Ia mengaku belum pernah menggunakan senjata seumur hidupnya.
Kementerian Pendidikan Irak pada bulan lalu telah memerintahkan setiap Perguruan Tinggi dan universitas yang wilayahnya tidak dikuasai oleh ISIS untuk melatih siswa mereka guna melawan kelompok ekstrimis itu. Hal ini didorong oleh panggilan untuk angkat senjata yang dikeluarkan oleh seorang ulama Syiah ternama.
Para mahasiswa ini dilatih oleh anggota kelompok milisi yang didukung oleh Iran. Milisi ini dikenal sebagai Popular Mobilisasi Unit atau PMU, seperti dikutip dari NBC News, Sabtu (22/8/2015).
Namun, sebuah laporan dari Associated Press menyatakan, kelompok ini telah mendirikan kamp pelatihan musim panas sendiri dengan melibatkan remaja. Amerika Serikat tidak melakukan kerjasama dengan PMU yang didominasi oleh kelompok Syiah. Kelompok ini juga tidak bekerjasama dengan pasukan keamanan Irak.
Hal ini mengundang reaksi dari AS. Kedutaan besar AS di Baghdad mengaku sangat prihatin dengan penggunaan anak-anak sebagai tentara. Konvensi Pencegahan Anak Menjadi Tentara pada 2008 mengatakan tidak dapat dibenarkan pemerintah membentuk tentara dari anak-anak sebagai bentuk dukungan militer.
Meski begitu, pandangan berbeda dilontarkan oleh seorang mahasiswa ilmu pengetahuan, Zahra'a Mohammed Abdul Hassan. Menurutnya, pelatihan militer yang dilakukan oleh mahasiswa Irak mungkin terlihat ekstrim oleh AS. Sebab, mahasiswa di AS biasanya mengisi musim panas dengan bekerja paruh waktu.
"Pasukan Irak dan PMU berperang di medan yang berbeda di bawah kondisi yang tidak menguntungkan. Jadi, dengan meluangkan waktu dua jam untuk berlatih dalam kurun dua pekan, saya rasa tidaklah buruk jika dibandingkan dengan apa yang dihadapi oleh para tentara setiap harinya," ujar perempuan berusia 21 tahun ini.
Pandangan yang sama juga diungkapkan oleh sejumlah mahasiswa lainnya. "Kita hidup di wilayah yang tidak stabil dan dikelilingi oleh banyak musuh," ujar seorang mahasiswa pendidikan jasmani, Muntaser Ghazi Raheem (21). "Dan saya rasa, kami memang perlu latihan militer untuk mempertahankan negeri kami," tambahnya. Ia mengaku belum pernah menggunakan senjata seumur hidupnya.
(esn)